Kita Tak Butuh Tips Apapun Untuk Traveling

Puluhan tips saya baca sebelum perjalanan, dan sekarang saya memutuskan untuk melupakan semuanya.

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

photo from travelersjoy.com

Cobalah melakukan…Kamu wajib mencoba…Tanda-tanda bahwa kamu…Hal yang tak boleh terlewatkan…

Tutorial beterbaran. Semua orang menasehati apa yang harus kita lakukan dan apa yang sebaiknya tak kita lakukan. Bermunculan traveling konsultan dadakan yang menyarankan hal-hal yang wajib dilakukan seorang traveler, atau haram dilakukan.

Tak semua saran itu benar, dan tak juga mereka salah

Perencanaan adalah hal terpenting saat traveling. Untuk membuat suatu rencana yang baik, hal yang harus dilakukan adalah mencari informasi selengkap mungkin.

Dan saat meramban hal yang saya dapatkan hanya : kebingungan.

Seorang travel blogger berkata saat terbaik menyaksikan Bromo adalah saat musim kemarau, blogger lain berkata justru musim hujanlah yang terbaik.

Suasana matahari terbit dengan balutan kabut tipis tak ada yang mengalahkan keindahannya.

Blogger pertama berpendapat untuk mendapatkan panorama luar biasa tak perlu ke Penanjakan unutk melihat sunrise, blogger kedua berkata Penanjakan adalah tempat terbaik melihat sunrise di Bromo.

Seorang pendaki profesional berkata penggunaan sandal gunung untuk mendaki tak memenuhi standar keamanan dan akan membuat kaki membeku.

Seorang kawan pecinta alam yang lain memberi saran sandal gunung adalah gear terbaik untuk mendaki, ringan dan simpel. Untuk menghangatkan kaki lapisi dengan kaos kaki wol yang tebal.

Saya mendaki merbabu dengan sepatu gunung. Kabar baiknya, kaki cukup hangat. Medan berpasir dan cukup licin terlewati dengan mantap tanpa tergelincir.

Kabar buruknya, sepatu gunung yang cukup berat – sepatu gunung saya tak cukup mahal – membuat tenaga jauh lebih cepat terkuras.

Di saat lain saya mendaki menggunakan sandal gunung. Ringan dan mudah memang. Namun saya mendapat cedera yang lumayan karena tergores sebuah batu tajam. Tajamnya batu mampu menembus kaos kaki wol tebal.

Sore hari dalam sebuah perjalanan berkeliling Semarang, saya berdiri kedinginan di sebuah halte bus tua. Cukup tua hingga saat saya menginjak lantai halte cukup keras, lantai tersebut berderak dengan jelas.

Pukul 17.30 WIB dan tak ada sebuah buspun lewat. Sebuah artikel dari seorang blogger menjelaskan bahwa selama tak melewati pukul 18.30 WIB kita akan mendapat bus dengan mudah di Semarang. Terlanjur percaya dengan “tips” tersebut saya sengaja berlama-lama berkeliling Lawang Sewu.

Dan kini? Hanya duduk diam menunggu bus datang. Tak ada hiburan menarik, hanya beberapa coretan vandalis menggelikan khas abg Indonesia di dinding halte.

Tips terbaik dan tips terburuk

Pernah suatu ketika menjelang keberangkatan ke Karimun Jawa saya mencari tips mengatur bujet perjalanan agar tak terlalu boros.

Berangkat Sabtu pagi menuju Karimun Jawa dan kembali ke Jepara pada selasa siang saya menghabiskan sekitar Rp 500.000,-.Cukup murah dari ekspektasi awal saya sekitar Rp 600.000,- lebih.

Beberapa minggu setelah perjalanan saya, seorang kawan memamerkan foto perjalanannya ke Karimun Jawa dan dia hanya menghabiskan Rp 400.000,- dengan fasilitas tak berbeda jauh dari yang saya dapatkan.

Tips yang saya dapat bukan terbaik, namun juga bukan terburuk karena saya berhasil menekan biaya perjalanan di luar perkiraan awal.

Begitupun kawan saya, meskipun murah diluar sana banyak kisah orang dengan hanya mengandalkan kenalan “orang-orang dalam” dapat menikmati keindahan Karimun Jawa dengan bujet murah tak masuk akal.

Tak ada tips terbaik ataupun tips terburuk. Semua kembali pada kondisi dan kebutuhan kita dalam perjalanan. Kondisi suatu tempat tak akan pernah sama, semua akan berubah, cepat atau lambat.

Percaya pada sebuah tips perjalanan tak buruk, namun terlalu percaya pun tak terlalu bagus.

Keluar rumahlah, dan buat tips perjalananmu sendiri

 

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU