Paru-paru Kota Bogor, penghasil oksigen terbesar di Jabodetabek dan sebagai penekan emisi karbondioksida dari jutaan kendaraan berknalpot. Petunjuk tersebut sudah sangat jelas menyebutkan bahwa Kebun Raya Bogor lah yang di maksud.
Tentu kamu pernah melihatnya di buku-buku pelajaran sosial ketika duduk di bangku SD tentang Kebun Raya Bogor yang dibangun oleh seorang Belanda dengan Bunga Bangkai sebagai iconnya.
Saya cukup merasa bangga ketika sebagian besar teman yang saya kenal di berbagai luar kota mengetahui keberadaan destinasi ini. Materi sejarah di buku pelajaran rupanya tak sia-sia, masih melekat di ingatan mereka. Paling tidak, “kota hujan” ini sudah cukup termansyur karena objek wisata Kebun Raya yang memililiki bagian dalam sejarah Indonesia di zaman penjajahan Belanda.
Saya sudah khatam benar dengan kondisi dan wilayah hutan di tengah kota hujan ini. Tentunya bukan dari buku sejarah saya mengetahui objek wisata ini, tapi karena saking seringnya saya mengantarkan beberapa teman dan keluarga jauh.
Berkunjung ke lokasi ini, seakan-akan saya berada di suatu tempat yang bukan di negeri sendiri. Pasalnya, banyak sekali wisatawan asing dari berbagai negara yang berkunjung ke sini. Baik perawakan bule albino, negro, timur tengah, hingga mongol.
Berbeda dengan wisatawan lokal yang kebanyakan berkunjung untuk refreshing dan mencari udara segar, kebanyakan para wisatawan ini datang untuk melakukan penelitian terhadap ribuan jenis tanaman khas hutan hujan tropis. Perbedaan kontras tampak saat saya lihat beberapa wisatawan asing hilir mudik membawa berbagai peralatan entah apa saja, yang pasti mereka tampak sibuk melakukan pengukuran dan pencatatan.
Aneka jenis tanaman, termasuk bunga bangkai yang menjadi maskot dari wisata ini. Bertolak dari keanekaragaman flora yang tak diragukan keelokannya, tapi tahukah kamu kalau Kebun Raya Bogor memiliki daya tarik yang tidak semua orang dari luar kota tahu.
Mitos. Begitulah simpang siur yang berkembang secara turun-temurun dan dari mulut ke mulut hingga era modern seperti ini. Berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan hal mistik pun masih sangat kental melingkupi area ini.
Berikut adalah mitos-mitos yang telah menjadi kepercayaan sebagian masyarakat Bogor;
Sepasang muda-mudi bagi yang mempercayai hal-hal di luar nalar, biasanya tidak berani untuk melintasi jembatan gantung berwarna merah ini. Beberapa kali ke sana, kerap kali saya saksikan sepasang kekasih yang ragu-ragu untuk melintasinya.
Konon katanya, jika sepasang kekasih melintasi jembatan ini maka hubungan mereka tidak akan berlangsung lama.
Bertanya berulang kali dengan petugas sepuh yang telah bekerja di area ini, tidak ada yang tahu sejak kapan mitos ini muncul, yang pasti ketika zaman penjajahan Belanda, jembatan dan sungai di sini dipenuhi dengan mayat-mayat para pejuang. Belum ada kepastian, namun mitos ini masih melekat dengan jembatan ini.
Percintaan masih menjadi topik menarik di kalangan muda-mudi. Inilah yang saya saksikan tiap kali melintasi dua pohon kembar yang berdampingan, banyak sekali pasangan kekasih yang duduk di bangku tepat di antara kedua pohon ini.
Bahkan, apabila akhir pekan tiba, tidak jarang para pasangan kekasih rela antri untuk duduk secara bergantian sembari berfoto selfie.
Terang saja, sepasang kekasih yang duduk berdampingan layaknya kedua pohon tua ini akan menjadi jodoh dan berujung pada pernikahan. Kurang lebih begitulah mitos yang saya dengar dari salah satu pemuda yang sedang mengantri.
Sebelumnya tidak ada perasaan merinding ketika saya melintasi makam dari istri Prabu Siliwangi ini, namun, setelah mendengar tuturan tentang mitos yang berkembang dari beberapa pedagang minuman, seketika saya tersugesti dan bulu kudukpun berdiri. Konon, makam ini dijaga oleh sesosok harimau yang katanya adalah jelmaan dari Prabu Siliwangi.
Berjalan di jalur setapak di ujung pintu gerbang bagian belakang, maka kamu tidak hanya akan menemukan pepohonan liar yang begitu rindang. Kamu akan menemukan sebuah komplek perumahan tua yang akan membuatmu merinding.
Terang saja, perumahan tersebut tidak dihuni oleh mkhluk bernyawa. Jajaran pemakaman kuno ini sangat jarang dilewati karena banyak orang yang sudah mengetahui kalau area ini terbilang angker. Mitosnya, beberapa pengunjung pernah melihat sesosok penampakan abang dan none-none Belanda di area pemakaman yang usianya lebih tua dari Kebun Raya sendiri.
Area ini adalah salah satu yang menjadi favorit saya karena jaraknya berdampingan dengan Istana Bogor dan lokasi ini adalah letak favorit serta strategis untuk berfoto. Tapi di balik itu, danau ini menyimpan mitos yang cukup membuat orang enggam memancing sembarangan di danau berbentuk gunting tersebut.
Menurut desas-desus, jika memancing tanpa izin kepada makhluk yang tidak kasat mata, jangan harap kamu dapat memancing dengan tenang. Ada yang bilang kamu akan malihat penampakan sosok hitam dan besar di area danau itu.
Mitos tinggal mitos, semua tergantung dan berbalik pada keyakinan diri sendiri. Bagaimana kita menyikapinya. Mungkin kita bisa mengambil sisi positif yang bisa dipetik dari mitos-mitos tersebut, salah satunya mencegah sikap vandalisme dari pengunjung.