Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina. Saya rasa pepatah tersebut tak hanya berlaku bagi seseorang yang hendak mengenyam pendidikan.
Kubuka akun instagram yang sudah dua minggu lebih tak kutengok. Memang sudah agak lama saya vakum traveling ke beberapa destinasi, sehingga saya pun tak punya bahan untuk diupload dalam akun berbasis fotografi tersebut.
Saya scroll perlahan. Hampir 50% timeline berisi foto-foto beberapa wajah yang saya kenal sedang melakukan traveling ke luar negeri, diantaranya Holland, Italy, New York, dan Perancis. Hipotesa tentang traveling yang telah bergeser menjadi sebuah kebutuhan semakin terjawab.
Saking melejitnya gaya hidup semacam ini, sering saya temui berbagai tips-tips menabung, cara mendapat tiket promo, informasi lengkap tentang destinasi, itinerary, bahkan artikel yang bergenre story telling. Semua berbau aroma-aroma traveling.
Salah satu foto description di timeline seorang teman sempat membuatku tergelitik, untuk kali pertamanya ia traveling ke Prancis, ia sudah menuliskan kalimat “bad day, ternyata beradaptasi itu susah”. Saya sudah dapat menebak apa-apa yang telah menimpanya di sana.
Kebiasaan, itulah kata kunci yang seharusnya dipahami matang-matang sebelum melancong ke luar negeri. Mungkin “salah tingkah” pernah dialami oleh sebagian dari kalian saat pertama kali menginjakan kaki di negeri orang. Begitupun dengan saya.
Bagi para traveler, pepatah “di mana bumi berpijak, di situ langit dijunjung” mungkin adalah teori yang seharusnya hafal di luar kepala. Bukan berarti kita harus menghilangkan jati diri serta moral orang berbudaya timur, tapi paling tidak menfilter kebiasaan-kebiasaan yang sekiranya tidak lazim dilakukan di sana.
Sebagai tamu di rumah orang, tentu ada baiknya jika kita sedikit mengikuti aturan main di sana bukan? Toh, sama saja dengan negeri kita yang banyak dijamah para bule, kita pun akan segan jika mereka sopan. Kini, saatnya kita bertukar posisi dengan para bule-bule itu ketika kita bertamu.
Jika di Indonesia kita menggunakan air untuk membersihkan diri ketika buang air, maka kamu harus berlatih untuk menggunakan tisu toilet untuk menggantikan peran air. Tak usah berpikiran jijik, anggap saja tisu toilet di sana sudah terjamin kesterilannya.
photo from m.okezone.com
photo from www.merdeka.com
Kamu tak perlu berlatih meminum air keran saat masih di Indonesia, tentu kebersihan dan kualitas airnya berbeda. Kamu tak perlu risau, paling tidak meminum air keran di tempat umum tidak akan membuatmu masuk ke rumah sakit, percayakan saja kualitas air di sana yang telah teruji secara klinis, biasanyanya negara-negara yang sudah majulah yang menyediakan fasilitas umum seperti ini.
photo from walahwalah.com
Berbeda wilayah, berbeda pula iklimnya. Bukan hanya iklim cuaca yang saya maksud, tetapi iklim karakter masyarakatnya. Paling tidak itulah yang menimpa teman saya saat berkunjung ke sana. Berniat basa-basi agar terlihat seperti turis yang menyenangkan, alih-alih malah ekspresi ketus yang ia dapat.
Sebaiknya kamu membaca situasi keadaan masyarakat lokal terlebih dahulu, karena tidak semua orang dapat menerima basa-basi dengan tangan terbuka.
photo from albastari.blogspot.com
Bagi kalian, termasuk saya yang memiliki keturunan darah Jawa, tentu pernah mengenal aturan membungkuk jika lewat di depan orang yang lebih tua bukan? sebagai tanda penghormatan dan ucapan permisi secara simbolik. Di negara bagian barat, kamu tidak perlu melakukan gerakan yang Jawani seperti ini. Bersikaplah tidak berlebihan, bahkan di sana seseorang bisa memanggil nama terhadap orang yang lebih tua.
photo from blog-senirupa.tumblr.com
“Ayo kalo mau kasi barang pake tangan manis”, itulah ajaran yang diberikan ibu dan guru saya sejak duduk di taman kanak-kanak. Bukan rahasia umum tentunya kalau negara kita ini sangat memegang teguh budaya timur yang menjunjung tinggi kesopanan. Salah satunya, menerima dan memberi dengan tangan kanan dianggap sopan. Apabila kamu sedang di luar negeri, menerima atau memberi dengan tangan kiri itu dianggap lumrah karena memang tidak ada aturan yang cenderung saklek tentang hubungan kesopanan dengan tangan kanan.
photo from www.dw.de
Hampir sebagian besar restoran-restoran dan pramuniaga di hotel meneripa tip atas jasa atau pelayanan yang di berikan. Mungkin kamu jarang melihat kebiasaan ini di Indonesia, bisa jadi hanya ada di beberapa restoran mahal. Bagi mereka, itu adalah bentuk apresiasi terhadap layanan, semakin baik maka semakin tinggi pula insentifnya. Perlu di perhatikan juga bahwa tidak semua negara maju akrab dengan kebiasaan seperti ini. di Jepang misalnya, kebiasaan seperti memberi tip dianggap tidak lumrah.
photo from id.gofreedownload.net
Ucapan kiri dengan suara lantang dan nada tinggi selalu identik pada seseorang yang hendak turun dari angkutan umum di Indonesia. percayalah, kamu akan dianggap gila jika melakukan hal ini, walaupun tak sengaja atau keceplosan. Sistem trayek angkutan umum seperti bus di luar negeri sangat teratur, bus tidak akan berhenti sembarangan, hanya pada halte-halte tertentu.
photo from www.life.viva.co.id
Tidak di Indonesia maupun di luar negeri, seseorang akan merasa rishi jika dipandang dengan orang yang tidak dikenal. Mungkin jika di Indonesia yang latar belakang masyarakatnya masih menjunjung rasa sungkan tidak akan bertindak sinis atau kasar. Lain halnya jika di negara lain, seseorang akan menganggapmu sebagai penguntit atau apalah itu, tentunya negarif.
photo from www.life.viva.co.id
Entah srjak kapan pola pikir ini terbentuk hingga mempengaruhi mainset ke generasi selanjutnya. tidak di semua negara kamu akan menemukan manakan wajibmu, yaitu nasi. Apabila kamu traveling ke Amerika dan Eropa, tentunya kamu harus membiasakan diri kehilangan makanan pokok sejuta umat Indonesia.
Mengubah kebiasaan bukan berarti menghilangkan jati diri kita sebagai orang yang cinta Indonesia. Justru dengan bersikap sebaik mungkin, kamu telah berhasil menyelamatkan wisatawan Indonesia dari stereotip-stereotip buruk orang di luar sana. Tetaplah berbangga hati menjadi bagian dari Indonesia, cinta tanah air tidak mesti ditunjukan dengan cara yang heroic bukan?