Jangan Tanya Mengapa Kami Mendaki, Cobalah Sendiri

Bukankah kita tak butuh alasan untuk melakukan hal yang kita sukai?

SHARE :

Ditulis Oleh: Siti Nur Khotimah

Foto oleh Cintya Pratiwi

Aku adalah salah satu dari ribuan cewek yang punya hobi bertualang dan jelajah alam.

Orang kadang bertanya, untuk apa? Seringkali aku tak bisa menjawab. Tentu saja, menjelaskan hal seperti itu pada orang-orang yang bahkan tak pernah berani untuk mencobanya.

Udara segar yang merasuk dada, cahaya matahari hangat yang menerpa wajah di puncak, atau lautan bintang di luar sana, bukan hal yang bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata.

Jika kalian, ‘para orang rumahan’, benar-benar butuh alasan kenapa kami suka mendaki, inilah alasannya.

1. Untuk melihat betapa besar kuasa Tuhan

“Subhanallah”.. ungkapan itulah yang selalu aku ucapkan saat berada di puncak gunung.

Di ketinggian aku bisa melihat segala makhluk ciptaan Tuhan yang mengagumkan. Mulai dari birunya langit, deretan gunung megah, hijaunya pepohonan, danau yang menawan, tebing-tebing yang berdiri kokoh hingga dahsyatnya aktivitas gunung yang masih aktif.

Setelah melewati medan yang tak mudah dan akhirnya bisa berdiri di puncak tertinggi, hal itu merupakan kepuasan tersendiri.

Namun bisa sampai di puncak tertinggi bukan alasan untuk membusungkan dada. Samasekali tak ada alasan untuk itu. Justru disana aku menyadari bahwa aku sendiri adalah makhluk kecil yang tidak punya kuasa apa-apa dibandingkan dengan Tuhan yang maha Kuasa atas segalanya.

2. Keluarga baru

Mendakilah bersama, maka kalian akan semakin menjadi keluarga

Saat aku mendaki dengan teman-temanku, yang dulunya hanya sekadar teman biasa, akan berubah menjadi sangat erat saat mendaki bersama. Dengan mendaki bersama aku dan teman-temanku mengerti sifat asli satu sama lain. Nggak ada yang di buat-buat . Disana kita saling tolong-menolong, bertukar cerita, tertawa bersama, makan bersama dan juga terkapar bersama. Dari kebersamaan itulah aku merasa aku disana bukan lagi bersama dengan seorang teman tetapi lebih pada “keluarga”.

Hal yang aku rasakan ketika dulu aku ikut disebuah acara pendakian massal salah satu Mapala di Solo. Yang aku kenal hanya satu sahabatku yang memang sudah sering mendaki bersama. Disana kami dikelompokkan dengan orang yang benar-benar nggak kami kenal sebelumnya. Orang-orang yang bukan hanya berasal dari satu daerah tapi dari berbagai daerah yang berbeda, dari seluruh Indonesia. Saat mendaki bersama, yang awalnya nggak kenal sama sekali berubah menjadi seperti keluarga yang begitu erat. Keakraban kami pun mengalir dengan sendirinya tanpa kami buat-buat.

3. Menambah pengalaman hidup

Selalu ada banyak cerita dibalik sebuah pendakian.

Saat melangkah bersama, di tenda maupun sampai di puncak tertinggi. Bakal banyak pengalaman hidup yang diperoleh. Di alam aku belajar bagaimana aku dan rombonganku harus mampu tetap bertahan saat segala yang telah kami rencanakan sangat berbeda dengan yang terjadi. Dengan kondisi yang serba terbatas kami harus mampu belajar mengelola semuanya dengan baik. Bukan hanya itu kami juga belajar bagaimana menjadi pribadi yang baik, dengan tidak egois, tolong-menolong, saling peduli dan juga peka terhadap lingkungan sekitar kita.

Saat pendakian Gunung Sindoro, Jawa Tengah, aku bersama rombongan diserang seekor babi hutan. Sebelum mulai mendaki kami memang sudah diberi informasi dan diingatkan untuk tidak ngecamp di pos 3 karena terkenal dengan babi hutannya yang suka mengambil makanan dimalam hari. Katanya lebih baik kami ngecamp di tempat yang agak tinggi dari pos 3. Kami sudah menuruti saran tersebut, namun nyatanya kami masih saja tetap di serang babi hutan. Tenda kami dibobol hingga sobek dan satu daypack teman kami yang berisi makanan pun raib diambil. Setelah tahu kalau daypack teman kami hilang, kami bergegas untuk mencari di sekitar tempat kami ngecamp. Untungnya tak berapa lama, kami berhasil menemukan daypack yang hilang tadi, meski dengan kondisi mengenaskan, terkoyak disana-sini dan kosong melompong. Semua logistik kami di daypack tersebut habis.

Kami cukup syok dengan kejadian itu. Untungnya di tas lainnya masih ada sedikit makanan sehingga kami masih bisa melanjutkan mendaki dengan menghemat konsumsi makanan agar cukup hingga nanti turun ke basecamp.

Pengalaman menyebalkan memang, tapi cukup menarik untuk bahan cerita bagi anak cucu nanti.

4. Sejenak menjernihkan pikiran

Sesuka apapun kita dengan rutinitas yang kita kerjakan, pasti akan ada saatnya muncul rasa jenuh dan bosan dengan rutinitas tersebut.

Begitu pula aku yang masih kuliah dengan jurusan yang membutuhkan ketrampilan untuk menghitung, fisika. Jurusan yang masih menjadi momok bagi kebanyakan orang. Setiap hari aku ditemani berbagai rumus fisika yang telah ditemukan oleh para ilmuwan-ilmuwan terdahulu. Tak bisa aku pungkiri fisika memang sulit bagi setiap orang yang belum memahaminya.

Karena itulah sesekali aku ingin menyegarkan pikiran dengan cara kembali ke alam. Menikmati tanah basah pegunungan, tergores ranting pohon ataupun digigiti serangga hutan. Terdengar menyebalkan bagi beberapa orang, namun hal-hal itu yang kadang membuat rindu pada alam.

Walaupun sangat melelahkan, namun setelah berada di puncak rasa lelah itu seketika berubah menjadi senyum kepuasan. Pikiranpun menjadi segar dan tenang kembali.

5. Karena aku SUKA

Tak kusadari kesukaanku terhadap gunung ternyata memang sejak aku kecil. Mungkin karena aku berasal dari daerah yang dekat dengan pantai, aku jarang merasakan suasana gunung sehingga menurutku justru pemandangan yang menarik perhatian adalah gunung.

Sejak kecil, seringkali saat pelajaran menggambar aku menggambar pemandangan gunung dan sekitarnya seperti ladang-ladang sawah, pohon cemara dan juga jalan . Dan tak kusangka sekarang aku dapat berada di tempat seperti yang aku gambarkan dulu. Ya aku suka dengan alam. Pesona alam membuatku selalu gembira dan senang saat melihatnya.

Aku suka gunung, cukup dengan hal seperti itu untuk memotivasi diriku mencapai puncak. Bukankah kita tak butuh alasan untuk melakukan hal yang kita sukai?

Lakukan apa yang kamu sukai, selama apa yang kita lakukan itu memang positif, why not?

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU