JAAN (Jakarta Animal Aid Network) beberapa kali meminta pemerintah pusat untuk menghentikan sirkus lumba-lumba keliling. Tapi terlepas jaminan bahwa mereka akan menghentikan pertunjukan lumba-lumba keliling, kenyataan di lapangan mengungkapkan hal yang sebaliknya.
Melansir dari Antara, pada 3 Juli 2018 lalu, diberitakan masih adanya pentas lumba-lumba yang diselenggarakan di Lapangan Marzoeki Mahdi, Bogor. Dalam artikel berjudul ‘Wisata Satwa Pentas Lumba-lumba’ dijelaskan bahwa meskipun ditentang oleh aktivis pencinta hewan, pihak penyelenggara tetap menyelenggarakan pentas lumba-lumba dengan alasan wisata edukasi. Selain itu, mereka juga mengaku telah mendapatkan izin resmi dari pihak terkait.
Meskipun pihak penyelenggara menggunakan embel-embel wisata edukasi, pentas lumba-lumba adalah bentuk eksploitas hewan. Mengingat lumba-lumba telah masuk dalam 20 hewan yang diprioritaskan, penyelenggaraan sirkus lumba-lumba tak boleh dilakukan.
Penyelenggaraan sirkus lumba-lumba keliling yang ada di Bogor bukanlah yang satu-satunya. Daily Mail, media online internasional asal Inggris pernah memuat berita sisi muram penyelenggaraan sirkus lumba-lumba keliling di Semarang, berjudul “Forced to pose for selfies with crowds after performing in portable chlorine pools: Sad life of dolphins captured for Indonesia’s traveling circuses”.
Sirkus lumba-lumba keliling harus ditutup mengingat pertunjukkan ini hanya merugikan lumba-lumba saja. Mengapa? Berikut alasannya.
Lumba-lumba adalah hewan yang hidup berkoloni. Mereka menjelajah, mencari mangsa bersama, dan masuk ke kelompok lain untuk bertahan hidup di alam liar. Dengan menjadikannya bagian dari pertunjukkan sirkus, lumba-lumba akan terpisah dari koloni. Lumba-lumba yang terbiasa dengan habitatnya di tengah laut lepas luas akan stress karena harus tinggal di kolam sempit berukuran 10 x 20 m.
Jika mengamati atraksi lumba-lumba yang ada, para penonton yang menyaksikan pertunjukkan ini bersorak dan bertepuk tangan dengan bahagianya. Anda mungkin bahagia, tapi tidak dengan si lumba-lumba.
Suara tepuk tangan dan riuh tawa para penonton bisa mengganggu keseimbangan indera pendengaran lumba-lumba yang juga berfungsi sebagai indera penghlihatan mereka. Gangguan resonansi yang datang dari riuh rendah penonton di sekeliling bisa membuat lumba-lumba mudah stres.
Kolam sempit tak hanya membuat mereka stress, tapi juga mengganggu penghilatan mereka. Berenang di dalam kolam akan membuat mereka tak leluasa bergerak, kolam tinggal tersebut membuat penglihatan para lumba-lumba memburuk.
Sedangkan mereka yang hidup dalam akuarium, ruang terbatas akan membuatnya terganggu, karena pantulan suara keras mereka akan kembali kepada mereka sendiri.
Tahukah Anda, di balik lincahnya atraksi si lumba-lumba ini, mereka ternyata harus diet ketat. Berdasarkan hasil observasi JANN, pelatihan lumba-lumba sirkus ini menggunakan sistem reward dan punishment.
Agar lumba-lumba mau melakukan aksinya, mereka diiming-imingi ikan yang sering kali sudah tidak segar. Sedangkan lumba-lumba yang tak patuh akan diberikan hukuman dengan membiarkan mereka merasa kelaparan. Dengan demikian, si lumba-lumba terus berusaha melakukan apa yang diminta sang pelatih supaya bisa memperoleh sesuap ikan.
Sama halnya seperti manusia, lumba-lumba bisa mati dalam usia dini bila merasa tertekan dan tidak bahagia. Ditambah lagi si lumba-lumba harus diet super ketat. Maka, tak heran jika usia lumba-lumba di dalam sirkus hanya bertahan 2-8 tahun saja. Sedangkan mereka yang hidup di alam bebas bisa bertahan hingga 40 tahun.
Anda sebagai pembaca yang sudah teredukasi dengan baik, jangan lagi mengajak anak atau pun saudara menyaksikan sirkus lumba-lumba. Indonesia punya banyak spot wisata alam yang suguhkan lumba-lumba menari di laut lepas. Sebut saja Pantai Lovina di Bali, Pantai Manado Tua, Teluk Kiluan di Lampung, dan banyak lainnya.
Alih-alih kenalkan si kecil dengan dunia sirkus lumba-lumba keliling, mengajak mereka ke alam bebas akan memberikan edukasi yang mendalam bagi mereka.