15 Hal yang Patut Kamu Ketahui Sebelum Menginjakan Kaki di Korea Selatan
<!doctype html> <html> <head> <meta charset="utf-8"> <link rel="canonical" href="https://phinemo.com/15-hal-yang-patut-kamu-ketahui-sebelum-menginjakan-kaki-di-korea-selatan/"> <link rel="stylesheet" title="default" href="#"> <title>15 Hal yang Patut Kamu Ketahui Sebelum Menginjakan Kaki di Korea Selatan</title> </head> <body> <article> <header> <!-- The cover image shown inside your article --> <figure> <img src="https://phinemo.com/wp-content/uploads/2015/02/yoon-eun-hye-.png" /> <figcaption>photo from dramafever.com</figcaption> </figure> <!-- The title and subtitle shown in your article --> <h1> 15 Hal yang Patut Kamu Ketahui Sebelum Menginjakan Kaki di Korea Selatan </h1> <h2> Beda negara, beda pula adat dan kebiasaan masyarakatnya. Sebelum melancong ke Korea, pengetahuan akan kebiasaan dan budaya adalah bekal yang cukup berharga. </h2> <!-- A kicker for your article --> <h3 class="op-kicker"> </h3> <!-- The author of your article --> <address> Prameswari Mahendrati </address> <!-- The published and last modified time stamps --> <time class="op-published" dateTime="February 4, 2015">February 4, 2015</time> </header> <figure class='op-tracker'> <iframe hidden> <script> (function(i,s,o,g,r,a,m){i['GoogleAnalyticsObject']=r;i[r]=i[r]||function(){ (i[r].q=i[r].q||[]).push(arguments)},i[r].l=1*new Date();a=s.createElement(o), m=s.getElementsByTagName(o)[0];a.async=1;a.src=g;m.parentNode.insertBefore(a,m) })(window,document,'script','https://www.google-analytics.com/analytics.js','ga'); ga('create', 'UA-57983707-1', 'auto'); ga('require', 'displayfeatures'); ga('set', 'campaignSource', 'Facebook'); ga('set', 'campaignMedium', 'Social Instant Article'); ga('send', 'pageview'); </script> </iframe> </figure> <p>“<em>Annyeong Haseyo, unnie</em>” Seketika tergelitik mendengar ucapan keponakan yang masih berumur 3 tahun. Bukan masalah penggunaan bahasa asing, tapi betapa menjamurnya kebudayaan Korea. Terlebih sejak film drama Korea bermunculan di televisi. Seakan tak menjadi batasan tua muda untuk mengetahui kehidupan di sana.</p> <p>Film bisa jadi sebuah cara untuk mendongkrak popularitas suatu negara. Tak hanya berpatokan pada kisah percintaan dan konflik semata, drama korea cukup pintar untuk menyelipkan tradisi dan kebudayaan dalam episodenya.</p> <h4>Baca juga: <a href="https://phinemo.com/bandung-menang-di-program-tv-battle-trip-korea-selatan-lawan-kota-di-rusia/">Bandung Menang di Program TV ‘Battle Trip’ Korea Selatan Lawan Kota di Rusia</a></h4> <p>Tak heran jika anak muda masa kini sedang mengalami “demam Korea”. Bukan hanya sekedar demam dalam dunia entertaint saja, tapi juga merambah ke dunia traveling. Pasalnya, sebagian besar setting drama Korea juga memamerkan keindahan destinasinya, Jeju Island salah satu di antaranya.</p> <p>Dari backpacking hingga luxury, tak sedikit travelers yang berbondong-bondong mengejar Negeri Ginseng sebagai sasaran traveling.</p> <div id="attachment_132011" style="width: 650px" class="wp-caption aligncenter"><a href="https://phinemo.com/wp-content/uploads/2015/02/yoon-eun-hye-.jpg"><img loading="lazy" decoding="async" aria-describedby="caption-attachment-132011" class="wp-image-132011 size-full" title="cewek korea pegang kamera" src="https://phinemo.com/wp-content/uploads/2015/02/yoon-eun-hye-.jpg" alt="korea selatan" width="640" height="418" srcset="https://phinemo.com/wp-content/uploads/2015/02/yoon-eun-hye-.jpg 640w, https://phinemo.com/wp-content/uploads/2015/02/yoon-eun-hye--300x196.jpg 300w" sizes="auto, (max-width: 640px) 100vw, 640px" /></a><p id="caption-attachment-132011" class="wp-caption-text">photo from dramafever.com</p></div> <p>Berbeda negara, beda juga budaya dan kebiasaan masyarakatnya. Pengetahuan akan tradisi, hal-hal yang boleh dan jangan dilakukan menjadi bekal utama yang harus disiapkan dalam memori. Berikut adalah bekal pengetahuan yang harus khatam di kepalamu;</p> <p><strong>1. Jangan heran jika kamu menemukan seseorang yang terkapar mabuk. Di Korea mabuk menjadi kebiasaan yang wajar, jadi kamu tak perlu kaget melihat pemandangan seperti itu.</strong></p> <p><strong>2. Di sana kamu tak perlu menggunakan mangkuk untuk menikmati mie instant. Masyarakat lokal biasanya menyantapnya langsung di panci untuk menjaga suhu panas.</strong></p> <p><strong>3. Layaknya di Indonesia, masyarakat Korea juga suka makan secara lesehan, dengan kaki menyila. Bedanya, mereka menggunakan alas seperti bantal.</strong></p> <p><strong>4. Operasi plestik di Korea adalah hal yang sangat lumrah, sehingga jangan heran jika praktik operasi plastik sangat mudah ditemukan.</strong></p> <p><strong>5. Sebagian besar drama Korea bersetting di tempat-tempat wisata.</strong></p> <p><strong>6. Jangan heran jika setiap hari kamu mendengar berita kasus bunuh diri, karena tingkat depresi yang berujung bunuh diri cukup besar menimpa remaja.</strong></p> <p><strong>7. Kodok dan cumi-cumi hidup menjadi panganan yang lumrah. Kamu bisa merasakan gerakan tentakel dan licinnya kulit kodok di mulutmu.</strong></p> <p><strong>8. Kamu bisa bersendawa dengan bebas ketika makan di rumah makan, semakin besar sendawa maka kamu juga dianggap semakin menghargai juru masak.</strong></p> <p><strong>9. Menyeruput minuman dan kuah mie dianggap sebagai tindakan wajar.</strong></p> <p><strong>10. Jangan pernah menyalip barisan antrian, sebab kamu akan menerima tatapan sinis dan protes dari mereka. Disiplin adalah salah satu iklim masyarakat di sana.</strong></p> <p><strong>11. Jangan pernah membawa makanan ke dalam kamar jika kamu tidak ingin menerima teguran dari tuan rumah tempatmu menginap.</strong></p> <h4>Baca juga: <a href="https://phinemo.com/liburan-anisa-rahma-dan-anandito-di-korea-selatan-pascanikah/">Liburan Anisa Rahma dan Anandito di Korea Selatan Pascanikah</a></h4> <p><strong>12. Jangan kaget bila ketika makan bersama orang Korea, karena mereka kuat menyantap sup yang masih sangat panas sekalipun.</strong></p> <p><strong>13. Kamu harus membiasakan makan dengan suapan besar karena itu adalah bagian dari etika makan.</strong></p> <p><strong>14. Jangan canggung dengan orang Korea yang menyuguhkan bir kepadamu, karena itu adalah tanda bahwa kamu dianggap sebagai teman. Tolak dan beri penjelasan dengan halus jika kamu tidak berkenan minum.</strong></p> <p><strong>15. Kedai soju (minuman keras khas Korea) semakin ramai dikunjungi selepas jam kerja. Selain murah meriah, minum soju bersama dianggap dapat mengakrabkan suasana.</strong></p> <p> </p> <footer> </footer> </article> </body> </html>
Saya Mendaki Gunung dan Saya Tidak Tahu Apa yang Telah Saya Lakukan
<!doctype html> <html> <head> <meta charset="utf-8"> <link rel="canonical" href="https://phinemo.com/saya-mendaki-gunung-dan-saya-tidak-tahu-apa-yang-saya-lakukan/"> <link rel="stylesheet" title="default" href="#"> <title>Saya Mendaki Gunung dan Saya Tidak Tahu Apa yang Telah Saya Lakukan</title> </head> <body> <article> <header> <!-- The cover image shown inside your article --> <figure> <img src="https://phinemo.com/wp-content/uploads/2014/12/adi-3.jpg" /> <figcaption>Foto oleh Adi</figcaption> </figure> <!-- The title and subtitle shown in your article --> <h1> Saya Mendaki Gunung dan Saya Tidak Tahu Apa yang Telah Saya Lakukan </h1> <h2> Mendaki gunung untuk pertama kali memang luar biasa, lalu apa? Aapa yang kamu dapatkan setelah selesai mendaki? </h2> <!-- A kicker for your article --> <h3 class="op-kicker"> </h3> <!-- The author of your article --> <address> Shabara Wicaksono </address> <!-- The published and last modified time stamps --> <time class="op-published" dateTime="December 27, 2014">December 27, 2014</time> </header> <figure class='op-tracker'> <iframe hidden> <script> (function(i,s,o,g,r,a,m){i['GoogleAnalyticsObject']=r;i[r]=i[r]||function(){ (i[r].q=i[r].q||[]).push(arguments)},i[r].l=1*new Date();a=s.createElement(o), m=s.getElementsByTagName(o)[0];a.async=1;a.src=g;m.parentNode.insertBefore(a,m) })(window,document,'script','https://www.google-analytics.com/analytics.js','ga'); ga('create', 'UA-57983707-1', 'auto'); ga('require', 'displayfeatures'); ga('set', 'campaignSource', 'Facebook'); ga('set', 'campaignMedium', 'Social Instant Article'); ga('send', 'pageview'); </script> </iframe> </figure> <div id="attachment_5894" style="width: 650px" class="wp-caption aligncenter"><img loading="lazy" decoding="async" aria-describedby="caption-attachment-5894" class="size-full wp-image-5894" src="http://phinemo.com/wp-content/uploads/2014/12/adi-3.jpg" alt="mendaki merbabu" width="640" height="350" srcset="https://phinemo.com/wp-content/uploads/2014/12/adi-3.jpg 640w, https://phinemo.com/wp-content/uploads/2014/12/adi-3-300x164.jpg 300w" sizes="auto, (max-width: 640px) 100vw, 640px" /><p id="caption-attachment-5894" class="wp-caption-text">Foto oleh Adi</p></div> <p>Tas-tas kerir menumpuk dipojokan kamar. Andai mereka memiliki mulut mungkin mereka akan tertawa menyaksikan sekumpulan pemula yang sedang menyiapkan perbekalan untuk pendakian pertamanya.</p> <p>Ya, hari ini, di awal bulan aku dan teman-teman kos mengambil salah satu keputusan paling besar dalam hidup kami, mendaki gunung untuk pertama kalinya.</p> <p>Keputusan nekat dari sekumpulan anak kos tanpa pengalaman mendaki samasekali, yang sehari-harinya hanya menjelajah dunia didepan layar laptop.</p> <p>“Njar, nanti kalau aku mati digunung, nomer orang tua di handphoneku aku beri nama bapak atau ibu ya!” Ucup yang baru sampai kos setelah membeli sandal gunung seharga 200 ribu tiba-tiba masuk ke kamar Anjar yang kami jadikan pusat persiapan perbekalan kami.</p> <p>Aku menahan senyum dihati.</p> <p>Bukan karena ucapan Ucup,tapi mimik muka yang sangat serius saat mengucapkan hal tersebut, ditambah logat daerah jawa timurnya yang khas.</p> <p>“Oke, kalau ada sinyal” Anjar menjawab sambil lalu. Dirinya terlalu sibuk menata mi instan kedalam tas daypacknya.</p> <p>Ucup yang merasa tak ditanggapi mengalihkan pandangannya padaku yang sedang berkutat didepan laptop mencari info tentang jalur pendakian Merbabu yang paling memungkinkan.</p> <p>“Sinyal hpmu bagus nggak om?” Ucup beranjak duduk kesebelahku.</p> <p>“Lumayan, kalau hpku baterainya nggak habis ya” Baterai hpku memang mirip cinta monyet ABG, naik turunnya cepat. Ucup mengutak-atik hp jadulku. Aku kembali berkonsentrasi kedepan laptop.</p> <p>“Om, kamu bisa baca kompas nggak?” Anjar membolak-balik mainan baru yang dia pinjam dari temannya.</p> <p>“Buka google sana!” Aku terlalu sibuk memilah-milah info jalur mana yang sebaiknya kami pilih.</p> <p>“Kita butuh parafin” Mataku terus menatap situs yang menyediakan info perbekalan minimal yang harus dibawa kegunung.</p> <p>“Siap sedia bos” Anjar melempar-lempar parafin ditangannya.</p> <p>“Om, kalau aku mati digunung nanti siapa yang angkat jenazahku?” Ucup tak kunjung henti membahas itu.</p> <p>Aku terdiam. Mati. Gunung memang menyeramkan, namun jujur aku tak berpikir bahwa hal tersebut dapat membuat kita kehilangan nyawa. Apalagi dengan banyaknya info dan petunjuk mendaki gunung yang banyak beterbaran di ranah maya, kita dapat menyiapkan diri kita sebaik mungkin.</p> <p>Tapi memandang mimik mukanya saat mengucapkan hal tersebut dengan serius memaksaku merenung. Kami semua pemula, akan mengunjungi suatu tempat dengan kondisi yang tidak dapat diduga.</p> <div class="big-quote"> <p>Bagaimana kalau kami tersesat? Jatuh ke jurang? Mati kedinginan? Atau dimangsa hewan liar? Kehabisan bekal? Tanda tanya bermunculan dipikiranku.</p> </div> <p>Tapi,masa iya sih kami akan mati di tempat seperti itu? Sudahlah, suatu yang tidak pasti memang menimbulkan kecemasan, cara menghilangkan kecemasan itu dengan memastikan hal tersebut.</p> <p>Ya, aku ingat salah satu dosenku pernah berkata demikian. Oke, artikel-artikel ini dan film 5 cm nampaknya belum cukup untuk menghilangkan kecemasan bagaimana kondisi gunung itu. Satu-satunya cara memastikannya dengan langsung mendaki gunung itu.</p> <p>“Njar, kamu bawa mi instan berapa?” Anjar diam, nampak kurang suka terus direcoki Ucup. Ucup mengangguk-angguk melongok ke dalam tas kerir Anjar.</p> <p>“Cup tolong belikan gula jawa ke warung, kita butuh itu nanti” Aku menyerahkan selembar uang 5 ribuan.</p> <p>“Meluncur” Ucup berlari ke warung depan kos. Dia nampak yang paling bersemangat dipendakian pertama ini. Dirinyalah yang pertama kali melontarkan ide mendaki gunung. Aku dan Anjar yang sempat ragu, berhasil diyakinkannya.</p> <p>Menjelang petang, Surya teman kami datang menjemput. Dari Semarang, kami menggunakan sepeda motor menuju pos pendakian gunung Merbabu.</p> <p>Kami sama sekali buta arah, termasuk Surya, dirinya pun baru pertama kali mendaki merbabu. Kami menuju Kopeng, Salatiga. Dan setelah 2 jam perjalanan kami tiba di pos pendakian jalur Thekelan setelah beberapa kali bertanya pada warga lokal.</p> <p>Kami tak tahu sama sekali tentang jalur ini. Informasi-informasi jalur yang aku baca di internet semuanya tentang jalur Selo. Sangat jarang membahas jalur Thekelan. Upayaku mencari tahu tentang jalur ini di internet nihil. Provider selulerku tak menyediakan sinyal di daerah ini.</p> <p>Nampaknya hanya diriku yang khawatir dengan hal tersebut. Anjar, Ucup dan Surya langsung terlelap di basecamp Thekelan yang berupa bangunan rumah permanen ini. Udara dingin dan lelah diperjalanan akhirnya memaksaku memejam.</p> <p>Paginya, rencanaku bertanya pada pendaki lain di basecamp gagal. Hanya ada kami di basecamp ini. Kami hanya mendapat sedikit informasi dari penjaga basecamp bahwa jalur Thekelan memang cukup sepi karena lebih curam dari jalur lain. Bagus, satu-satunya informasi mendaki gunung bagi kami para pemula adalah jalur ini cukup sulit.</p> <p>“Mati” kembali muncul dipikiranku. Pikiran tersebut coba aku hapus. Aku mencoba menikmati pendakian pertamaku.</p> <blockquote><p><em>Sudahlah, hidup mati rahasia Illahi.</em></p></blockquote> <p>Mendaki gunung ternyata melelahkan. Sangat melelahkan. Jauh lebih melelahkan dari yang kami bayangkan. Sudah lebih dari 5 kali kami berhenti untuk beristirahat dalam perjalanan menuju pos 1. Nafas terasa sangat berat, kaki sakit, dan punggung seperti tak sanggup lagi menyangga.</p> <p>Banyak artikel di internet yang menulis, pemandangan indah akan menghapus semua rasa lelah kita. Namun hal tersebut tidak kami rasakan. Kulempar pandangan pada rekan-rekan perjalananku. Anjar dan Ucup nampak sangat kelelahan.</p> <p>Muka mereka pucat.</p> <p>Berusaha membuka mulut agar bernafas lebih ringan. Andai ada cermin disini, mungkin rupaku tak berbeda dengan mereka. Hanya Surya yang nampak cukup tenang. Dirinya memang terbiasa mendaki. Bahkan tugasnya membawa tenda dan perbekalan kelompok kami tak membuat dirinya berkeringat.</p> <p>“Aku mau turun saja, aku nggak mau mati” Ucup berkata dengan nada terputus-putus karena saking beratnya bernafas.</p> <p>“Ayo bro, kita baru 1/4 perjalanan” Surya mencoba menyemangati Ucup.</p> <p>Aku diam. Mendaki gunung ternyata seberat ini. Apalagi bagi kami yang selama ini hanya berada didepan layar laptop. Suasana disini begitu hening. Aku bahkan bisa mendengar detak jantungku dengan sangat jelas. Jantung yang terasa mau copot dari tempatnya. Benarkah kami sanggup mendaki gunung?</p> <p>“Ayo, nggak ada pilihan lain, yang pertama memang selalu berat, nanti kita akan terbiasa” Surya tegas sambil terus melangkah.</p> <p>Kami bertiga saling pandang, entah kenapa meskipun begitu berat tapi kaki ini terus melangkah. Surya mengajarkan kami trik mendaki agar tidak terlalu lelah. Melangkahlah 10 langkah kemudian berhenti 10 detik untuk mengambil nafas.</p> <p>Hal ini ternyata jauh lebih efektif daripada memaksakan melangkah sejauh mungkin, kemudian istirahat duduk lama sampai 5-10 menit.</p> <p>Menurutnya, jika kita istirahat terlalu lama, badan kita kembali dingin dan membutuhkan energi lebih banyak untuk kembali mendaki.</p> <p>“Terus jaga ritme” Surya muncul menjadi penyelamat kami. Memang tidak salah mengajaknya. Dengan ritme seperti itu kami berhasil melalui pos demi pos.</p> <p>Nafas ini masih berat, kaki ini makin bertambah pegal, dan punggung ini makin sakit, tapi entah kenapa kami terus melangkah. Menjelang petang, kami memutuskan mendirikan tenda. Kami berencana mendaki puncak saat menjelang sunrise. Malam itu aku pertama kalinya memejam di tengah udara pegunungan yang sangat dingin. Meski susah namun akhirnya aku terlelap.</p> <p>Mendengar suara gaduh diluar tenda,aku terbangun. Kulirik jam, pukul 4. Ternyata tempat kami mendirikan tenda adalah persimpangan dari jalur-jalur pendakian yang lain. Para manusia pemburu sunrise sudah bersiap menuju puncak untuk menikmati matahari terbit di puncak gunung. Segera kubangunkan Anjar, Ucup dan Surya.</p> <p>Kami bergegas bersiap menuju puncak.</p> <p>Langkah kaki ini tidak seberat kemarin. Pikirku,mungkin badan ini sudah mulai bisa berkompromi. Sepanjang perjalanan dari tempat kami mendirikan tenda hingga menuju puncak banyak kami jumpai nisan-nisan. Langkahku terhenti karena penasaran. Surya membaca gelagatku.</p> <p>“Itu nisan pendaki-pendaki yang meninggal di gunung ini”</p> <p>Aku tercekat.</p> <p>Mereka meninggal di gunung. Bayangan-bayangan tentang kematian yang muncul sebelum kami mendaki kembali muncul.</p> <div class="big-quote"> <p>Mati. Bagaimana mereka mati? Apakah mereka bahagia meninggal di tempat yang jauh dari keluarga atau orang terdekat? Kembali tanda tanya bermunculan.</p> </div> <p>“Nisan itu dibuat oleh rekan atau orang terdekat mereka, sebagai bentuk penghormatan,” Surya masih melanjutkan penjelasannya.</p> <p>Penghormatan tentunya diberikan pada sesuatu yang terhormat. Benarkah meninggal di gunung adalah suatu kehormatan? Aku yang mendaki gunung karena ajakan dan paksaan teman, belum menemukan makna kehormatan tersebut.</p> <p>“Ayo, sebentar lagi <em>sunrise</em>” Surya mengajak melanjutkan perjalanan. Aku kembali melangkah dengan banyak pertanyaan berputar dikepalaku.</p> <p>Tepat saat matahari muncul, kami berhasil tiba di puncak. Puncak pertama di pendakian nekat pertama. Terpaan hangat sinar matahari terasa sangat nikmat. Matahari menyembul dibalik lautan awan. Nampak puncak Gunung Lawu di timur jauh. Aku tengok belakang, pantulan bayangan puncak Sindoro Sumbing di atas awan saat sunrise sangat menakjubkan.</p> <p>Aku kehabisan kata untuk menggambarkan suasana ini.</p> <p>“Ayo foto!” Ucup yang entah kenapa dalam perjalanan menjelang puncak menjadi seperti hp yang baru di charge, sangat bersemangat.</p> <p>Kami berfoto dengan latar sunrise dipuncak gunung, seperti halnya pendaki lainnya. Dipuncak aku kembali menemukan beberapa nisan. Nisan tersebut nampak bersinar terkena terpaan matahari pagi. Ketiga temanku masih sibuk foto-foto, begitu juga pendaki-pendaki lain yang berhasil mencapai puncak. Pemandangan di atas sini begitu luar biasa. Inilah kado kami yang berhasil menaklukan diri kami sendiri.</p> <p>Apakah pendaki-pendaki gunung yang meninggal di gunung ini juga merasakan hal yang sama? Inikah tujuan dari para pendaki gunung? Nisan tersebut diam membeku disana. Tentu saja, itu hanya nisan. Tak mungkin bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanku.</p> <p>“Om, ayo ngemi” Anjar nampak sudah menyiapkan peralatannya. Di pendakian ini memang dia bertindak sebagai koki kami. Bentuk mi ini tak jauh beda dari rasa mi yang biasa aku nikmati dikos.</p> <p>Namun sekarang terasa begitu nikmat. Jargon kalau semua makanan akan terasa lebih nikmat dipuncak gunung ternyata benar adanya. Yah, apapun itu, kami berhasil sampai disini, puncak pertama kami. Wajah ketiga rekan sependakianku sangat cerah, demikian juga aku. Untuk kami yang baru pertama kali mendaki, makna mendaki gunung mungkin baru sekedar mengejar <em>sunrise</em> di puncak.</p> <p>Dulu dosenku pernah berkata, makna suatu hal tak bisa dipelajari dari orang lain, untuk mendapatkan makna itu kamu harus merasakannya sendiri.</p> <p>Kami menikmati mi sambil bersenda gurau menikmati suasana puncak. Dan nisan itu masih diam membeku di sana.</p> <footer> </footer> </article> </body> </html>
11 Film yang Akan Membuatmu Ingin Segera Mengepak Tas Ransel
<!doctype html> <html> <head> <meta charset="utf-8"> <link rel="canonical" href="https://phinemo.com/11-film-yang-akan-membuat-kamu-segera-mengepak-tas-ransel/"> <link rel="stylesheet" title="default" href="#"> <title>11 Film yang Akan Membuatmu Ingin Segera Mengepak Tas Ransel</title> </head> <body> <article> <header> <!-- The cover image shown inside your article --> <figure> <img src="https://phinemo.com/wp-content/uploads/2014/12/before-sunrise-2.jpg" /> <figcaption>photo from tech.kinja.com</figcaption> </figure> <!-- The title and subtitle shown in your article --> <h1> 11 Film yang Akan Membuatmu Ingin Segera Mengepak Tas Ransel </h1> <h2> Film-film tentang perjalanan yang akan membuat kita tak tahan untuk segera menjelajah dunia luar. </h2> <!-- A kicker for your article --> <h3 class="op-kicker"> </h3> <!-- The author of your article --> <address> Shabara Wicaksono </address> <!-- The published and last modified time stamps --> <time class="op-published" dateTime="December 23, 2014">December 23, 2014</time> </header> <figure class='op-tracker'> <iframe hidden> <script> (function(i,s,o,g,r,a,m){i['GoogleAnalyticsObject']=r;i[r]=i[r]||function(){ (i[r].q=i[r].q||[]).push(arguments)},i[r].l=1*new Date();a=s.createElement(o), m=s.getElementsByTagName(o)[0];a.async=1;a.src=g;m.parentNode.insertBefore(a,m) })(window,document,'script','https://www.google-analytics.com/analytics.js','ga'); ga('create', 'UA-57983707-1', 'auto'); ga('require', 'displayfeatures'); ga('set', 'campaignSource', 'Facebook'); ga('set', 'campaignMedium', 'Social Instant Article'); ga('send', 'pageview'); </script> </iframe> </figure> <div id="attachment_1223" style="width: 650px" class="wp-caption aligncenter"><img loading="lazy" decoding="async" aria-describedby="caption-attachment-1223" class="size-full wp-image-1223" src="http://phinemo.com/wp-content/uploads/2014/12/before-sunrise-2.jpg" alt="before-sunrise 2" width="640" height="421" srcset="https://phinemo.com/wp-content/uploads/2014/12/before-sunrise-2.jpg 640w, https://phinemo.com/wp-content/uploads/2014/12/before-sunrise-2-300x197.jpg 300w" sizes="auto, (max-width: 640px) 100vw, 640px" /><p id="caption-attachment-1223" class="wp-caption-text">Foto dari <a title="before sunrise" href="tech.kinja.com" target="_blank">tech.kinja.com</a></p></div> <p>Kebanyakan orang menonton film untuk hiburan. Saya pun. Saya tipe orang yang harus mengikuti alur cerita dari awal, tanpa gangguan. Itulah kenapa saya lebih suka menonton film sendirian dalam kondisi hening. Mengikuti alur kemudian membayangkan seolah kita sendiri yang mengalami peristiwa-peristiwa dalam film sangat mengasyikan bagiku. Tak terkecuali film-film tentang perjalanan.</p> <p>Membayangkan bagaimana luar biasanya mengunjungi negara-negara berbeda hanya dalam 80 hari seperti Phileas Fogg dalam Around The World in 80 Days, atau seperti film Before Sunrise, menjadi Jesse yang bertemu dengan seorang wanita cantik yang ternyata akan menjadi cinta sejatinya di sebuah kereta saat dalam perjalanan menuju Vienna? Imajinasi-imajinasi liar seperti itu sering bermunculan dikepala saat menikmati sebuah film tentang perjalanan. Serasa ingin segera berkemas dan melangkahkan kaki mencari dunia baru di luar sana.</p> <p>Beberapa film bernuansa perjalanan di bawah ini akan membuat Anda segera mengepak barang-barang ke tas ransel.</p> <h2><b>1. Eat, Pray, Love</b></h2> <p>Bayangkan Anda berkeliling ke beberapa negara untuk menemukan hal-hal yang Anda anggap penting dalam hidup Anda? Elizabeth Gilbert memilih <em>traveling</em> untuk mencari makna hidupnya. Di Italia dia menemukan kebahagiaan hati lewat sajian lezat hidangan khas Italia. Untuk menemukan kedekatan dengan Tuhan,sesuatu yang telah lama hilang dari hidupnya, Elizabeth pergi India. Perjalanannya bermuara ke Bali, yang digambarkan luar biasa indah di film ini, membuat siapapun yang menonton ingin segera memesana tiket pesawat ke pulau dewata. Pencarian ‘love’ menjadi salah satu bagian terpenting dari perjalanan Elizabeth.</p> <p><iframe loading="lazy" title="Watch the Official EAT PRAY LOVE Trailer in HD" width="500" height="281" src="https://www.youtube.com/embed/mjay5vgIwt4?feature=oembed" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" referrerpolicy="strict-origin-when-cross-origin" allowfullscreen></iframe></p> <h2><b></b></h2> <h2><b>2. The Motorcycle Diaries</b></h2> <p>Film yang setelah kutonton membuatku merasa yakin bahwa berkeliling dunia menggunakan motor bukan sesuatu yang mustahil. Jiwa berkendara benar-benar tergambarkan dalam film ini. Film yang berlatar tahun 1952 ini mengangkat perjalanan Guevara bersama Granado melintasi Argentina, Cili, Venezuela serta Kolombia sejauh 14000 km.</p> <p><iframe loading="lazy" title="The Motorcycle Diaries Official Film Trailer" width="500" height="375" src="https://www.youtube.com/embed/u6jz_b80V5g?feature=oembed" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" referrerpolicy="strict-origin-when-cross-origin" allowfullscreen></iframe></p> <p> </p> <h2><b>3. Into the Wild</b></h2> <p>Pernah terbayangkan Anda meninggalkan kehidupan normal dan semua rutinitas keseharian Anda? Alexander Christopher Mccandles melakukannya. Dia nekat membuang kartu identitas, kartu debit, bahkan uangnya. Dirinya memilih untuk hidup dipadang luas di Amerika. Menonton film ini kita disuguhkan cara bertahan hidup seorang Christopher yang menjelajahi Las Vegas, Atlanta, serta beberapa tempat lainnya.</p> <p><iframe loading="lazy" title="Into The Wild - Trailer" width="500" height="281" src="https://www.youtube.com/embed/g7ArZ7VD-QQ?feature=oembed" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" referrerpolicy="strict-origin-when-cross-origin" allowfullscreen></iframe></p> <h2><b></b></h2> <h2><b>4. Lost in Translation</b></h2> <p>Film yang berhasil mengangkat nama Scarlett Johansson ini berkisah tentang 2 orang Amerika Serikat yang pergi ke Tokyo untuk alasan yang berbeda. Mereka adalah Bob Harris, seorang aktor yang akan melakukan syuting iklan di Jepang. Serta Charlotte yang datang ke Jepang untuk mendampingi suaminya yang seorang fotografer. Kompleksitas kehidupan di Jepang membuat mereka mengalami <em>culture shock</em> dan mendapatkan masalah karena hal itu. Pernah mengalami <em>culture shock</em> saat <em>traveling</em>? Mungkin Anda akan merasa bercermin saat menonton film ini.</p> <p><iframe loading="lazy" title="Lost in Translation (2003) - Official Trailer" width="500" height="281" src="https://www.youtube.com/embed/sU0oZsqeG_s?feature=oembed" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" referrerpolicy="strict-origin-when-cross-origin" allowfullscreen></iframe></p> <h2><b>5. The Endless Summer</b></h2> <p>Film ini merupakan salah satu film klasik tentang selancar. Di kalangan para peselancar film ini cukup populer. Endless Summer berkisah tentang 2 peselancar yang berkeliling dunia selama musim panas, hanya untuk menaklukan ombak-ombak di pantai yang mereka kunjungi.</p> <p>Film ini cukup menarik meskipun mungkin Anda sama sekali belum pernah berselancar. Saat menonton film ini saya bisa mengerti bagaimana perasaan para peselancar saat melihat ombak besar di pantai, seperti anak kecil yang diberi mainan baru.</p> <p><iframe loading="lazy" title="The Endless Summer - Trailer" width="500" height="281" src="https://www.youtube.com/embed/yZsuQXKkPdw?feature=oembed" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" referrerpolicy="strict-origin-when-cross-origin" allowfullscreen></iframe></p> <h2><b>6. 7 Years in Tibet</b></h2> <p>Film ini merupakan hasil adaptasi dari buku Heinrich Harrer. Film ini berkisah tentang pendakian gunung dalam kondisi yang ekstrim. Kondisi dan suasana pegunungan ekstrim digambarkan dengan bagus dalam film ini. Menonton film ini membuat kita tertantang ingin mendaki gunung yang digambarkan dalam film tersebut.</p> <p>https://www.youtube.com/watch?v=l_IGypkra3E</p> <h2><b>7. Amelie</b></h2> <p>Film berlatar belakang keelokan dan kecantikan Paris ini bercerita tentang Amelie, seorang pelayan berumur 23 tahun. Dirinya ingin menyebarkan kebahagiaan pada orang-orang di sekitarnya. Pesan yang disampaikan dalam film ini tak jauh beda dengan Lost in Translation, namun dengan sudut pandang yang agak berbeda. Film-film tersebut mengingatkan pentingnya kita untuk berinteraksi dengan warga lokal.</p> <p><iframe loading="lazy" title="Amelie (2001)" width="500" height="281" src="https://www.youtube.com/embed/B-uxeZaM-VM?feature=oembed" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" referrerpolicy="strict-origin-when-cross-origin" allowfullscreen></iframe></p> <h2><b>8. Le Grand Voyage</b></h2> <p>Film ini cocok ditonton bersama orang tua, khususnya ayah. Menonton film ini akan membuat kita merasa bahwa kita harus lebih perhatian lagi pada ayah kita. Film ini berkisah tentang seorang ayah dan anak yang ingin naik haji melalui perjalanan darat dari Paris ke Mekkah. Ada satu scene favoritku, ketika si anak bertanya pada sang ayah, “<em>kenapa kita tidak naik pesawat saja</em>?” Jawaban sang ayah akan membuat hati kita tergetar. Temukan sendiri jawaban si ayah dalam film ini. Akhir film ini cukup membuat orang yang menontonnya meneteskan air mata.</p> <p><iframe loading="lazy" title="Le Grand Voyage" width="500" height="375" src="https://www.youtube.com/embed/mDIu4mjXKTg?feature=oembed" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" referrerpolicy="strict-origin-when-cross-origin" allowfullscreen></iframe></p> <h2><b>9. Vicki Christina Barcelona</b></h2> <p>Sebuah drama percintaan yang unik dan kompleks. Berlatar belakang utama kota Barcelona yang indah, cerita ini bermula dari 2 orang wanita Amerika berlibur ke Barcelona. Di sana mereka bertemu dengan seniman bernama Gonzalo. Cerita makin kompleks saat mantan istri Gonzalo muncul. Kecantikan dan keantikan Barcelona menjadi salah satu daya tarik tersendiri dalam film ini.</p> <p>https://www.youtube.com/watch?v=39PuFOTjtk8</p> <h2><b>10. Before Sunrise (Trilogi)</b></h2> <p>Film ini berupa trilogi,yang dimulai dari Before Sunrise. Berawal dari 19 tahun yang lalu, di sebuah perjalanan kereta, Jesse bertemu dengan Celine. Siapa sangka, pertemuan singkat keduanya merubah hidup mereka. Pada film kedua, Before Sunset, keduanya bertemu di Paris saat Jesse meluncurkan buku terbarunya. Mereka hanya memiliki waktu beberapa jam untuk menghabiskan waktu bersama di Paris untuk kemudian Jesse harus pergi. Film terakhir, Before Midnight benar-benar sukses menyuguhkan pemandangan cantik Yunani. Pemilihan lokasi dengan panorama-panorama luar biasa benar-benar menjadi kelebihan film ini. Anda tidak akan bosan saat menontonnya karena akan dihibur oleh pemandangan cantik dari tiap lokasinya.</p> <p><iframe loading="lazy" title="Before Sunrise (1995) (Trailer)" width="500" height="281" src="https://www.youtube.com/embed/9v6X-Dytlko?feature=oembed" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" referrerpolicy="strict-origin-when-cross-origin" allowfullscreen></iframe></p> <h2><b>11. Up</b></h2> <p>Ya,film ini pun mengambil tema<em> traveling,</em> dengan cara yang sangat unik. Carl Fredricksen memasang ratusan balon diatas rumahnya agar dapat terbang menuju Paradise Falls di Venezuella. Carl ingin mewujudkan mimpi yang dulu dibangun bersama istrinya yang telah meninggal. Mereka dulu sempat menabung bersama untuk dapat menuju tempat itu. Sebuah kisah perjalanan yang sangat inspiratif dan mengharukan. Meskipun dengan cara yang tidak biasa, film ini mengajarkan kita untuk berjuang sekeras mungkin mewujudkan mimpi kita meski seluruh dunia berkata tidak mungkin.</p> <p><iframe loading="lazy" title="UP Official Movie Trailer #3" width="500" height="281" src="https://www.youtube.com/embed/pkqzFUhGPJg?feature=oembed" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" referrerpolicy="strict-origin-when-cross-origin" allowfullscreen></iframe></p> <footer> </footer> </article> </body> </html>
Newer Entries