Backpacking Irit ke Bromo Bagi Mahasiswa

Bromo, gunung yang menyimpan sejuta cerita. Tak perlu mengeluarkan banyak uang menuju Bromo, pahami triknya.

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

Menikmati secangkir kopi hangat ditemani sinar matahari pagi, lautan padang pasir, panorama indah luar biasa, siapa yan mampu menyangkal semua keindahan Bromo? Juli ini kutetapkan menuju destinasi populer Jawa Timur itu.

Masalahnya adalah, dana yang kupunya tergolong minim.

Foto oleh Winny Asaari

Aku sempat was-was pada awalnya, tapi bukan backpacker namanya kalau menyerah cuma karena masalah dana.

Bersama 3 orang teman kami nekat berangkat Bromo dengan masing-masing hanya membawa uang Rp 200.000,-.

Hal-hal ini yang kami lakukan, sehingga dapat bertahan berangkat ke Bromo dan pulang kembali ke rumah masing-masing dengan selamat hanya dengan bujet Rp 200.000,-

1. Naik Kereta Ekonomi

Menuju Bromo Banyak tersedia alternatif pilihan dan karena bujet kami pas-pasan maka kami memilih menggunakan Kereta Api Ekonomi. Berangkat dari Stasiun Tawang Semarang, kami menggunakan Kereta Ekonomi Matarmaja dengan tiket seharga Rp 65.000,-.

Meski panas dan pegal tapi lumayan untuk menghemat biaya. Beruntungnya lagi secara tidak sengaja kami bertemu dengan beberapa orang yang akan menuju Bromo juga.Mereka ternyata sudah pernah berkunjung ke Bromo sebelumnya sehingga mereka membagi pengalamannya trik-trik untuk menuju kesana tanpa menghamburkan biaya. Percayalah, berkenalan dengan orang yang satu tujuan diperjalanan sangat berguna.

2. Suka tantangan? Sewalah Sepeda Motor

Setiba di Malang,setelah meregangkan otot sebentar sambil menyeruput angsle, wedang hangat khas Malang, kami bertiga segera mencari persewaan motor dengan harga murah.

Berbeda dengan tempat tinggal kami,disini cukup mudah menemukan persewaan motor. Setelah bernegosiasi, kami menyewa 2 motor untuk 3 orang dengan harga 1 motor Rp 45.000 /24 jam. Kami iuran Rp 30.000,-/ orang. Sebenarnya untuk menyewa motor harus memberi deposit sebesar Rp 300.000,- namun setelah bernegosiasi, dan mungkin Bapak pemilik motor kasihan kepada kami, kami hanya perlu menyerahkan kartu identitas.

Kulirik jam tangan jadulku, saat itu pukul 10.00 WIB. Setelah mendapat wangsit dari si penyewa motor mengenai rute menuju Bromo, kami segera tancap gas menuju Bromo. Menurut bapak penyewa sepeda motor, kami membutuhkan kira-kira 2-3 jam.

Sepanjang jalan udara sejuk menyusup lewat jaket. Inilah yang kucari. Aku memang tak begitu suka udara panas.

Kucoba buka helmku barang sebentar saat kami mulai memasuki jalur yang cukup sepi.

Begitu sejuk dan segar saat angin menerpa wajahku.

Beban paper, laporan, tugas kuliah semua hilang dalam sekejap. Meski sudah cukup malam ternyata jalur yang kami lewati tak sesepi yang kami duga. Cukup banyak pengendara lain, yang nampaknya akan menuju Bromo pula. Terlihat dari pakaian dan barang bawaan mereka.

3. Beramah tamahlah Dengan Backpacker Lain

Diperjalanan ini aku benar-benar belajar pentingnya beramah tamah dengan orang lain saat diperjalanan jauh karena kita tidak tahu hal tak terduga apa yang akan kita hadapi nantinya. Uluran tangan dari orang lain pasti akan sangat membantu.

Saat meneguk segelas kopi hitam sambil beristirahat diwarung makan persimpangan Bromo-Semeru kami berkenalan dengan beberapa orang pemotor dari rombongan lain yang akan menuju Bromo. Meski baru berkenalan suasana begitu ramai dan menyenangkan. Kami layaknya teman yang sudah lama dekat sebelumnya.

Kami memutuskan beramai-ramai menuju Bromo. Di Bromo kami harus membayar tiket masuk, kalau tidak salah seharga 20 ribuan pada saat itu.

Beberapa orang nampak berpindah dari kendaraan pribadi mereka ke jeep sewaan. Kami kembali tancap gas melanjutkan perjalanan. Jarum jam menunjukan pukul 02.00 WIB. Masih cukup lama sebelum sunrise.

Sesampainya dilautan padang pasir aku baru menyadari, betapa beruntungnya kami berkenalan dengan pemotor lain tadi di warung.

Kami saling bantu untuk melewati padang pasir ini karena ternyata cukup susah dilalui menggunakan sepeda motor. Beberapa kali kami bahkan harus turun dan mendorong motor karena saking licinnya.

Sesekali kami berisitarahat sejenak untuk menikmati indahnya bintang diatas sana. Bintang disini terlihat jauh lebih banyak dan lebih terang dari yang biasa kami lihat di tempat tinggal kami. Sungguh luar biasa.

Beberapa jeep sewaan menyalip kami.

Sayang sekali, para penumpang jeep itu tak bisa menikmati sajian tarian ribuan bintang dilangit Bromo ini.

4. Bekal makan akan sangat menolongmu

Sembari duduk-duduk melepas lelah di tengah lautan padang pasir, kami mengeluarkan bekal makan kami masing-masing, roti kering dan beberapa lembar roti tawar dengan selai kacang.

Selai kacang sangat membantu untuk memberi energi tambahan. Kami saling bertukar bekal makan disini. Benar –benar aku tak menyesal menyapa salah satu pemotor diwarung sebelumnya.

Perut dapat terisi dengan kenyang meski hanya membawa bekal makan secukupnya karena tawaran makanan dari backpacker lain.

Tentu kami menawari mereka makanan kami juga, namun mereka tak mengambilnya sedikit pun mungkin karena menyadari bekal kami yang pas-pasan. Kami tak bisa berlama-lama disini karena matahari akan segera menampakan wujudnya.

5. Jangan Mudah Tergoda

Setelah berjuang melewati lautan padang pasir, kami mengistirahatkan badan kami sejenak. Diwarung makan, karena udara dingin yang menyergap, mungkin kita akan tergoda untuk memesan makan dan minuman hangat disini. Jika danamu minim, kuatkan hati dan niatmu. Harga semangkuk mi rebus disini bisa membuatmu terkaget-kaget.

Kami segera fokus bersiap untuk naik.  Kami harus sangat berhati-hati karena jalan yang menanjak cukup curam dan gelap. Akhirnya kami tiba di suatu tempat untuk memarkirkan motor kami. Cukup banyak orang yang bersiap untuk segera mendaki tangga menuju puncak sana.

Setelah menarik nafas sebentar, kami segera menaiki tangga yang konon katanya berjumlah lebih dari 200 anak tangga ini. Kami sampai diatas tepat ketika sang fajar memancarkan sinarnya yang hangat. Raut muka kepuasan terpancar dari wajah kumal kami. Sunrise yang diraih dengan penuh perjuangan terasa begitu berbeda.

***

Bujet yang minim bukanlah halangan. Mencapai puncak Bromo dengan dana minim tidak mustahil. Nyatanya kami bisa melakukannya dengan menyisakan sejumlah uang untuk membeli bekal makanan dan tiket pulang.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU