Sejarah Pempek Palembang, Menelusuri Muasal Sang Kuliner Legendaris

Pempek telah menjadi identitas kultural bagi Palembang. Tak hanya itu, sejarah Pempek Palembang dan cita rasa kuliner ini memikat secara keseluruhan!

SHARE :

Ditulis Oleh: Himas Nur

Sejarah Pempek Palembang memiliki daya pikat yang menarik untuk diperbincangkan. Selain karena euforia Asian Games 2018 belum juga usai dan Palembang sebagai tuan rumah gelaran tersebut, kuliner ini telah populer di kalangan masyarakat Indonesia dan bahkan dunia.

Baca Juga: Potret Terkini Tempat Wisata di Palembang Pasca Asian Games

Perihal inilah yang mendorong Tim Phinemo untuk menelusuri cita rasa kuliner legendaris yang dimiliki; pempek.

Kata mereka tentang sejarah Pempek Palembang

Pada hari kedua petualangan kami di Palembang (5/9/2018) kami menemui teman-teman dari mahasiswa Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sriwijaya.

Kami bertemu dengan Jasni (18) dan membicarakan perihal awal mula adanya kuliner khas ibu kota provinsi Sumatera Selatan tersebut.

Jasni (18) dan Putri (19), mahasiswa Pendidikan Sejarah Unsri (Foto oleh Himas Nur)

Menurut Jasni, pempek dimulai dari adanya kedatangan bangsa Tionghoa, para pedagang itu kemudian mulai menjajakan kuliner berbahan dasar ikan itu dan berkembang hingga sekarang.

”Jadi itu orang Tionghoa yang membuat, penjualnya pada saat itu bernama A Pek, sehingga orang-orang sering memanggilnya dengan sebutan Pek.. Pek..,” ungkap Jasni saat kami temui di kampus Bukit Besar Universitas Sriwijaya pada Rabu (5/9/2018) lalu.

Hal senada disampaikan pula oleh Putri (19), salah satu mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Sriwijaya yang lain. Putri menambahkan bahwa sudah kebiasaan bagi orang Palembang makan pempek. Putri bahkan menjamin bahwa rata-rata orang Palembang pasti menyukai pempek.

”Saya biasanya makan pempek buat camilan, atau biasanya saya makan pada pagi hari untuk sarapan,” ujar Putri menambahkan.

Dipengaruhi letak geografis

Drs. Supriyanto, M.Hum adalah dosen Pendidikan Sejarah di Universitas Sriwijaya (Foto oleh Wike Sulistiarmi)

Hal senada disampaikan pula oleh dosen Pendidikah Sejarah, Universitas Sriwijaya, Drs. Supriyanto, M.Hum. Menurutnya sudah dapat dipastikan bahwa orang Palembang hampir tiap hari makan pempek.

Supriyanto menuturkan bahwa berdasar disiplin ilmu sejarah, pempek tak sekadar dilihat dari bentuknya melainkan pula pembuatnya.

”Kalau pempek kan yasudah seperti itu bentuknya, namun yang membuat jadi berubah kan orangnya atau pembuatnya,” terang Supriyanto pada Phinemo, Rabu (5/9/2018).

Ia menjelaskan bahwa Palembang memiliki 9 sungai besar, termasuk Sungai Musi. Secara historis pempek juga berkaitan dengan letak geografis, karena banyaknya sungai yang mengapit Palembang.

Hal ini dapat dikaitkan karena bahan dasar pempek adalah ikan, sehingga kuliner yang berputar di kawasan Palembang adalah olahan yang berbahan dasar ikan maupun hasil laut, salah satunya pempek.

Salah satu jenis pempek kapal selam (Foto oleh Himas Nur)

”Disini orang bila ingin makan ikan gampang, bisa diolah menjadi berbagai macam kuliner. Biasanya yang diolah seperti jenis ikan Belida, Gabus, dan Tengiri,” ujar Supriyanto.

Selain itu, di Palembang orang-orang juga akan dengan mudah menemui pempek. Sebab tak hanya dijual di lokasi-lokasi sentral pempek kenamaan saja, namun pempek juga biasa dijual dan dijajakan oleh pedagang dengan menggunakan sepeda dari satu gang rumah ke gang lain.

Hal tersebut diamini oleh Dwi Putri (21) salah seorang warga asli Palembang. ”Kalau aku biasanya beli, pasti ada yang lewat di depan rumah,” kata Putri kepada Phinemo pada Kamis (6/9/2018) siang.

Hibridisasi Kuliner Wong Kito

Sentral kampung pempek di kawasan Ilir Palembang (Foto oleh Himas Nur)

Sejarah Pempek Palembang kemudian sampai pada pemaknaan hibridisasi atau persilangan dari ragam populasi yang berbeda. Pempek mulanya dibuat oleh orang asli Palembang kemudian dioper ke orang Tionghoa untuk dijual.

Orang Tionghoa di Palembang saat itu terkenal sebagai ahli dagang. Tercatat pada tahun 1916, pempek mulai dijajakan dengan penjual yang berjalan kaki dari kampung ke kampung, khususnya di kawasan keraton (Masjid Agung dan Masjid Lama Palembang).

Sementara terminologi kata ‘pempek’ memiliki ragam penafsiran dan cerita. Berdasar pada buku Pempek Palembang: Mendeskripsikan Identitas Wong Kito Melalui Kuliner Lokal Kebanggan Mereka (Sumarni Bayu Anita, 2014) Pempek berasal dari kata “apek” yang dalam Bahasa China berarti laki-laki tua yang diceritakan sebagai orang yang pertama kali menjual pempek di sekitar Sungai Musi.

Ada pula yang menjabarkan bahwa pempek berasal dari kata “dimpek-mpekkan” yang dalam Bahasa Palembang adalah istilah cara membuat panganan yang terbuat dari ikan dan tepung tapioka yang “dimpek-mpekkan”(diuleni berulang kali)

Pempek telah menjadi sendi berkehidupan bagi masyarakat Palembang (Foto oleh Himas Nur)

Baca Juga: Bikin Bangga, Pempek Palembang Melanglang Buana dan Kian Populer di Mata Dunia

Terlepas dari ragam terminologi dan muasal kuliner ini, pempek sudah menjadi identitas kultural bagi Palembang dan bahkan Indonesia. Pempek menjalar dalam berbagai sendi kehidupan warga Palembang.

Supriyanto yang telah menetap di Palembang sejak tahun 1984 menuturkan bahwa pempek sejak dahulu memang telah menjadi makanan sehari-hari, teman beraktivitas, bahkan makanan yang selalu disuguhkan di ruang tamu masing-masing rumah di Palembang.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU