Api biru di Kawah Ijen menjadi daya tarik tersendiri, hanya ada dua di dunia dan salah satunya di Banyuwangi. Sebuah kabupaten di ujung timur Pulau Jawa. Sebagian traveler menjadikannya alternatif singgah sebelum menyebrang ke pulau Bali melalui Pelabuhan Ketapang.
Banyuwangi mulai menjadi perhatian para traveler Indonesia sejak tahun 2010. Kota itu melakukan banyak kegiatan-kegiatan untuk menarik para wisatawan. Saya termasuk orang yang tidak beruntung, saya tiba di Banyuwangi jam 8 malam dan melewatkan festival green yang di adakan di Pantai Boom sore harinya.
Bagaimana menuju Banyuwangi?
Satu-satunya perjalanan darat paling bersahabat menuju Banyuwangi adalah menggunakan KA Sritanjung dari Jogjakarta selama 14 jam. Kereta ekonomi ini berhasil membuatku tidak mati kutu karena colokan listrik dapat berfungsi dengan baik. Tidak ada lagi kehabisan baterai smartphone, bahkan penumpang di depan saya bisa main NFS dengan laptopnya.
Jangan turun di Stasiun Banyuwangi, stasiun ini lebih dekat dengan Pelabuhan Ketapang dari pada pusat kota Banyuwangi.
Turun di Stasiun Karangasem, 5 menit dari alun-alun kota dengan berkendara sepeda motor, stasiun ini adalah stasiun paling dekat dengan pusat kota Banyuwangi.
Alternatif jalur darat lain adalah menggunakan bus. Waktu tempuh Surabaya ke Banyuwangi kurang lebih 7-8 Jam. Ada dua rute untuk sampai di Banyuwangi, cari bus yang tidak memutar melalui Jember. Apalagi jika perjalanan malam hari. Selain waktu tempuh lebih lama, bus yang melewati Jember rawan terjadi kejahatan. Bus berhenti di terminal Sritanjung, dekat dengan Pelabuhan Ketapang. Sekitar 15 KM dari pusat kota Banyuwangi.
Hindari sampai di terminal Sritanjung malam hari, dengan berangkat pagi dari Surabaya karena akses ke pusat kota tidak mudah.
Siapkan tubuh sebelum berangkat menuju Banyuwangi. Editor phinemo, Shabara Wicaksono, akhirnya tidak sempat melihat api biru dari dekat gara-gara kehabisan nafas, tapi dia menemukan cerita saat berada di puncak Gunung Ijen.
Jarak dari pos Paltuding sampai ke puncak hanya 3 KM, dengan kondisi jalan berupa tanjakan tanah berpasir. Jalan datar hanya ditemui 500 meter sebelum sampai puncak gunung Ijen.
Api biru bisa dilihat dengan berjalan menurun menuju bibir kawah. Jalan lebih terjal, lebih sempit, dengan batu-batuan yang mudah bergerak.
Pastikan kamu membawa senter atau headlamp sebagai penerangan. Jika datang berombongan usahakan setiap personil membawa penerangan sendiri-sendiri.
Jika angin sedang tidak mendukung, kepulan asap dengan bau belerang menyengat bisa menutupi jalan menuju bibir kawah. Masker bisa menjadi senjata wajib yang harus di bawa untuk mengurangi bau kentut -belerang.
Waktu terbaik ke Kawah Ijen adalah bulam Mei. Saat musim hujan telah selesai dan berganti menuju musim kemarau. Kondisi langit terbaik kawasan Indonesia untuk melihat sunrise ataupun sunset.
Jika kamu merasa tenagamu untuk naik gunung pas-pasan, berangkat dari pos Paltuding pukul 00.00 WIB. Sehingga perjalanan bisa lebih santai dan sampai di bibir Kawah Ijen jam 3 pagi.
Jika sudah puas melihat bagaimana bentuk si api biru Kawah Ijen, segera kembali naik ke puncak Gunung Ijen dan menuju pos pucuk untuk menanti matahari terbit.
Pos ini berada di sisi kanan dari persimpangan menuju Kawah Ijen. Terdapat sebuah bangunan belanda yang telah hancur.
Pada bulan Mei matahari terlihat lebih besar dari pada bulan-bulan lainya. Tidak salah Banyuwangi di sebut sebagai ‘Sunrise of Java‘.
Tidak ada angkutan umum untuk bisa sampai di Pos Paltuding, apalagi malam hari.
Satu-satunya cara adalah menyewa kendaraan. Bisa menyewa mobil dan sopirnya atau sepeda motor yang harus memberikan deposit sebagai jaminan.
Sekarang jalan menuju ke Kawah Ijen sudah manusiawi, sepeda motor bisa naik ke Pos Paltuding dengan tenang, asalkan bensin terisi penuh. Di sini bensin eceran seharga sekali makan siang, Rp. 20.000,-.
Dengan waktu yang sangat pendek jangan memaksakan diri untuk mengunjungi semua tempat wisata di kawasan Banyuwangi. Kamu harus memilih lebih menikmati pantai atau taman nasional.
Namun ada pula destinasi yang bisa menikmati keduanya.
Lebih baik menikmati tempat dan hal baru dari pada berburu selfie di setiap tempat tanpa menikmati perjalanan itu sendiri.
Saya memilih mengunjungi Taman Nasional Baluran, tempat dimana kamu dapat menikmati kicauan burung di Taman Bekol, dan sekaligus deburan ombak Pantai Bama tak jauh dari situ.
Taman Nasional Baluran terletak di sebelah utara Kabupaten Banyuwangi, wilayah Banyuputih, Situbondo.
Sesekali kamu bisa mengamati ayam hutan yang memiliki cengger berwarna warni. Membelah kerumunan kupu-kupu beterbangan, dengan corak berwarna kuning.
Jika kamu beruntung kamu bisa menemui merak yang terbang melandai kemudian lari berkeliaran di padang savana. Kumpulan kidang juga dapat di temui dengan mudah disini.
Pantai Bama terletak 2 Km dari Taman Bekol. Monyet-monyet berkeliaran di tempat ini. Meski pantainya tidak terlalu luas, namun sarana dan prasarananya cukup lengkap. Dari snorkeling hingga hingga menyewa kano sudah tersedia di sini. Cafetaria dan mushola bisa didapatkan dengan mudah.
***
Satu hal yang harus kamu coba saat di Taman Nasional Baluran adalah menginap di penginapan kawasan Taman Bekol. Ini menjadi salah satu tujuan saya berikutnya saat berkunjung lagi ke tempat ini.
Mencoba membayangkan pagi-pagi, duduk melihat padang savana yang luas.
Beberapa pohon besar berdiri dengan jarak antar pohon sangat jauh. Melamun dan memandangi pohon paling dekat, terlihat begitu rimbun dan kokoh. Ditemani sedikit nyanyian merdu berbagai jenis burung di Taman Nasional Baluran. Dengan Gunung Baluran menjadi latar belakang semua potret kehidupan alam liar tersebut.
I made up my mind not to care so much about the destination, and simply enjoy the journey – David Archuleta