“Bandung gudangnya kreativitas”, begitulah tanggapan beberapa teman yang pernah berkunjung ke Kota dengan banyak sebutan khas, dari Sebutan Kota Kembang, Kota Fashion, Kota Kreatif, Kota Wisata, Kota Kuliner, hingga julukan Paris van Java.
Layaknya pusat wisata yang tersohor di Jawa Barat, Bandung seakan tak pernah mati dari keramaian, terlebih jika malam minggu tiba. Banyaknya anak muda dari penjuru daerah yang berburu ilmu diberbagai Universitas kota Bandung semakin membuat kota ini menjadi lautan anak muda.
“Belum jadi anak gaul kalau belum liburan dan hang out di Bandung” celotahan singkat dari salah seorang teman yang berdomisili di Bandung membuat saya tertantang untuk menjajal menikmati malam minggu di kota itu. Terbukti, beberapa titik memang berhasil menjadi magnet anak muda yang mengaku “gaul”. Tapi, jika kamu bukan tipe pecinta keramaian, sebaiknya pikir dua kali.
Jika Jogja punya Jalan Malioboro, maka Bandung juga punya jalan legendaris nan ramai, terlebih jika terdapat even-even, seperti even kuliner, bazaar pakaian, dan lain sebagainya. Urang Bandung dengan lantang menyebutnya Jalan Braga.
Beruntung saya datang ketika digelar sebuah even kuliner. Berjalan malam hari ditemani segelas bajigur sambil menikmati hilir mudik pejalan kaki. Rasa manis, sedikit aroma kopi dan hangatnya jahe menambah pekatnya suasana di tanah Sunda.
Walaupun jajanan yang ditawarkan berupa kuliner tradisional, tak menyurutkan anak muda untuk mendatangi lokasi ini.
Bukan Paris di Perancis yang saya maksud, tapi sebuah resort yang dijuluki sebagai Parisnya Kota Bandung. Hampir sebagian besar anak muda mengaku pernah ke Paris van Java. Tak perlu ke Eropa untuk bermain ice skating, di negara tropis, kamu juga bisa menjajal olah raga ini.
Di Paris van Java, kamu bisa menjajal olah raga yang tak lazim di Indonesia. Pertama mencoba kamu layaknya seorang anak kecil yang belajar berjalan. Memang tak semudah yang dibayangkan, licinnya es dan pipihnya permukaan sepatu, membuat saya jatuh untuk berkali-kali.
“Belum ke Bandung kalau belum ke Dago” itulah jawaban seorang pemuda bergaya hip hop yang saya temui ketika bermain ice skating di Paris Van Java. Bagi seorang yang senang dunia fashion, Dago adalah surga bagi kalian.
Tak salah jika Bandung dikatakan sebagai parameter fashion di Indonesia, pasalnya begitu begaram outlet yang menawarkan berbagai model pakaian terbaru. Harga-harga yang terbilang ramah untuk merek terkenal, justru telah berhasil membuat saya gagal untuk berhemat.
Tak ingin kalah dengan Bapak Jokowi, sang Presiden RI, saya pun mengikuti gaya beliau yang blusukan berburu sepatu ke Cibaduyut. Harga miring tak semata-mata mengurangi kualitas sepatu kulit di sini.
“Kita mah produksi sepatu yang penting kualitas neng, makannya jangan heran, turis-turis dari pada beli di sini juga. Yah gak kalah lah sama sepatu di Prancis” ucap salah satu penjaja sepatu kulit.
Tanpa pikir panjang, sayapun memasukan Cibaduyut dalam kamus belanja.
Bomboo, Noah, Gigi, dan Tulus, tentu kamu taka sing dengan deretan musisi tersebut. Tak salah memang jika Bandung dikutuk sebagai kota kreatif karena Bandung telah sukses mencetak nama-nama seniman dan musisi yang namanya cukup melejit di tanah air.
Sempat tergelitik saat melihat status di twitter yang banyak membully para jomblo. Seperti sudah menjadi kebiasaan di jejaring sosial, jomblo menjadi tranding topic hanya dalam hitungan detik.
Lain halnya dalam dunia maya, di Kota Bandung jomblo tak lagi di bully, justru diberikan tempat khusus. Beruntung kota Bandung memiliki walikota kreatif seperti Ridwan Kamil, atau akrab disebut Bang Emil.
Tak ada yang khas dari taman ini, hanya bangku-bangku kecil berbentuk kubus yang saya lihat. Mungkin karena bangku ini kecil dan hanya bisa diduduki oleh satu orang itulah filosofi dari taman ini.
Menikmati gurihnya cireng, segelas es the, dan sepoi-sepoi angin menambah nikmatnya suasana menontof film indie sore itu. Bermodal foto selfie sedang memungut sampah plastik, saya bisa menikmati film secara gratis.
Makan malam ditemani alunan lagu jazz dan lilin aroma terapi sepertinya sudah sangat lazim di beberapa tempat. Bandung memang mengerti apa yang saya mau, makan malam yang jauh dari kata mainstream. Coba nikmati makan malam sekaligus menguji nyali di cafe uji nyali.
Jantung benar-benar dibuat copot ketika sesosok kuntilanak mendekati saya saat menikmati santapan mr. gepeng atau tempe mendoan dan susu kunti alias susu sapi. Totalitas dalam menguji para pelanggan tak hanya terhenti sampai di penampakan saja. Saya pun tertantang masuk ke wahana uji nyali yang sudah disediakan oleh pihak pengelola.
Salah satu yang terkenal dari Bandung di mata orang luar kota adalah pemuda Bandung yang terkenal cantik dan tampan. Tak kalah jika banya deretan nama artis yang berasal dari Bandung.
Ciri khas kulit putih dengan warna pipi merona sempat membuat saya merasa paling eksotis di antara gadis-gadis lain.
“Foto selfie adalah bukti bahwa kamu pernah mengunjungi tempat tersebut, tidak hanya sekedar foto pemandangannya” ucapan seorang teman yang hobi fotografer berhasil mensugesti saya untuk selalu muncul di dalam memori kamera. Banyaknya fotografer yang serius memotret modelnya, membuat saya tak ingin kalah untuk mengabadikan momen.
Gedung merdeka adalah salah satu spot foto yang cukup bagus. Selain menjadi spot terbaik untuk pengambilan foto, gedung megah bercat putih ini juga merupakan saksi bisu sejarah konferensi Asia-Afrika di Indonesia.
Bandung tak hanya sekedar destinasi wisata dengan berbagai lokasi menarik untuk dikunjungi, tapi memberikan saya inspirasi betapa wajibnya anak muda untuk berkreasi.
Kreativitas tanpa batas
bisa jadi sebuah kunci bagi para pemuda Indonesia untuk turut serta dalam pembangunan. Tak salah bila sosok Bung Karno berkata
Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya … Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia