Hutan Pinus Indonesia kian diminati potretnya oleh millenial kekinian. Pasalnya, deretan pohon indah tersebut dapat dikatakan instagramable. Namun di balik ke-instagramable-an pinus, bagaimana sebenarnya nasibnya kini?
Sekelompok peneliti muda meneliti dua desa di tepi hutan pinus, di pegunungan sebelah barat Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Amatan mereka berkisar pada tren orang kota dan nasib orang desa yang bertetangga dengan hutan pinus.
Penelitian itu mengurai dampak hutan pinus yang mulai ditanam di sana sejak 1985, tiga puluh tiga tahun lalu. Ketika itulah program penghijauan mulai mendatangkan Pinus Merkusii jung et de vriesee, sering diringkas pinus merkusii.
Diketahui bahwa pohon pinus memiliki beberapa ´habit´ yang kurang baik bagi kelangsungan hidup makhluk hiduo di sekitarnya.
Pohon pinus sering menjatuhkan buah di mana-mana lalu tumbuh begitu saja dengan gampangnya, di lahan kritis sekalipun. Mereka mengisap semua makanan yang juga menghidupi pohon-pohon lain.
Hasilnya, bila Anda melihat gerumbul pohon pinus, di sana hanya akan ada pohon pinus. Pohon-pohon lain sulit bertumbuh di sela-selanya. Nasib rerumputan dan belukar juga demikian.
Jenis Pinus Merkusii memiliki kemampuan mencegat air hujan, dengan ‘tingkat intersepsi’ yang sangat tinggi. Daun pinus harus terus mengisap air setiap ada kesempatan.
Tingkat intersepsinya pun semakin tinggi ketika curah hujan sedang rendah. Semakin sedikit air dari langit, semakin rakus mereka mencegatnya.
Selain itu bentuk tajuknya yang berkerucut memungkinkan mereka bertumbuh dalam jarak antar pohon yang sangat rapat. Tutupan hutan yang rapat ini mencegah air hujan langsung jatuh ke tanah.
Akibatnya, air yang masih sempat lolos dari hadangan daun dan jatuh ke lantai hutan susah meresap, mereka berkumpul di permukaan tanah lalu mengalir sebagai limpasan.
Pinus merkusi juga mengisap air yang sudah mengalir di bawah tanah. Sehingga mereka mengisap air sampai kira-kira tujuh kali lipat lebih banyak dibandingkan pohon-pohon tinggi lainnya.
Akhirnya, air yang mereka cegat dari langit tak sudi mereka bagikan sebagaimana pohon-pohon lama yang menghuni hutan-hutan asli Sulawesi.
Hutan pinus tak mengalirkan sebagian air yang mereka simpan untuk menjadi air tanah. Sebagian air yang mereka isap akan mereka terbangkan kembali ke langit.
Karena itu, sejak pohon-pohon itu tumbuh besar dan berlipat ganda, banyak mata air lenyap.
Namun, di kekinian gugusan pohon pinus ini justru ramai digilai oleh para pemburu destinasi instagramable. Hutan pinus memang memiliki keindahan estetik yang unik dan tak didapatkan oleh gugusan pohon lain.
Namun, bagi orang desa yang bermukim di dekat hutan pinus, gugusan pohon instagramable itu adalah bencana.
Kala kemarau tiba, petani akan susah payah mencari air untuk menyiram lahan dan tanamannya. Pohon meranggas, sawah gagal panen, anak-anak, lelaki dan perempuan harus naik turun lereng untuk mengangkut air dengan ember. Bolak-balik sepanjang 2 meter setiap pagi dan sore, demi memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Lalu bagaimana dengan kita di sini, para pemburu latar instagenik dunia maya?
Tidakkah sudah tumpah ruah ´kebutuhan pokok´ kita terpenuhi di atas kekurangannya kebutuhan pokok saudara-saudara kita yang bermukim di kawasan hutan pinus sana?