Menginjak kawasan Kota Tua, saya serasa sedang berada dalam dimensi waktu pada masa kolonial Belanda. Deretan bangunan tua nan megah berdiri kokoh dan ada beberapa bangunan yang sudah mulai rusak tak terawat.
Kota tua memang tua, tapi kota ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi anak muda bangsa untuk mempelajari perjuangan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan.
Kota tua menjadi destinasi menarik untuk dikunjungi. Sebuah keunikan yang saling bersimbiosis mutualisme:
1. Di sinilah tempat untuk bersepeda yang nyaman
Ketika bersepeda di jalanan desa yang lengang sudah terlalu mainstream, saya memilih untuk bersepeda dengan suasana lain yang tak akan saya jumpai di desa. Puluhan sepeda otel berjejer rapi siap sewa. Harga sewa sepeda, saya dapat Rp 30.000,- per jam nya setelah melakukan penawaran lengkap dengan aksesoris topi ala noni Belanda.
Setiap sudut kota tua menjadi incaran saya. Biasanya saya hanya bisa melihat hamparan hijau ketika bersepeda di kampung halaman, di sini gedung-gedung tua nan megah yang menjadi latar.
2. Berfoto di Rumah Akar Jumanji
Bangunan paling menarik yang saya temui. Sebuah rumah tua yang di tumbuhi pohon besar di dalamnya. Anehnya akar-akar pohon tersebut menjulur hingga ke segala arah. Tembok-tembok tua lebih terlihat menawan dengan aksesoris alami. Rumah ini terlihat seperti rumah dalam film Jumanji pada scene-scene akhir.
3. Menikmati metahari terbenam di Pelabuhan Sunda Kelapa
Maasih di daerah kota tua, sebuah nama pelabuhan yang sering muncul di dalam buku IPS, sejak saya berseragam putih biru. Sunda Kelapa, pelabuhan tertua di Jakarta. Saya bersepeda mengenakan topi ala noni Belanda menuju pelabuhan ini karena jaraknya yang tak terlalu jauh. Matahari terbenam di pelabuhan ini klasik, sangat romantis.
4. Adegan mendebarkan dari si Kuda Lumping
Kuda lumping yang biasa saya lihat adalah mereka yang suka makan beling dan kemudian menari-nari karena konon katanya terdapat mahluk halus yang memasuki tubuhnya. Tapi berbeda dengan yang kulihat di sini.
Ini seperti adegan kekerasan yang membuat jantung saya menciut dan berdebar-debar untuk melihatnya. Dua orang berdiri di atas tubuh seseorang dengan menginjak bagian kepala dan satu menginjak lutut. Sangat tidak saya rekomendasikan bagi kalian yang tak kuat melihat kekerasan, dan juga membawa anak kecil.
5. Bersembunyi dari Ondel-ondel yang menyeramkan
Terserah banyak orang bilang mereka menarik dan lucu. Boneka asli Betawi dengan badan tinggi besar, topeng wajah yang mengerikan membuat saya ingin berlari menjauhinya. Melihat mereka diam saja, sudah cukup mengerikan bagi saya, apalagi melihat mereka berjoget mengikuti alunan musik.
6. Mengusili patung bergerak yang hidup
Patung pejuang 45 nampak menarik. Seluruh badannya dicat keemasan, lengkap membawa bendera merah putih. Dia berpantomim diam. Saya usil menggelitik perutnya. Luar biasanya, dia samasekali tak bergeming!
Selain itu adapula noni Belanda. Badannya yang gempal, dengan mengenakan gaun putih, payung putih, dan berwajah sangat putih. Noni Belanda ini lucu, sangat senang ketika ada pengunjung yang mengajaknya berfoto. Keluarlah gaya-gaya narsis andalannya. Seorang noni Belanda lintas zaman saya pikir.
7. Keramahan seorang pria tua di pusat informasi
Sebenarnya banyak makanan yang dijual di sini, namun entah mengapa saya kurang berselera untuk menyantapnya. Pusat informasi kawasan wisata menjadi tempat kami bertanya. Seorang bapak tua beruban di pusat informasi memberi rekomendasi sebuah warung makan yang cukup terjangkau dan lezat. Beliau menunjukkan tempat makan yang menjual sate kambing lezat langganannya di sekitar Kota Tua. Bahkan beliau menawarkan untuk mengantar saya dan teman saya ke tempat tersebut karena melihat kami kebingungan. Meski merasa akan sangat tertolong kami menolak tawaran bapak tua ramah tersebut karena takut mengganggu tugasnya. Setelah berterima kasih kami segera keluar kawasan Kota Tua, berkelana mencari warung sate kambing yang ditunjukan di bapak.