Di Papua terdapat Lembah Baliem yang dihuni oleh masyarakat Suku Dani. Inilah 6 fakta mengenai Lembah Baliem;
Babi dan anjing menjadi mayoritas hewan peliharaan bagi masyarakat Papua. Hal ini memberi kesan bahwa agama yang mereka peluk adalah non-muslim. Namun kenyataannya, di distrik Walesi Papua, masyarakatnya menjadi pemeluk agama islam terbesar di Tanah Papua. Walesi menjadi pusat pendidikan agama islam bagi masyarakat Suku Dani. Di sini terdapat sebuah madrasah dan presantren yang sudah berumur tua.
Perbedaan agama ini tidak lekas menjadi sebuah perpecahan. Mereka bisa hidup rukun satu sama lain. Bahkan tak sedikit dari satu keluarga yang menganut perbedaan keyakinan. Islam memberikan warna berbeda di Tanah Papua. Jika tradisi adat ‘bakar batu’ di Papua biasa menggunakan daging babi, muslim di Walesi Papua menggantinya dengan daging ayam.
Acara Festival Lembah Baliem, merupakan acara perang antar Suku Dani, Suku Lani, dan Suku Yali. Perang antar suku ini tentunya aman untuk disaksikan. Bahkan acara festival ini menyedot perhatian para wistawan lokal maupun dunia. Acara berlangsung selama 3 hari dan dilaksanakan setiap bulan Agustus menjelang perayaan kemerdekaan Indonesia.
Atraksi ini bermakna positif bagi masyarakat Lembah Baliem yaitu ‘yogotak hubuluk motog hanaro‘ yang artinya ‘harapan akan hari esok yang harus lebih baik dari hari ini.’
Ungkapan rasa sedih atas kehilangan sanak keluarga bagi Suku Dani di Lembah Baliem yaitu dengan potong jari (ikipalin). Inilah simbol dari rasa sakit dan pedih yang mereka rasakan. Karena bagi masyarakat Suku Dani, jari tangan melambangkan kerukunan, kebersatuan, dan kekuatan dalam diri manusia.
Pemotongan jari ini bisa dilakukan dengan benda tajam, digigit hingga putus atau mengikatnya dengan seutas tali hingga jari mati dan setelahnya baru dipotong. Terdengar sangat mengerikan memang. Namun, seiring perkembangan zaman, aksi potong jari makin ditinggalkan.
Selain potong jari, ada juga aksi mandi lumpur yang memberi makna bahwa setiap manusia yang meninggal akan kembali ke tanah.
Lembah Baliem berbentuk perbukitan hijau yang memiliki pemandangan sangat indah dan alami. Namun, di atas sini justru terlihat pemandangan seperti pantai dengan adanya pasir putih. Tekstur pasir putih di Lembah Baliem sama persis dengan pasir yang ada di pantai dan bahkan terasa asin.
Tak hanya pasir putih yang menguatkan pendapat bahwa Lembah Baliem dulunya adalah danau. Lembah Baliem juga juga memiliki batu-batu granit yang menyembul dari tanah. Konon, kawasan ini dulunya memang sebuah danau. Namun akibat gempa, terjadilah perubahan alam akibat lempeng-lempeng bumi yang bergeser.
Ini merupakan perayaan atau pesta yang dilakukan oleh Suku Dani di Lembah Baliem ketika mendapati kelahiran, pernikahan, upacara kematian, syukuran, atau euforia setelah perang. Uniknya api yang dibuat tidak menggunakan korek api, melainkan dengan menggesek-gesekkan 2 kayu hingga menimbulkan api, yang lantas kemudian digunakan untuk membakar batu. Batu disusun di atas tumpukan daun yang kemudian akan dimasuki ubi atau babi untuk dimasak. Kegiatan bakar batu membutuhkan gotong royong yang solid. Di sinilah bentuk kerukunan yang paling terlihat.
Di Lembah Baliem, terdapat mumi yang usianya sudah mencapai 300 tahun yang di simpan dalam pilamo (rumah laki-laki). Mumi tersebut bernama Wim Motok Mabel yang merupakan panglima perang. Jasad mumi dipercaya mampu mensejahterakan seluruh keturunannya di masa mendatang.