Traveling itu sungguh menyenangkan! Karena bersamanya saya tidak hanya akan menemukan sudut pandang baru mengenai dunia, akan tetapi saya juga menemukan sisi lain diri sendiri yang belum pernah saya ketahui.
Beberapa hari sebelum keberangkatan, saya selalu berusaha mempersiapkan segalanya sebaik mungkin, mulai dari titik temu dengan teman-teman, perjalanan menuju destinasi, hingga tiba pada saat saya untuk kembali ke rumah.
Demi mendapatkan kenyamanan dan kesenangan yang maksimal, maka saya memiliki barang wajib bawa yang selalu ada setiap kali saya bepergian.
Bagi saya, smartphone sangat layak untuk menempati urutan teratas dari daftar barang yang wajib dibawa ketika traveling.
Sejauh saya melakukan perjalanan, ponsel yang saya bawa terbukti sangat bisa diandalkan saat dalam banyak keadaan tidak terduga. Dengan menggunakan aplikasi GPS bawaan, saya beserta teman-teman berhasil menemukan jalur alternatif dari stasiun Jatibarang Cirebon menuju desa Mundak Jaya di Indramayu tanpa harus melalui jalur Pantura yang terkenal horor itu. Atau ketika saya berhasil menemukan promo penginapan seharga Rp 50.000,- per malam untuk dua orang dengan fasilitas AC dan air panas di pelosok gang Sosrowijayan Wetan, Jogja.
Hingga pada bagian yang paling saya suka, saya biasa membuat catatan kecil perjalanan melalui aplikasi Evernote kapan saja tanpa harus tersambung jaringan Internet. Kesemuanya dapat saya lakukan menggunakan satu alat praktis yang bahkan muat ke dalam saku.
Meski saya telah berusaha sebisa mungkin untuk tidak terlalu sering menggunakan gadget ketika sedang berlibur, namun baterai menjadi cepat habis saat dalam keadaan tertentu.
Seperti ketika ponsel harus bertahan dalam dinginnya angin malam gunung Merbabu, atau ketika saya harus terus browsing mencari penginapan di dalam bis saat hendak ke Tuban. Untuk itulah kehadiran power bank sebagai pengisi daya cadangan sangat diperlukan.
Kriteria power bank yang saya gunakan bukan tergantung merek, namun volume baterai dan beberapa fitur penunjang seperti auto disconnect after fully charging dan juga memiliki beragam bentuk kepala charger.
Volume baterai pun tidak selalu harus tinggi, 5600 mAh lebih dari cukup untuk menyediakan nyawa cadangan bagi gadget saya selama dua hingga tiga hari ke depan sampai saya menemukan sumber listrik lagi.
Saya kesulitan membuka kulit buah Lai yang dibeli di Bukit Soekarno, Kalimantan, ketika menyadari multitools yang biasanya ada di ransel tertinggal di Jakarta, saya jadi harus keluar penginapan untuk meminjam pisau dapur untuk menyicipi buah eksotik ini.
Seperti namanya, multitools kini memiliki lebih banyak fungsi yang bervariatif, namun bagi saya setidaknya ada empat benda yang harus ada pada sebuah muti tool. Mereka adalah gunting kecil, pisau lipat, pembuka kaleng dan gergaji mini. Multitools ini juga sangat berguna untuk mendukung saya yang sedang senang mendaki gunung.
Setelah seharian menggunakan gadget, setibanya di penginapan saya dan teman-teman seperjalanan biasanya akan langsung berebut mencari adapter listrik untuk mengisi kembali daya gadget masing-masing.
Hal ini menjadi menyebalkan ketika dalam satu kamar yang disewa hanya menyediakan satu adapter, itulah mengapa adapter tambahan patut masuk dalam daftar barang wajib bawa kali ini. Tidak ada kriteria khusus dalam memilih adapter, selama memberikan minimal tiga lubang tambahan bagi saya sudah cukup. Namun salah satu rekan yang sedang berada di Doha -Qatar menambahkan tips jika ingin menjelajahi negara yang berbeda, usahakan membeli adapter bersifat universal dan yang bisa mengatur voltase secara manual.
Ini dikarenakan setiap negara memiliki tingkat voltase dan jenis colokan yang berbeda antara satu sama lain, seperti di Indonesia yang pada umumnya menggunakan daya 220 volt, sedangkan Jepang menggunakan daya sekitar 110 Volt.
Meski beberapa power bank saat ini sudah dilengkapi dengan senter, namun saya masih membutuhkan headlamp di dalam tas.
Headlamp terbukti berguna ketika travel bus yang saya naiki menuju Solo mengalami pecah ban di tengah malam, sedang sang pengemudi bersama kernetnya tidak memiliki alat penerangan, hasil membantu dengan sedikit obrolan santai, akhirnya mereka memberikan saya potongan harga dua puluh lima persen saat saya kembali ke Jakarta beberapa hari kemudian.
Juga ketika saya harus meniti rapatnya kebun tembakau di desa Banyuglugur dalam keadaan gelap demi mencapai lokasi ideal berburu matahari terbit yang cantik Situbondo. Kriteria headlamp yang ideal bagi saya adalah dengan lampu LED dan bahan bakar baterai, syukur-syukur jika juga waterproof.