Ini pertamanya aku menjajal lomba lintas alam! Awalnya tak pernah terpikir sebelumnya, namun aku pikir cukup menarik.
Aku putuskan mengikuti Lomba Lintas Alam untuk memperingati Hari Jadi Cilacap dan Hari Air Sedunia. Meski buta aturan bagaimana aturan main dari lomba lintas alam, yang jelas lomba ini pasti kental dengan persaingan. Dan yang paling membuat diri ini begitu berdebar adalah, aku akan menjelajah Nusakambangan! Tidak banyak orang yang bisa masuk ke tempat-tempat tertentu disini. Dan aku akan menjadi salah satu orang ‘spesial’ yang bebas menjelajah pulau ini.
Serangkaian kegiatan memberikan pelajaran berharga dan mengubah ekspektasi ku tentang Lomba Lintas Alam.
Ya, ketepatan lah yang paling utama, bukan kecepatan.
Sebagian besar peserta adalah bagian dari para pencinta alam. Tentu sudah sangat berpengalaman dalam hal lintas alam.
Petunjuk pertama para peserta diarahkan untuk menuju Pos I yang hanya disebutkan berapa jarak tempuhnya. Panitia hanya mengarahkan berapa lama waktu yang ditempuh untuk dapat sampai di Pos I. Hanya untuk ketepatan waktu bukan untuk cepat-cepatan sampai. Jalan santai atau jalan biasa pun boleh, tak perlu saling susul sampai di tempat tujuan. Yang dibutuhkan adalah ketepatan waktunya bukan kecepatannya. Estimasi waktu yang paling tepat antara waktu dengan jarak yang ditempuh. Namun, dipertengahan jalan masih saja aku melihat berbondong-bondong, susul-susulan memburu waktu itu. Aku tetap santai dan berjalan sesuai rute yang dipilih.
Aku akui, ini hal yang fatal. Aku memakai alas kaki yang kurang tempat. Hanya memakai sandal biasa untuk medan luar biasa. Medan tempuh penuh batu, tak jarang dijumpai tanah licin berair, menanjak dan menurun. Terdapat jalanan bekas sungai kecil. Medan tempuh menuju pos I dan pos II masih bisa aku tempuh dengan wajar. Saat menuju pos III medan yang di tempuh sangat becek, tanah liat seperti di sawah, ditambah medan yang menanjak dengan kemiringan sekitar 60 derajat.
Akhirnya aku bersama teman sekelompok memutuskan untuk melepas alas kaki, karena sangat tidak memungkinkan jika tetap memakai alas kaki. Mencari pohon atau apapun sebagai pegangan pun susah. Diluar dugaan memang, tetapi jalani saja. Setidaknya sekarang aku tahu, sandal adalah mimpi buruk dalam lomba lintas alam, akan lebih baik menggunakan sepatu boot. Persiapan dan keamanan penting untuk segala macam hal. Hanya sekedar lomba, tetapi Lomba lintas alam. Perlu diingat alam tidak selalu bisa di tebak bagaimanapun keadaannya. Apalagi suatu struktur alam yang belum pernah dijelajah, persiapan dan keamanan sangatlah penting.
Aku menyebar segenggam biji-bijian buah untuk di sebar dengan tujuan bisa tumbuh nantinya dan menambah pohon-pohon sebagai investasi jangka panjang untuk negera ini. Sekecil apapun kontribusi kita, aku pikir itu masih lebih baik daripada sekadar nyinyir di sosial media.
Biji buah merupakan salah satu ketentuan yang diwajibkan oleh panitia. Aku sekelompok membawa biji lebih banyak dari ketentuan. Tidak apa bagi aku dan teman ku. Karena menanam sekarang akan lebih bijak dibanding menunggu nanti.
Setiap lomba pasti ada hadiahnya. Hadiah berharga dari lomba lintas alam ialah menikmati alam Nusakambangan. Bagiku tujuan mengikuti lomba ini memang ingin melihat alam Nusakambangan dari sisi yang tidak biasa dijamah orang. Itulah hadiahku. Pantai Pasir putih memperlihatkan samudera Hindia yang menawan. Begitupun dengan Menara Mensu Cimiring, dari atas menara ini terlihat hamparan luas lautan, pulau, kapal-kapal berlayar, burung beterbangan, cuaca yang cerah menjadi bumbu pemanisnya. Menarik sekali! Aku berkesempatan untuk menikmati itu semua disini.
***
Lintas alam mungkin hampir sama dengan hiking, menikmati alam dan melestarikan adalah tujuannya. Namun tetap menjaga keamanan karena alam tidak pernah bisa kita perkirakan kondisinya.