Indonesia, sebuah negeri yang kaya akan wisata alam seperti pegunungan atau pun lautnya. Selain itu, bagi pecinta kuliner Indonesia juga bisa menjadi referensi wisata bagi mereka yang ingin menggoyang lidahnya. Belum lagi tentang budaya, salah satu nya Lompat Batu di Nias telah mendorong minat mereka yang ingin pergi melancong ke Bumi Nusantara.
Tapi jangan lupa, masalah wisata zaman pra- sejarah, Indonesia juga punya. Kalau dari luar negeri, sebut saja Easter Island atau Pulau Paskah yang terkenal dengan Moai-nya. Patung Moai adalah salah satu aset kuno yang unik karena membentuk kepala – kepala manusia raksasa yang tingginya bahkan mencapai 7 meter. Namun kita tidak akan berbicara tentang keunikan Batu Purba yang berada di Pulau Paskah, karena Indonesia juga memiliki megalit – megalit tua di Lembah Besoa, Bada dan Napu.
Lembah Besoa terletak di dalam Kawasan Taman Nasional Lore Lindu, yang mana letaknya berada tepat di jantung Pulau Sulawesi yaitu di Provinsi Sulawesi Tengah.Untuk mencapai Lembah Besoa, kita dapat mengendarai kendaraan beroda empat yang bergerak dari Kota Poso langsung menuju ke sana. Atau dari Kabupaten Sigi, kita dengan mengendarai angkutan umum lalu disambung dengan ojek sepeda motor kita dan setelah itu berjalan kaki sedikit dan total dari semua perjalanan yang kita lalui sejak awal adalah empat hingga lima jam.
Selama perjalanan dari Sigi, panorama alam akan menyambut kita hingga membuat kita lupa akan rasa penat yang kita rasakan. Belum lagi apabila kita singgah menyusuri Taman Nasional Lore Lindu, kicauan – kicauan burung khas Sulawesi akan setia menyambut, dengan keunikan fauna khas Hutan Tropis dari Sulawesi. Udara khas pegunungan membuat siapa pun yang menghirupnya pasti akan membuat kita merasa segar, karena masyarakat Napu, Lindu Utara khususnya menggantungkan hidup mereka dengan bercocok – tanam.
Lembah Besoa atau biasa dikenal dengan nama Lembah Behoa masih berada dalam lingkup Taman Nasional Lore Lindu menyimpan kekayaan wisata sejarah yang menjadi saksi bisu di masanya di zaman pra sejarah. Ketika pertama kali menjejakkan kaki disini, anda akan serasa berada di masa lalu. Sebab di sini terdapat banyka batu – batu yang dipahat sedemikian rupa membentuk pola – pola tertentu, seperti situs arca Tadulako dan merupakan arca yang paling mudah ditemukan di Desa Bar’i.
Situs arca Tadulako, seperti diceritakan warga yang mengetahui sejarah wilayah sekitar konon dulunya dilegendakan sebagai seorang panglima perang yang tak pernah terkalahkan saat terjadinya perang antar-suku. Hingga pada akhirnya, seorang wanita dikhianatinya menumbuk kepalanya dengan batang alu lalu dikutuk menjadi batu. Batu panglima perang yang tingginya dua meter ini kemudian menjadi salah satu objek yang menarik minat bagi siapapun yang berkunjung kesini karena selain objek yang mudah dijumpai saat disini dan memiliki legenda yang fenomenal bagi warga sekitar dan juga menjadi sebuah inspirasi dari salah satu perguruan tinggi di Kota Palu, Universitas Tadulako. Batu Tadulako juga mempunyai kemiripan tersendiri terhadap Patung Moai yang berada di Pulau Paskah.
Kalau berwisata sejarah, tak lengkap apabila tak mengenal yang namanya Kalamba. Kalamba cukup tersebar. Kalamba seyogyanya adalah sebuah bejana dan konon dulunya adalah bak mandi super besar yang digunakan sebagai tempat penyimpanan air untuk mandi para puteri raja, ada pula yang mengatakan Kalamba ini juga dipakai sebagai penyimpanan dari mayat – mayat. Dan menurut catatan sejarah yang beredar, hingga kedatangan seorang misionaris dan ahli etnografer, Albertus Christiaan Kruyt dan juga Dr Nicolaus Adriani yang tiba di Poso 1895, sebelum masuknya Belanda ke Poso di tahun 1908, masyarakat sekitar masih menggunakan adat – istiadat berupa penguburan mayat – mayat para anggota suku ke dalam batu ataupun kayu. Dan menurut catatan lain, Kalamba yang mirip dengan guci – guci batu megalitikum Plain of Jarsini, jika diterjemahkan akan memiliki arti perahu memiliki arti terhadap roh – roh yang berpaku pada sebuah tradisi leluhur terdahulu yang datang dari laut.
Selain itu, Lembah Bada yang memiliki pesona arca atau juga patung – patung seperti yang dilihat di Situs Tadulako. Patung Palindo namanya, patung – patung yang ukuran tingginya mencapai kurang lebih 4 meter ini. Selain Patung Palindo ada juga patung lainnya di seluruh bagian padang sepe, masing – masing patung di sini memiliki nama mereka sendiri – sendiri. Nama – nama dari masing – masing patung tersebut yaitu Palindo, Loga, Torompana, dan Tarae Roe. Patung yang paling mencolok disini adalah, Palindo karena posisi letaknya yang mirik dan senyum di wajahnya. Namun ternyata, senyum di wajahnya itu bukanlah sebuah senyum karena Palindo tersebut memiliki arti penghibur yang tak bermulut. Letak senyum tersebut ada karena posisi mulutnya yang maju sehingga membentuk sebuah bayangan senyum di bawah hidungnya.
Sementara dari Lembah Napu yang menyimpan situs pokekea ini pun juga masih sangat misterius, bahkan hingga kini tak satupun cerita pasti fakta berdasarkan penelitian mengapa keunikan batu – batu artefak yang sudah terlihat mulai pudar akibat terkikis oleh air hujan. Letak Lembah Napu yang berada Kota Poso dan mudah sekali untuk dijangkau dari Kota Palu pasti akan sangat disayangkan untuk melewatkannya begitu saja, di samping juga memiliki kekayaan alam yang luar biasa karena merupakan wilayah penyangga dan Taman Nasional Lore Lindu.
Keterampilan serta ketekunan mereka yang hidup di masa megalitik hingga tercipta megalit – megalit yang ada di padang rumput nan luas ini. Dari jarak 50 – 100 meter kita dapat melihat arca batu yang bentuknya bervariasi. Dan hingga kini, sebagian besar arca kuno ini masih berada di Lembah Napu, Bada dan Besoa. Sementara sebagian sisanya sudah dibawa ke Museum Negeri Sulawesi Tengah. Kurangnya perhatian dari pemerintah untuk menjadikan Sulawesi Tengah sebagai wisata megalitikum barangkali menjadi penyebab sedikitnya orang – orang yang mengunjungi Lembah Napu, Bada dan Besoa, medan yang cukup berat dilalui adalah kendala utama mereka yang ingin berkunjung untuk melihat arca – arca disini.