Cerita Singkat Touring Motor di Aceh

Tur motor keliling Tanah REncong, tanpa seorang cowokpun diantara kami. Kami sanggup mengatasi ketakutan kami, dan membuktikan bahwa kamipun bisa.

SHARE :

Ditulis Oleh: Nisriani

Tur 1: Meulaboh – Banda Aceh, menjadi kura-kura ninja!

Hujan yang tengah mengguyur kota Meulaboh pagi itu, tidak merubah rencana saya dan teman-teman saya. Tur kali ini cukup pendek. Hanya Meulaboh – Banda Aceh yang memakan waktu normal 5 jam. Pada jalur ini, saat cuaca bagus kita bisa menikmati pesona pesisir pantai yang terbentang sepanjang lintas Meulaboh – Banda Aceh. Sayangnya cuaca tidak begitu mendukung. Hujan ringan menjadi “menu pembuka” kami.

Hujan yang turun sama sekali tidak mengurangi niat kami untuk menikmati perjalanan kami. Berjalan beriringan membelah jalan menuju Banda Aceh, sambil menghirup dalam-dalam aroma khas ketika hujan membasahi jalanan. Bergaya seolah-olah bintang video klip yang sedang menikmati perjalanan, ditemani rintik hujan yang turun “manja.  Beruntungnya kami karena kondisi jalanan yang kami lalui dari Meulaboh – Banda Aceh cukup bagus, beraspal mulus dan lebar.

Saat mengisi bahan bakar di pom bensin,  beberapa orang terlihat menatap kami heran. Salah satunya tatapan dengan senyum-senyum kecil yang  entah apa maksudnya dari seorang wanita kira-kira berusia sama dengan kami, yang memperhatikan kami dari ujung kepala sampai ujung kaki. Mungkin ia berpikir nekatnya cewek-cewek ini menempuh perjalanan dalam keadaan cuaca buruk, atau mungkin juga merasa lucu melihat penampilan kami saat itu yang seperti kura-kura ninja. Agak lucu memang, Mulai dari kepala yang berjilbab,tertutup helm, muka yang tertutup masker, badan yang sudah berbalut jaket, dan berbalut mantel juga yang sudah basah, ditambah dibagian belakang yang menggembung karena ransel yang menggantung di pundak. Sesaat kami sempat saling bertatapan dan setelah itu tertawa bersamaan.

Tur 2: Meulaboh – Takengon, sebuah pertaruhan nyawa

Lain lagi dengan pengalaman tur kami ketika mengunjungi Kota Takengon di bulan Mei lalu. Mungkin saya sedikit berlebihan, tapi saya rasa perjalanan kami waktu itu benar-benar mempertaruhkan nyawa. Bagaimana tidak, untuk menuju Kota Takengon dari Kota Meulaboh, kami harus melewati jalanan yang cukup sempit, di kiri kanan hanya ada hutan, tebing dan jurang.

Berhubung Takengon merupakan kota yang terletak di ketinggian, di kelilingi oleh pegunungan, sebagian besar perjalanan menuju kesana kami harus melewati tanjakan-tanjakan curam, tikungan tajam yang butuh konsentrasi tinggi, belum lagi tidak semua jalanan beraspal mulus.

Banyak dari jalanan yang kami lewati, masih berupa batu-batu kerikil yang ditengah-tengahnya tidak jarang terdapat lubang yang cukup besar sehingga untuk melewatinya beberapa kali salah satu dari kami harus turun agar tak terperosot karena selain berlubang juga banyak air didalamnya.

Waktu tempuh dari Meulaboh ke Takengon sebenarnya hampir sama dengan ke Banda Aceh yaitu sekitar 5 jam. Ada beberapa kendala yang tak terdugadi perjalanan. Kendala pertama ketika saya hilang keseimbangan saat melewati jalanan yang licin karena air yang mengalir turun ke aspal dari pegunungan, dan saat itu tikungannya cukup tajam dan harus mendaki. Kami terjatuh terseret ke sisi jalan sebelah kanan yang disampingnya adalah jurang! Saya mendapat goresan di lutut dan siku, sedangkan teman saya harus merelakan kakinya berbekas merah karena kena knalpot panas. Motor yang kami bawa pun sempat mogok lantaran terbentur dibagian persnelingnya. Kami benar-benar syok dengan medan yang kami lalui. Sempat terpikir, bagaimana kalau perjalanan ini berakhir buruk, bagaimana kalau kami tidak sanggup melewatinya karena diantara kami tidak ada cowok seorangpun, dan saat itu di sekeliling kami hanya hutan.

Setelah menenangkan diri dan mengecek kembali kondisi motor, kami semua melanjutkan perjalanan. Kami  lebih berhati-hati kali ini, dan tidak melaju lebih dari 60 km/jam.  Meski telah sangat berhati-hati, mungkin karena terlalu lelah mendaki, sekali lagi motor kami kembali harus mogok setelah melewati puncak Gunung Singgah Mata. Motor kami tidak bisa hidup meskipun telah dinyalakan berulang kali.  Kami terpaksa meminggirkan motor dan memutuskan untuk istirahat sejenak sambil menunggu ada pengendara lain yang lewat.

Ada hal yang akhirnya kami sadari, meskipun secara teknis kami mampu untuk bepergian dengan motor, namun kami tidak cukup mampu untuk membetulkan motor yang mogok.

Rasa takut menyergap. Perjalanan Meulaboh – Takengon hampir sekitar 4 jam yang kami lewati adalah daerah hutan belantara,  sama sekali tidak terdapat rumah satupun. Kami tidak memiliki apa-apa selain ransel yang berisi pakaian, sedikit roti dan sebotol minuman. Terlebih lagi dari info yang saya baca, selain melewati Gunung Singgah Mata, kami juga melewati kawasan hutan lindung Gunung Leuser dimana masih banyak hewan liar seperti gajah, harimau, dan berbagai macam hewan lain. Sempat terpikir bagaimana kalau tiba-tiba kami bertemu salah satu binatang itu, apa yang bisa kami lakukan? Kami semuanya perempuan. Tapi sudahlah, kami berusaha membuang berbagai pikkiran negatif. Kami harus tetap tenang dan yakin bantuan pasti datang.

Kami berani melakukan perjalanan sejauh ini, berarti kami juga harus berani menghadapi apapun yang terjadi. Setelah cukup lama menunggu akhirnya ada pengendara lain lewat! Betapa senangnya kami melihat si pengendaram seorang bapak tua. Kami melambai-lambaikan tangan memberi tanda pada si pengendara, dan akhirnya pengendara tersebut bersedia berhenti dan membantu kami.

Baru pertama kali lewat sini ya dek? Mau kemana?’ Bapak itu bertanya.

Iya pak, ini pertama kalinya, mau ke Takengon,’ jawab temanku.

Cewek semua nih yang berangkat? Gak ada yang cowok?’ lanjut bapak itu bertanya.

Nggak ada Pak, memang cuma kami,’ jawab saya.

Wah..berani juga ya, nggak takut lewat hutan kayak begini?’ sambung bapak itu.

Sudah terlanjur Pak, jadi diberaniin aja,’ timpal saya lagi.

Entah si bapak orang ke berapa, orang yang kami temui di jalan yang menanyakan hal yang sama, ‘cewek semua tur naik motor?’.  Saat mampir untuk mengisi bahan bakar di salah satu warung, pemilik warung bertanya hal yang sama ke kami dan kami hanya bisa menjawab IYA ditambah senyuman. Saat ke Sabang dan Tapak Tuan Aceh Selatan pun kami mendapat pertanyaan yang sama. Pernah juga kami mendapat pertanyaan dari seorang ibu di warung tempat kami mampir membeli minum, ‘kalian nggak capai naik motor? Nggak takut kulitnya hitam? Kalian kan cewek.’ Pertanyaan lucu kami pikir. Namanya naik motor berjam-jam, capai sudah pasti ada. Namun capai itu bisa hilang seketika, ketika di perjalanan maupun ketika sudah tiba di tujuan, kami disambut suasana yang mengagumkan, suara aliran air sungai yang jernih, jejeran pohon pinus yang cantik, udara pegunungan yang sejuk, deburan ombak dipantai, keramahan warga sekitar, dan masih banyak hal lain yang memang sengaja ingin kami dapatkan di tujuan kami.

Cewek pun bisa tur motor!

Kulit akan berubah hitam? Itu bukan masalah bagi kami. Toh setelah pulang dari perjalanan, kami bisa melakukan perawatan kembali. Jangan bepergian kalau takut kulitmu hitam. Justru kulit yang berubah warna itu menandakan bahwa kamu seorang “pejalan”. Sedikit saran saya untuk kamu cewek yang ingin tur dengan motor, gunakan pakaian yang sesimpel dan senyaman mungkin, serta jangan membawa barang bawaan terlalu banyak agar lebih bisa menikmati perjalanan tur motor kalian.

Bagi kami, tidak ada yang perlu ditakutkan melakukan tur motor dengan “label” cewek. Selagi niat kita baik, tidak melakukan hal-hal aneh diperjalanan, dan selalu waspada. Soal kendala, itu merupakan hal wajar dan memang selalu ada ketika kita bepergian. Mau kendala kecil ataupun besar, tidak ada yang tidak bisa diselesaikan. Intinya, tetap tenang dengan kondisi apapun yang kita temui di perjalanan.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU