Tips Agar Liburan Pendek di Gili Trawangan Tetap Menyenangkan

Pulau ini merupakan salah satu destinasi wisata hits di kalangan turis lokal maupun asing, dan juga masuk dalam rangkaian frasa ‘Tiga Gili’.

SHARE :

Ditulis Oleh: Yuthika N. Addina

Gili Trawangan merupakan sebuah pulau yang pastinya tak lagi asing bagi para pejalan di Indonesia. Pulau ini termasuk ke dalam salah satu destinasi wisata paling hits di kalangan turis lokal maupun asing dan seringkali kita dengar dalam rangkaian frasa ‘Tiga Gili’.

Namun kali ini saya ingin bercerita tentang liburan singkat di Gili Trawangan dengan seorang kawan lama yang tinggal di sana. Hal ini mungkin bisa jadi rekomendasi Kamu saat berkunjung:

Menuju Gili Trawangan

Foto merupakan dokumen pribadi penulis

Untuk mencapai Gili Trawangan sebelumnya kita perlu berkendara ke Pelabuhan Bangsal di Lombok Barat. Transportasi umum di sini cukup jarang, sehingga saya sarankan untuk langsung saja menggunakan taksi atau menyewa mobil. Jalur yang paling menyenangkan menuju pelabuhan Bangsal adalah melewati Pantai Senggigi, Pantai Malibu, dan pantai-pantai lainnya di sepanjangan Lombok Barat. Pantai-pantai tersebut terlihat begitu indah, bersih, dan sepi, sangat memanjakan mata ketika kita harus melewati jalanan yang berkelok-kelok.

Sesampainya di Pelabuhan Bangsal, kita perlu membeli tiket seharga 15.000 Rupiah di koperasi milik pelabuhan. Begitu terkumpul sekitar 20 penumpang yang telah membeli tiket, maka kita akan dipanggil untuk langsung menaiki sebuah kapal umum yang terbuat dari kayu. Setelah berjibaku dengan ombak selama kurang lebih 30 menit, maka kita akan sampai di Gili Trawangan.

Melihat Sunset dari Atas Bukit

Syahdunya menyaksikan sunset bersama orang-orang dekatmu. Foto merupakan dokumen pribadi penulis

Konon ada sebuah bukit di Gili Trawangan yang (konon) katanya cukup angker, namun memiliki pemandangan sunset yang sangat indah. Begitu kawan saya bercerita, saya langsung memintanya untuk mengantarkan saya ke bukit tersebut. Awalnya dia terlihat ragu, tapi akhirnya dia mengumpulkan beberapa kawan lainnya untuk bersepeda ke sana.

Setelah bersepeda sekitar 15 menit dari area pelabuhan, kami sampai di bagian barat Gili Trawangan. Sepeda langsung kami parkirkan dan tak lupa dikunci, kemudian kami mengikuti sebuah jalan setapak untuk menaiki bukit tersebut. Suasananya memang agak angker, namun saat bulan Agustus banyak sekali daun-daun berguguran menutupi tanah hingga tampak cantik seperti musim gugur di luar negeri. Ada beberapa jalur yang dapat dijelajahi di bukit tersebut. Salah satunya turun ke sisi lain bukit melewati anak-anak tangga menuju sebuah hutan. Ada pula salah satu jalur hutan yang begitu gelap karena tertutup pohon-pohon dengan batang besar.

Dari puncak bukit tersebut kita dapat melihat sunrise dan ‘Tiga Gili’ yang berjajar di timur juga sunset dan Pulau Bali di barat. Dalam sejenak tiba-tiba bukit tersebut penuh dengan turis asing maupun lokal, duduk berdampingan menunggu momen sunset sambil mendengarkan lagu yang diputar dari ponsel seseorang. Hingga akhirnya kami menyaksikan momen matahari tenggelam ke balik Gunung Agung bersama-sama.

Marley Bar

Suasana Marley Bar di siang hari. Foto merupakan dokumentasi pribadi penulis

Menikmati keindahan bawah laut di Gili Trawangan adalah hal yang tak boleh dilewatkan. Pantainya yang masih asri dan keberagaman flora dan fauna di dasar laut tentu telah mendorong saya begitu kuat untuk segera mengambil seperangkat alat snorkeling.

Tak jauh dari pelabuhan terdapat sebuah open bar bernama Marley Bar. Tepat berada di pinggir pantai yang dekat dengan tempat para penyu biasa muncul. Tempat ini langsung saya jadikan basecamp setelah cukup banyak mengobrol dengan Om Rudy, pemiliknya, mengenai spot snorkeling yang indah.

Pemandangan depan Marley Bar. Foto merupakan dokumen pribadi penulis

Ternyata kita perlu berenang melewati ombak yang cukup tinggi untuk menemukan berbagai jenis ikan serta terumbu karang yang indah. Terdapat pula semacam palung yang bila diselami cukup dalam dan gelap namun tetap menakjubkan untuk dilihat. Selain itu, jika beruntung kita dapat bertemu dengan penyu ketika berenang lebih ke tengah lagi. Namun hati-hati, ketika siang ada cukup banyak ubur-ubur yang menyengat sehingga kulit agak gatal-gatal. Berhati-hati agar tak tersengat atau tunggu sampai sekitar jam tiga sore di mana ubur-ubur sudah muncul lebih sedikit dan sambil menunggu sore kita bisa memesan berbagai macam minuman segar di bar ini.

Bergoyang di Sama Sama Reggae Bar

Sama sama Reggae Bar. Dok Jah on Holiday

Malam di Gili Trawangan mungkin memang sudah cukup terkenal dengan party yang diadakan di berbagai penjuru pulau. Namun tempat yang saya pilih untuk menghabiskan malam adalah sebuah bar bernama ‘Sama Sama Reggae Bar’. Sebuah bar khusus untuk para penikmat musik reggae, termasuk lagu-lagu sang legendaris Bob Marley yang diaransemen ulang oleh para musisi di sana.

Kebetulan pada malam itu para pengunjung ditemani oleh alunan musik milik band kawan saya, Jah On Holiday namanya. Sebuah band reggae dengan style musik dikenal dengan nama ragamuffin, yaitu jenis musik reggae yang dipadukan dengan rap serta sound digital. Semua orang terlihat menikmati suasana dengan ikut bernyanyi dan berdansa.

Ada satu hal yang menarik perhatian saya ketika bercengkrama dengan band Jah On Holiday ini. Ternyata seluruh personil dan kru dari band ini adalah para perantau yang ‘nyangkut’ di Gili Trawangan dan akhirnya saling menemukan. Beberapa berasal dari Sumbawa, Lombok, Solo, termasuk kawan saya yang jauh-jauh liburan dari Bandung dan akhirnya ‘nyangkut’ di pulau ini. Memang skena musik reggae di Gili Trawangan terasa lebih menjanjikan dibandingkan Bandung yang tidak lagi ramai seperti empat tahun yang lalu. Pulau ini memberikan skala audiens serta penikmat musik yang jauh lebih luas hingga ke ranah internasional mengingat para turis yang datang ke pulau ini lebih banyak berasal dari negeri lain dibandingkan dengan negeri sendiri.

Setelah menyaksikan sendiri keramaian di Sama Sama Reggae Bar malam itu, saya bisa cukup mengerti mengapa para musisi ini memilih untuk tinggal dan berkarya di pulau ini. Setelah menghabiskan dua hari di Gili Trawangan, saya memang merasa pulau ini memiliki atmosfer berkarya yang sangat positif. Terlihat dari skena musiknya, tembok-tembok yang berisikan graffiti dan mural, serta obrolan saya dengan Om Rudy tentang karya-karya patung saat nongkrong sebelum snorkeling. Saya jadi membayangkan bagaimana rasanya jika menetap di sana.

Sunrise yang cantik dari sudut manapun

Foto merupakan dokumen pribadi penulis

Sunrise menjadi penutup hari saya di sana, di mana saya harus pergi tepat pukul 7.30 pagi dari pulau tersebut. Tak perlu berusaha terlalu keras, sunrise di pulau ini sungguh indah dilihat dari berbagai sudut.

Termasuk dari pinggir pantai di mana saya memilih untuk berjalan menuju pelabuhannya. Begitulah akhirnya saya berpamitan dengan pulau ini sembari mengamini peringatan dari kawan-kawan baru saya, “Jangan coba-coba ke Gili kalau belum beli tiket pulang!”

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU