Sraaaaaaaak!!
Ini sudah ketiga kalinya saya jatuh tersungkur. Siapa bilang bermain sandboarding itu mudah, teruntuk pemula sekalipun. Beberapa kali saya jatuh dan berbalut pasir merata di tubuh. Beberapa pasir bahkan sempat masuk ke mulut, rasanya sepat!
Saya pantang menyerah untuk mencoba lagi. Biaya sewa yang cukup mahal membuat saya tidak ingin berhenti begitu saja. Untungnya biaya tersebut cukup ringan dengan adanya teman yang saling berbagi dana.
Catatan: Satu penyewaan papan untuk sandboarding dihargai Rp 150.000,- dan bisa digunakan sepuasnya.
Untuk berdiri menyeimbangkan badan di atas papan, cukup susah untuk pemula seperti saya. Trik dan tips dari operator pun sudah saya jalankan, tapi tetap saja saya belum bisa meluncur dengan baik di jalur pemula sekalipun yang paling berjarak 2-3 meter.
Bisa karena terbiasa. Inilah kunci utama.
Setelah 3-4 kali papan digunakan,operator penyewaan melapisi papan dengan sesuatu lapisan wax atau lilin agar permukaan papan tetap licin dan bisa meluncur cepat. Whuuus!!
Sandbroading tidak hanya dikhususkan untuk mereka yang sudah jago. Bahkan saat saya kesini, banyak dari mereka datang tanpa persiapan dan modal apa pun -termasuk saya juga. Kami datang untuk bergembira ria bersama teman-teman.
Saat saya atau mereka jatuh ketika mencoba meluncur, ejekan juga gelak tawa menjadi kenangan untuk dibawa pulang. Dan saat saya melirik sekeliling ternyata tidak hanya rombongan saya, rombongan lain pun sama payahnya dengan kami! Memang tak mudah bermain sandboarding, tapi bikin nagih! Ini seperti kamu makan keripik pedas dan tak bisa berhenti sampai keripiknya habis.
Kamu perlu jatuh berkali-kali terlebih dahulu saat belajar. Karena dengan begitu, kamu akan lebih mudah bangkit dan mengambil kesimpulan dari pelajaran tersebut. Tetap berjuang dan semangat.
Sore itu gumuk pasir cukup ramai, dan dari sekian pengunjung yang datang, bocah-bocah kecil berkulit cokelat berjarak 10 meter dari kami sepertinya lebih menarik untuk dijahili. Mereka adalah anak-anak lokal yang tinggal tidak jauh dari sini. Umurnya saya pastikan tak lebih dari 10 tahun. Namun, mereka sedikit lebih pintar dari kami. Gaya mereka terlihat lebih oke ketika sedang meluncur dari papan, walaupun akhirnya mereka pun terjatuh. Otak saya mulai berpikir nakal. Saya mendekati 3 bocah laki-laki itu sambil menenteng papan seluncur dengan gaya sok.
‘Kalau kalian mau dibilang keren, ayo tanding?’ mereka terlihat bingung dengan kehadiran saya. ‘Mau nggak, yang menang nanti dikasih cokelat.’ Satu cokelat kecil saya keluarkan untuk meyakinkan mereka. Mereka saling berpandangan.
‘Ah, mas nya dari tadi aja gagal. Jatuh terus. Masa mau ajak kami tanding.’
kaSaya tertawa geli, ternyata mereka memperhatikan saya. Tak mau kehilangan mula, saya pun berdalih. Mereka tidak sepolos bayangan saya, mereka anak-anak kecil yang cukup bawel. Sedikit bernegosiasi mereka berhasil saya ajak untuk tanding. Ya, walaupun saya tidak pandai, seseruan bareng bersama mereka cukup menarik. Teman-teman bersorak ramai dan hanya tertawa ramai melihat saya dikalahkan oleh mereka. Jarak tempuh yang saya capai lebih pendek dari bocah kecil tersebut. Baiklah, saya relakan cokelat ini untuk mereka.
***
Satu tahun belakangan ini, Gumuk Pasir Parangkusumo mulai melejit sebagai wisata baru di dunia maya. Karena memang belum pernah ada sejarahnya di Indonesia dengan iklim tropis seperti ini menghasilkan ladang pasir nan luas. Kalau negara lain punya gunung es untuk berselancar, Indonesia perlu berbangga juga karena memiliki Gumuk Pasir Parangkusumo.
Sandboarding sangat menyenangkan, hari itu saya mendapat banyak pengalaman baru. Cerita tentang menelan pasir berkali-kali dan lomba dengna bocah-bocah lokal menjadi oleh-oleh untuk keluarga tercinta di rumah.
Sejauh-jauhnya kami bermain, rumah kami lebih menyenangkan untuk dijadikan lahan bermain.