Sensasi Berbeda Kontemplasi di Gunung dan Pantai

Tentu kita tak bisa membandingkan dua destinasi alam yang berbeda, seperti misal gunung dan pantai. Keduanya memiliki sensasi tersendiri. Tapi, tak ada salahnya keluar dari zona nyaman.

SHARE :

Ditulis Oleh: Rossita Kurnia Rahayu

Tentu kita tak bisa membandingkan dua destinasi alam yang berbeda, seperti misal gunung dan pantai. Keduanya memiliki sensasi tersendiri. Tapi, tak ada salahnya keluar dari zona nyaman, bagi para pendaki mungkin bisa mencoba sensasi berkemah di pantai, begitupun yang belum pernah mendaki mungkin bisa mencobanya –tentu dengan persiapan yang cukup dan bertanggung jawab dengan destinasi yang kita kunjungi.

Ini dia 2 sensasi berbeda dari kontemplasi di gunung dan pantai;

Menyegarkan mata dengan memandang luasnya samudera lautan dari Parangkusumo, atau menatap indahnya samudera awan di puncak Gunung Slamet?

Foto oleh Rossita Kurnia

Semenjak mendengar istilah samudera awan, saya pikir, nyatakah? Dimana saya bisa melihat itu? Hingga akhirnya saya bisa membuktikan sendiri, melihat samudera awan untuk pertama kalinya di puncak Gunung Slamet. Pendakian Gunung Slamet adalah pendakian pertama saya. Pemandangan samudera awan kala itu benar-benar menyihir pikiran saya. Ini salah satu alasan mengapa saya ingin kembali ke sana atau melihat samudera awan dari sisi yang berbeda, tentu setelah pendakian Gunung Slamet dibuka kembali.

Foto oleh Rossita Kurnia

Sensasi berbeda saat saya duduk santai di tepian pantai memandangi luasnya lautan, lautan asli. Pagi itu, saya duduk di tepi pantai Parangkusumo sembari menunggu mentari terbit. Ombak berkejar-kejaran, bertingkat. Jauh mata memandang membuktikan bumi itu bulat.

Sejuknya semilir angin gunung atau kesegaran angin pantai?

Foto oleh Rossita Kurnia

Sensasi angin Gunung Prau turut mengiringi malam pertama saya berada di sana. Angin yang bertiup kencang hingga terdengar suara wuuss, dan seok-seok pepohonan membawa kesejukan pikiran. Tidak hanya perasaan dingin udara, tetapi angin ini membuat sejuk pikiran saya.

Foto oleh Rossita Kurnia

Di pantai, angin laut membawa saya menyeberang ke Pulau Nusa Kambangan. Sekitar 30 menit, angin laut membuat saya lebih menenangkan pikiran dan menteramkan hati. Perahu yang berjalan kencang membuat hembusan angin terasa lebih kencang. Perpaduannya dengan gelombang ombak yang membuat perahu dan saya bergerak senada dengan geombang itu. Lebih menenangkan pikiran dan hati saya.

Melihat fenomena alam sunrise gunung, atau sunset di pantai?

Tiap puncak memiliki keindahan sunrisenya masing-masing. Momen matahari terbit di puncak Slamet dengan momen terbit dari celah dua bukit Sikunir dan Pakuwojo, memiliki semburat yang berbeda. Mentari perlahan-lahan keluar diantara sela-sela awan yang menutup sebagian muka bumi. Semburat mentari membias ke langit. Inilah yang membuat saya lebih ingin melihat fenomena sunrise dari ketinggian beberapa mdpl.

Sementara momen matahari terbenam di pantai, sore itu, saya menaiki perahu dari Pantai Pasir Putih Pangandaran menuju Pantai Pasir Hitam pangandaran. Pemandangan yang dicari, ternyata turut mengiringi penyeberangan saya sampai ke tepi pantai. Tak terduga ternyata bisa melihat senja saat matahari mulai turun tenggelam ke lautan. Semburat mentari memantul ke lautan, jingga yang menawan. Hiasan siluet dari perahu-perahu nelayan membawa keistimewaan tersendiri.
Gunung atau pantai, fenomena sunrise dan sunset nya memiliki cerita masing-masing.

Tersimpan mimpi ingin kembali

Tempat yang pernah dikunjungi masih menyimpan mimpi untuk kembali. Karena menikmati alam itu bukan untuk mengikuti tren. Bagi saya pergi ke gunung-gunung atau pantai itu untuk mengenal alam dan sekitarnya. Ingin tahu ciri khas gunung lain, sesekali ingin mencoba menaiki perahu kembali, mengingat mencekamnya saat naik perahu melawan dan memecah ombak. Keadaan alam yang kadang sulit diprediksi, membuat saya menyimpan mimpi untuk kemudian hari.

Keindahan alam tidak untuk di bandingkan, melainkan memiliki jati diri keindahan masing-masing.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU