Sebuah Bukti Gelar 'Sunrise of Java' Banyuwangi Bukan Sekadar Omong Kosong

'Sunrise of Java', gelar yang disandang Banyuwangi itu ternyata memang bukan sekadar omong kosong!

SHARE :

Ditulis Oleh: Bayu Topan

 

Foto oleh Budi Sugiharto

Kala itu suhu udara di Banyuwangi masih dingin semenjak Raung belum berhenti memuntahkan isi perutnya. Langit masih gelap, adzan shubuh baru baru selesai dikumandangkan. Saya hidupkan mesin skuter dan bergegas pergi.

Motor kuarahkan menuju Pantai Boom, pantai yang sedang menikmati kembali popularitasnya. Lokasinya berada di pusat kota. Saya sengaja pergi ke sana sepagi ini untuk menyaksikan matahari terbit, untuk membuktikan bahwa julukan Sunrise of Java memang nyata.

Langit masih saja gelap saat saya berhenti sekitar dua puluh meter dari bibir pantai, sambil menghadap ke timur, di mana matahari akan menyembul di balik pegunungan di Pulau Bali sana. Saya belum berpikir untuk mendekati pantai dan hanya duduk di atas motor saya.

Saat sedang asyik menikmati lengangnya jalanan Banyuwangi di pagi hari, terdengar bunyi motor dari belakang mendekati saya. Tampak buru-buru. Ia melewati saya begitu saja dan menancap gas ke jalanan yang mulai berpasir, memarkir motornya di bibir pantai, lalu berlari ke utara. Saya tidak dapat melihatnya lagi, semak-semak menutupi pandangan. Saya penasaran.

Memandang jauh ke utara di mana ada tumpukan beton pemecah ombak di sana. Saya melihat beberapa siluet bertengger pada beton paling bawah, sedang memancing. Seorang dengan sepeda kayuh dan peralatan pancing datang dari belakang saya. Ia menuntun sepedanya ke tepi pantai menuju ke beton pemecah ombak untuk bergabung bersama rekan-rekan sesama pemancing di sana. Dari situ saya berasumsi bahwa manusia yang terburu-buru tadi menuju ke sana. Ia tidak ingin tempat terbaiknya untuk berburu ikan ditempati orang.

***

Foto dari dewimagz

Saya mulai memikirkan titik terbaik untuk melihat momen matahari terbit. Motor kemudian saya parkir bersebelahan dengan motor orang tadi. Di atas tumpukan beton pemecah ombak berdiri pondok yang terbuat dari papan kayu seadanya, menghadap ke timur, seolah dipersiapkan untuk mereka yang ingin menyambut ‘Sang Surya’. Saya akan menunggu matahari di pondok ini, di atas mereka yang sedang memancing, yang siluetnya tadi saya lihat.

Nampak pegunungan di seberang sana mengapit sebuah ruang kosong di tengahnya. Pulau di seberang sana adalah pulau yang sering disebut sebagai pulau para dewa, Bali. Ada tiang-tiang ramping berdiri di sana, yang saya duga adalah antena seluler atau bisa saja pemancar gelombang radio.

Langit sudah tidak lagi gelap. Namun, matahari belum juga terlihat. Saya mulai gelisah. Ya, menunggu momen matahari terbit memang sesuatu yang tak pasti -meskipun di dunia ini memang tak ada yang pasti kecuali kematian.

Tak lama kemudian, saat yang saya nantikan tiba. Samar-samar, di tengah ruang kosong tadi, di mana ada tiang-tiang tinggi berdiri, menyembul bulatan kecil menyala. Dan kemudian semakin membesar dengan cepat. Astaga, saya melihatnya terbit dengan sempurna, kawan! Sebulat dan sewarna bak kuning telur yang pecah di lautan, membuat laut di depannya berpendar kekuningan. Sinarnya mengarah tepat ke beton-beton pemecah ombak ini, tempat di dimana saya berdiri dan takjub tak ada hentinya

Saya mungkin telah berjuta kali datang ke Pantai Boom, namun inilah pertama kali saya datang sepagi ini dan menyaksikan momen matahari terbit yang begitu menggetarkan hati. Saya telah berhasil membuktikan bahwa tanah tempat saya di lahirkan ini memang layak menyandang gelar “Sunrise of Java”.

Dua puluh tahun silam, sore hari, saya berjalan melawan angin di sepanjang pantai ini bersama sepupu-sepupu saya. Raut kami penuh senyum walau diterpa kencangnya angin, bak adegan film. Kenangan ini terabadikan dalam foto yang sampai sekarang masih tersimpan manis. Dan ketika jemari kaki ini menyentuh pasir yang sama dua puluh tahun silam, kenangan itu hadir kembali. Ia menyapa saya mewujud semilir angin pantai dan hangatnya matahari pagi.

 

Menuju Pantai Boom

Pantai Boom terletak di bagian timur kota Banyuwangi. Dari Simpang Lima, masuk ke Jalan dr. Sutomo hingga Taman Blambangan. Dari traffic light Taman Blambangan menuju arah utara hingga bundaran PLN, lalu belok kanan masuk Jalan Nusantara. Semua kendaraan bisa masuk ke Pantai Boom. Dan rambu-rambu menuju kesana dapat ditemui dengan mudah.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU