Karena Keluarga Adalah Tim Perjalanan Terbaik

Sebuah cerita inspiratif dari seorang istri, ibu, pekerja dan juga pejalan.

SHARE :

Ditulis Oleh: Desti Artanti

Foto oleh Dian

Hidup itu benar-benar sebuah perjalanan. Setiap masa punya kenangan tersendiri, punya pelajaran untuk diri kita sendiri, dan bahkan jika mau, bisa kita bagi ke orang lain. Tentu saja, tergantung juga bagaimana kita menyampaikan pelajaran berharga itu. Sore ini aku mendengar kabar bahagia tentang saudaraku, yang akan melanjutkan studi nya ke negeri Belanda. “Ahh seneng banget yaa pasti…” begitu pikirku. Namun pasti, hidup enak diluar negeri seperti yang aku pikirkan tidak akan se-simpel itu.

Aku biasa memanggil saudariku ini Mbak Dian. Mbak Dian adalah seorang istri, seorang ibu dari dua orang anak, dan kini juga tengah menanti kelahiran putra ketiganya. Mbak Dian merupakan salah seorang pegawai Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia. Dari situ saya terheran-heran, bagaimana dia bisa mengurus keluarga di mana di saat yang bersamaan dia juga masih “mengurus” persoalan iklim dan cuaca, yang jelas untuk kepentingan orang banyak.

Satu hal lagi, apakah semua hal tersebut merupakan “perjalanan” bagi nya? ahh, aku penasaran apa makna perjalanan menurutnya.

*Q: saya, D: Dian

Q:  Sebagai peraih beasiswa di beberapa negara, apakah Mbak Dian juga melihat hal ini sebagai sebuah perjalanan?

D: Perjalanan yang dimaksud ini perjalanan apa ya? Kalau perjalanan hidup, iya pasti.

I believe that every human beings have their own paths, and this is mine. Yang harus disyukuri, how hard it was, how hard it will be.

Q: Apa makna sebuah perjalanan bagi Mbak Dian?

Foto oleh Dian

D: Menurut aku perjalanan adalah sesuai yang harus kita lalui, dinikmati dan diselesaikan. Jangan lupa menelaah apa sebetulnya maksud Sang Pencipta membawa kita ke dalam perjalanan itu. Jangan lupa juga untuk disyukuri setiap perjalanan yang kita miliki.
Mungkin terdengar religius, tapi aku percaya dengan kata-kata yang sangat familiar, “Bersyukurlan maka akan Kutambah nikmatKu

Q: Mbak Dian melakukan studi ke luar negeri selama beberapa tahun dengan membawa serta keluarga, adakah hambatan tertentu yang dirasakan?

Foto oleh Dian

D: Hambatan pasti ada. Hidup tanpa hambatan bagaikan masakan tanpa garam. Macam-macam, tiap negara beda-beda. Waktu ke Korea, aku sangat nggak bisa adaptasi dengan makanan -aku memang kurang makanan Korea dan “bau khas” sekitar. Tapi buat yang suka belanja, barang-barang di sana murah-murah! Korea bisa dapet cardigan dengan harga yang kalau dirupiahkan sekitar 25 ribu lho. Bedcover yang di Australia sini hampir sejutaan, aku beli di Korea cuma sekitar 300 ribu. Budaya di Korea juga bagus, toilet-toiletnya modern, taksi-taksinya juga. Eropa relatif oke, meski biaya hidup tinggi, tapi makanan cocok di lidah aku. Sewaktu menyelesaikan pendidikan masterku di Melboune University, mungkin -aku nggak tahu ini hambatan/tantangan- disini Danish kan masih kecil banget, saat itu meski aku sekolah tapi aku kekeuh mau kasih ASI eksklusif buat Danish. Alhasil tas aku isinya selain laptop dan buku adalah peralatan perang seperti breastpump, ice gel dan botol asi!

Alhamdulilah suamiku adalah orang yang sangat mendukung dalam cita citaku untuk memberi ASI ekslusif buat anak-anak. Nggak semua suami mau ikut repot lho, and we did it. Ya hambatannya palingan cari tempat buat menyusui, atau merah ASI. Tapi asal mau tanya, pasti ada jalan.

Q: Apakah suami dan keluarga sepenuhnya mendukung studi Mbak Dian ke luar negeri? Bagaimanakah bentuk dukungan itu?

D: Absolutely, I won’t be here without their supports. Dalam segala bentuk, keringat, usaha, keprihatinan dan mungkin tetesan air mata saat mereka berdoa di sepertiga malamnya.
Again, I won’t be here without it.

Q: Apakah Mbak Dian punya ekspetasi tertentu mengenai tempat tinggal selama melakukan studi? Apakah ekspetasi tersebut sesuai dengan realita?

D: Iya dong, pastinya yang nyaman karena aku bawa anak. Aku dan suami adalah tipe orang yang sering khawatir kalau ganggu privasi orang, makanya kami pilih tempat tinggal yang nggak sharing. Mungkin mengeluarkan biaya lebih, tapi paling tidak, kalau Danish pas rewel nggak ganggu teman yang sedang belajar. Buat yang single mungkin lebih fleksibel.
Selain itu, keluarga nomor 1 buat aku, segala alasan adalah untuk keluarga, pastinya aku cari tempat tinggal yang dekat childcare, dekat sekolah anak, dan mudah dicapai.

Q: Saat mendapatkan kesempatan studi ke Australia, apakah Mbak Dian menyempatkan waktu untuk traveling ? Bagaimana caranya untuk menyempatkan waktu tersebut?

Foto oleh Dian

D: Nah ini, seperti aku cerita tadi, konsekuensi aku buat tinggal tanpa sharing bisa menghabiskan 70% dari stipend. Sisanya buat hidup, jadi memang waktu itu kami nggak keluar Melbourne. Kalau keliling Melbourne dan Victoria pastilah, sampai setiap sudut kami sangat mengenangnya. Kami sempatkan jalan-jalan saat waktu luang kami.  Bisa ke Victoria market, tempat aku jalan jalan, belanja, sekaligus kerja paruh waktu. Melbourne museum juga, aku sering sekali kesini sama Danish, karena dengan kartu pelajar aku bisa masuk gratis. Tempatnya edukatif, inovatif, dan nyaman sekali. Ramah buat ibu menyusui juga, Melbourne library, karena itu di pusat kota dan nyaman buat belajar. South yara river juga, sepanjang jalan itu banyak kenangan, pertokoan, café, orang main musik, kalau musim gugur anak-anak nyaman bisa lari lari di tepiannya.

 

Q:  Apa hal paling menarik bagi Mbak Dian selama berkeliling kota?

D: Banyak, salah satunya mungkin waktu ke twelve apostle. Perjalanan panjang yang kami lalui bersama teman-teman, di sepanjang jalan kami lihat koala mondar mandir gitu. Perjalanannya panjang, pagi dari rumah, sampai sana petang, tapi pas sampai, magnificent!

Foto oleh Dian

Saat aku jalan-jalan ke Mt.BawBaw buat main salju juga berkesan, soalnya aku dan Danish sempet debat karena Danish kekeuh nggak mau pakai sarung tangan! Di sana kami bikin manusia salju, dan ternyata itu susah. Aku kira cuma bulat-bulatin doang.

Foto oleh Dian

Q: Bagaimana suami dan anak Mbak Dian sebagai teman perjalanan?

Foto oleh Dian

D: Haha mereka the best mates! Pernah suatu ketika aku ke Melbourne lagi, ke Sydney, Swiss, Korea, sendiri meskipun nggak rempong seperti kalau bawa keluarga tapi rasanya ya kurang aja. Apalagi aku agak buta arah, jadi serasa ada yang kurang kalau nggak sama suami. Suamiku detil dan ingatannya kuat, orientasi arah juga sangat bagus, jadi aku sangat aman kalau jalan bareng suami, pasti sampai.

Q: Sebagai seorang istri sekaligus ibu, apakah mimpi terbesar Mbak Dian selama melakukan studi?

D: Be the best role for my kids, dan mimpi lainnya adalah semoga aku selalu bisa jadi istri yang baik dan ibu serta anak yang baik meski aku sedang studi. Secara udah seumuran ini dan hidup yang makin kompleks, juga beban yang semakin banyak, pastinya kita banyak dapat bisikan setan ya.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU