Potret Hedonisme Pendakian Kawah Ijen

Hedonisme pendakian Kawah Ijen dan warga menjadi simbiosi mutualisme yang entah akan berakhir sampai kapan. Bersyukur, karenanya ekonomi warga meningkat.

SHARE :

Ditulis Oleh: Echi

Foto oleh MSA

Hedonisme/he·do·nis·me/ /hédonisme/ n pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup

Wisata pendakian Gunung Ijen sedang ngehits. Panorama lanskap Kawah Ijen sukses memikat puluhan ribu wisatawan untuk berkunjung. Blue fire yang terkenal di kancah dunia internasionalpun menjadi magnet kuat mendatangkan turis asing.

Ketenaran nama Gunung Ijen turut menambah pundi-pundi uang warga.Banyaknya wisatawan yang datang menciptakan peluang untuk meraup keuntungan.

Bila sebelumnya mayoritas warga bekerja sebagai penambang belerang, berkat kemajuan wisata Kawah Ijen, pekerjaan mereka mulai bervariatif. Hanya bermodal warung sederhana, mereka menjual hal-hal yang dibutuhkan pendaki dan wisatawan. Mereka membuka warung menjual minuman hangat dan makanan untuk para wisatawan dan pendaki yang hampir setiap saat ramai mengunjungi.

Pernah mendengar Warung Bu Im? Sebuah warung di suatu sudut lapangan parkir Ijen yang menjual wifi? Beliau memanfaatkan fenomena ketenaran pendakian Ijen untuk meraup sedikit keuntungan dengan menjual wifi. Ide cemerlang yang bisa menyelesaikan permasalahan hilang sinyal. Untung buat Bu Im, untung juga untuk wisatawan dan pendaki. Tanpa menunggu lama sampai di kota, mereka bisa segera memposting hasil foto-foto saat di Kawah Ijen.

Foto oleh MSA

Ada lagi, bapak-bapak penyedia jasa angkut barang. Dari area lapangan parkir, berjalanlah menuju jalur pendakian. Jika di sepanjang jalur pendakian kalian melihat bapak-bapak mendorong gerobak, kalian bisa meminta si bapak untuk membawakan barang bawaan kalian sampai ke puncak. Lebih meringankan beban pendakian bukan?

Bahkan, kalian yang lelah berjalan pun bisa minta si bapak untuk mengantar sampai puncak naik gerobak. Tapi, kalian harus menyediakan uang yang cukup besar jika ingin ke puncak naik gerobak.

Waktu melihat seorang ibu-ibu yang naik gerobak dengan anaknya melewati saya, saya pikir pendaki tadi sedang cidera. Tak kuat jalan hingga harus dibawa naik gerobak. Lantas beberapa langkah kemudian, saya berhenti istirahat pada kerumunan bapak-bapak paruh baya. Terdengar dari pembicaraannya, mereka sedang tawar menawar naik gerobak seperti pendaki tadi. Bapak-bapak itu menawar 700 ribu rupiah untuk bisa diantar sampai puncak. Dalam hati saya, “si bapak ini kaya banget, sampai mau bayar jasa bapak gerobak”.

Potret penyedia jasa gerobak naik turun puncak membuat saya berpikir. Sekarang, tak perlu capai mendaki ya, asal mempunyai banyak uang bisa langsung sampai puncak dan berfoto berlatar Kawah Ijen. Yah, dalam hati saya juga berkata, mungkin inilah secuil potret hedonisme pendakian Ijen.

Tak selamanya hedonisme itu negatif bukan? Nyatanya, hedonisme seperti itu merupakan hal yang bagus bagi kesejahteraan warga sekitar. Sebuah hedonisme pendakian yang mampu memunculkan ide-ide kreatif untuk meningkatkan ekonomi mereka. Dahulu, penambang hanya mengandalkan upah tak sepadan dibandingkan dengan resiko yang mengancam. Kini, hedonisme pendakian ijen dan warga sekitar merupakan sebuah simbiosis mutualisme.

Baca Juga:

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU