Post-Travel Syndrome, Penyakit yang Melanda Para Pejalan

Pernah merasa kalau kembali ke pulang ke rumah adalah perasaan terburuk yang kamu alami setalah traveling? Rasanya ingin terus bertualang dan menambah pengalaman baru yang unik dan seru-seru. Tapi kamu harus pulang, kembali ke rumah dan melakukan rutinitas hidup lagi.

SHARE :

Ditulis Oleh: Nurul Ulu Wachdiyah

Foto oleh Nurul Wachdiyah

Pernah merasa kalau kembali ke pulang ke rumah adalah perasaan terburuk yang kamu alami setalah traveling? Rasanya ingin terus bertualang dan menambah pengalaman baru yang unik dan seru-seru. Tapi kamu harus pulang, kembali ke rumah dan melakukan rutinitas hidup lagi.

Sekembalinya ke rumah, kamu merasa senang bertemu lagi dengan keluarga dan teman-teman. Tak butuh waktu lama, kamu tiba-tiba merasa nelangsa. Kamu nyalakan laptop dan scrolling up-scrolling down foto-foto liburan lagi dengan perasaan hampa, melamun sedih karena kebosanan, mengejek teman yang belum pernah traveling, malas berinteraksi dengan lingkungan sekitarmu, dan masih banyak lagi energi negatif lainnya.

Tahu tidak, bisa jadi kamu terkena penyakit ini: post-travel syndrome.  Tenang, kamu gak sedang kelainan. Ini adalah penyakit yang lumrah dialami para traveler. Bukan penyakit yang harus serius ditangani sih, tapi kalau dianggap remeh pun bisa berabe akibatnya. Ujung-ujungnya kamu bisa depresi.

Depresi karena kembali ke rumah setelah traveling, memang bisa? Bisa. Kuncinya cuma satu kok: Move on!

Wikipedia saja menjelaskan apa artinya Post-Travel Syndrome:

A person may suffer from post vacation blues after returning home or to a normal routine from a long vacation, especially if it was a pleasurable one.  The longer a trip lasts, the more intense the post vacation blues may be. This is because after the person returns home, they realize how boring and unsatisfactory their normal lifestyle routine is when compared to the activities he or she did while on their holiday/vacation.

Memang sulit harus move on dari pengalaman yang menyenangkan. Makanya tidak aneh para traveler sering kembali lagi bertualang. Ketagihan sensasinya sih.

Traveling bukan cuma sekadar piknik. Kalau hanya label ‘kurang piknik’, kamu tinggal piknik aja ke taman di kota tempat tinggal. Kelililng mall, makan di kafe, berkunjung ke rumah teman, nonton di bioskop. Beres deh.

Tipikalnya para traveler berbeda lagi. Traveling adalah sarana untuk mengisi jiwa yang haus pengalaman baru, pengalaman yang berbeda dengan kehidupan di kesehariannya.

Buat para traveler sih bukan ‘kurang piknik’ istilahnya. Kurang lama travelingnya! Aaah selama apapun travelingnya, kamu akan merasa selalu kurang. Iya kan?

Setelah traveling umumnya kamu mulai menyadari bahwa orang-orang dan ruang yang  kamu tinggalkan sesaat itu tidak berubah. Kamu lah yang berubah. Perjalanan mengubah kamu dan sudut pandang kamu dalam segala hal. Apalagi kalau baru kembali dari perjalanan panjang berminggu-minggu, pulang ke rumah awalnya saja terasa senang. Berhari-hari berikutnya pasti bosan dan sering merasa tidak terhubung dengan lingkungan terdekat. Culture shock.

Lalu bagaimana caranya agar kita tidak berlarut-larut mengalami post-travel syndrome? Ini dia triknya!

1.Buatlah catatan perjalanan

Unggah tulisannya ke blog. Bagikan kisahmu dengan banyak orang. Tidak usah terburu-buru. Nikmati tiap ingatan dari perjalanan yang kamu rangkai menjadi kalimat itu. Sudahlah kamu mengobati perasaan rindu traveling lagi, kamu catat pula kronologis dan perasaan yang kamu rasakan selama perjalanan itu. Kalau malas menulis, tidak ada salahnya kan dikit-dikit mulai mencatat. Terlalu sibuk? Coba trik yang ke-2.

 

2. Lihat kembali foto-foto perjalananmu

Memindahkan berkas foto-foto dari kamera dan HP ke laptop atau PC. Dilihat lagi fotonya satu per satu. Edit fotonya kalau merasa perlu lalu unggah ke media sosial. Perlihatkan pada teman, kerabat, dan orang tua. Ceritakan pengalaman kamu pada dunia meski captionnya hanya sebatas satu kalimat.

 

3. Segera persiapkan perjalanan berikutnya!

Atur perjalanan kamu berikutnya. Cari jadwal kepergian, cek tiket, cek penginapan, susun rute perjalanan, dan cari teman traveling.

 

4. Jangan menyendiri

Berkumpulah dengan komunitas para pejalan. Kamu bisa bertukar cerita dengan mereka. Belum lagi bisa saling curhat tentang rasa hampa yang kamu alami setelah traveling.

 

5. Coba lakukan hal baru

Keluar dari zona aman dan sesekali ikuti kelas-kelas seperti kelas memasak, kelas menulis, kelas memotret, kelas-kelas handmade seperti merajut, membuat tas dari bahan kulit, dan masih banyak lagi! Cari teman lebih banyak dari dunia yang berbeda.

***

Foto oleh Nurul Wachdiyah

Masih banyak tips lain; mendatangi acara-acara kreatif di kota, pergi ke toko buku dan berbelanja buku-buku, menjelajahi kota tempat tinggal sendiri, bekerja dengan giat (makin banyak uang, makin leluasa memilih tipe perjalanan dan tempat-tempat yang kamu kunjungi, kan?)

Dan yang terpenting, selalu ingat bahwa: family comes first. Apapun yang terjadi pada kamu, keluargalah yang akan selalu siap menopangmu. Jadi pulang kembali ke pelukan keluarga bukan sesuatu yang salah.

Tentu saja kamu akan tetap merasa sedih usah perjalanan berakhir. Kamu tidak akan pernah merasa tercukupi. Tidak apa-apa. Yang bisa kamu lakukan adalah mencegah rasa depresi saja akibat menahan ‘lapar’ ingin bertualang.

Di antara pekerjaan di kantor, kehidupan kampus, dan kesempatan untuk kembali menjadi traveler, nikmati saja prosesnya. Tidak ada yang salah dengan menjalani rutinitas sehari-hari, juga tidak ada yang salah dengan kembali ke jalanan dan bertualang lagi dan lagi. Kesalahan itu terjadi kalau sikap negatif kita mulai memberi efek buruk pada orang-orang di sekitar kita. Sabar saja, Raja Ampat tidak ke mana-mana kok, ia menantimu di sana.

 

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU