Pengalaman Pertama Menyeberang ke Karimun Jawa dengan KM Muria

Pengalaman pertama tak selalu menyenangnkan, namun pengalaman pertama adalah jalan untuk merasakan pengalaman-pengalaman berikutnya.

SHARE :

Ditulis Oleh: Faiz Jazuli

Foto oleh Faiz Jazuli

Seseorang menepuk pundakku saat aku sedang menikmati sarapan pagi di pelabuhan Kartini Jepara. Saat itu adalah jadwal keberangkatanku menuju kepulauan Karimunjawa.

“Ayo berangkat, kapal udah mau berangkat” ucap mbak Hani yang menjadi pemandu untuk perjalanan 3 hari kedepan di pulau yang memiliki sunset terbaik.

Dua jam pertama

KM Muria memiliki 3 lantai. Truk dan lemari memenuhi dek lantai 1, termasuk bahan-bahan sembako yang cukup untuk persediaan selama 1 bulan. Tumpukan gas oksigen juga terlihat memenuhi sisi kiri dek lantai 1.

‘Ini mah orang yang mau pada diving di Karimunjawa pasti,’ gumamku.

Tempat duduk penumpang berada di dek lantai 2 lengkap dengan televisi yang selalu memutar video klip lagu dangdut. Saat itu semua tempat duduk telah penuh. Saya memutuskan untuk menaiki sebuah tangga di sisi kanan dengan cat biru yang mulai mengelupas.

Di dek lantai 3 sudah banyak kelompok-kelompok yang mengobrol sambil menunggu kapal berangkat.

Suasana semakin ceria ketika sebuah kelompok -sekitar 6 orang- bernyanyi dengan riang diiringi dengan petikan gitar dari seorang pria yang mengenakan kacamata hitam. Mereka duduk menghadap buritan kapal, bahagia sekali mereka.

Pagi itu langit terlihat cerah, udara tidak begitu panas dan air laut terlihat tenang dari dek lantai 3. Saya mendekati sebuah ruangan dengan kaca lebar di bagian depan, ternyata ruangan terkunci ini adalah tempat kapten kapal.

Saya mencoba mengintip melalui kaca tersebut, kosong. Nampaknya masih ada waktu untuk melihat-lihat seisi kapal.

Jujur, bagian paling menarik dari KM Muria adalah bagian dek atas. Bendera merah putih berkibar di buritan kapal. Birunya langit menjadi latar belakang dengan awan tidak terlalu banyak membuatnya semakin bercerita.

Sebuah drum berwarna oranye membuatku penasaran. Drum ini berada di sisi-sisi kapal.

‘Ini berisi sekoci untuk tanggap darurat jika terjadi sesuatu dengan kapal’ ucap seorang pria yang berdiri sendirian sambil memegang rokoknya. Sepertinya ia sudah lama melihat gelagatku yang dari tadi mengintip-ngintip isi dari drum oranye ini.

Berbincang dengan orang lokal adalah cara terbaik untuk mengetahui hal-hal unik dari tempat yang kita datangi.

Saya melihat sisi kanan kapal terlihat teduh, sinar matahari mulai terik dan kapal mulai bergerak.

Saya memutuskan menggunakan tempat itu sebagai spot terbaik untuk menikmati 8 jam perjalanan menggunakan KM Muria. Sambil makan cemilan yang sudah saya beli saat mbak Hani mengejar-ngejar saya untuk buru-buru naik kapal sampai menyisakan hampir separuh sarapan pagi ku.

Saya sangat menikmati perjalanan yang baru di mulai ini.

Enam jam berikutnya

Tiga jam berlalu, matahari semakin terik dan ombak semakin besar.

Keadaan semakin tidak bersahabat, sambil tiduran saya melihat awan, tidak bergerak sama sekali. Ketika melihat kedepan, hamparan laut luas bersih tanpa ada benda apapun mengapung.

Kelihatanya kapal ini tidak bergerak, saya tidak menemukan tanda-tanda kalau kapal ini beregrak. Saya hanya merasa pusing dan mual.

Orang-orang sudah tertidur terkapar di dek kapal. Beberapa orang harus menggunakan jaketnya agar tidak kepanasan karena tidak mendapat tempat berteduh.

Saya harus melompati mereka untuk bisa menuju dek bawah. Kelihatanya mereka juga merasakan apa yang saya rasakan. Saya berkeliling kapal sekali lagi, mencoba untuk mengurangi rasa pusing. Membeli mi di kantin kapal untuk mengurangi mual.

Hampir sebagian penumpang kapal telah tertidur pulas.

Kapal melewati nelayan yang sedang melaut. Terlihat 2 orang sedang mengemudikan kapal berpapasan dan menuju arah sebaliknya.

‘Kelihatanya sudah hampir sampai ini,’ ucap seorang pemandu yang membawa 18 orang dari Surabaya.

Benar saja, tidak lebih dari 15 menit sebuah pulau terlihat samar-samar. Saya membangunkan temanku yang masih tertidur dan memberitahu kalau kita hampir sampai.

‘Masih lama ini mas, kira-kira 30 menit lagi,’ sahut pemandu tersebut.

Sayapun minta maaf pada teman saya dan mencoba menyuruh dia untuk kembali tidur.

‘Kalau beruntung di daerah ini biasanya ada lumba-lumba,’ pemandu itu kembali mengajak ngobrol.

Dia sudah lebih dari 10 kali menyeberang ke Karimun Jawa. Tapi sebagai pemandu, bukan sebagai wisatawan. Saya pikir dia beruntung mempunyai pekerjaan yang diimpikan banyak orang. Tetap jalan-jalan dan dibayar.

KM Muria merapat ke dermaga dengan memutar lalu berjalan mundur. Buritan kapal merupakan jalan satu-satunya untuk keluar masuk kapal.

***

Tips : Perjalanan ke-2 ke Karimun Jawa saya juga tidak mendapatkan kursi di dek lantai 2. Akhirnya kami mengikuti saran dari warga lokal Karimun Jawa untuk duduk di dek paling bawah. Ternyata ini jauh lebih baik dari pada harus duduk berpanasan dan merasakan goyangan kapal di dek paling atas.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU