Pengalaman Pertama Mencoba Couchsurfing

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya saya menginap di rumah seorang yang benar-benar asing. Berkat couchsurfing, saya mendapat pengalaman itu.

SHARE :

Ditulis Oleh: Faiz Jazuli

Foto oleh Shabara Wicaksono

Saya mengetahuinya dari seorang teman. Malam itu dia mengajak saya berkumpul bersama orang-orang, yang menyebut perkumpulan mereka dengan nama Couchsurfing.

Saya memesan salad -yang teryata tak terlalu enak, dan memilih duduk di depan seorang wanita -kira-kira berumur 20 tahun dengan rambut hitam kuncir kuda. Dari dirinyalah saya tahu tentang seluk beluk Couchsurfing.

Dea -nama panggilannya, seorang yang lucu dan menyenangkan. Dia bercerita tentang Couchsurfing dengan antusias sembari tak hentinya mengunyah menu pesanannya sehingga terkadang kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar kurang jelas.

Pada intinya Couchsurfing adalah wadah dimana setiap orang dapat membuat janji dengan orang yang benar-benar asing untuk traveling bersama ke 1 tujuan, ataupun bertemu dengan host lokal di suatu tempat, dari seluruh penjuru dunia.

Pengalaman pertama kali

Minggu ketiga Maret 2015, saya dan seorang teman berniat berkunjung ke Kawah Ijen dan Taman Nasional baluran, Banyuwangi Jawa Timur.

Ini pertama kalinya kami ke Banyuwangi.

Kami tak memiliki seorangpun teman disana, dan juga tak memiliki gambaran akan menginap di mana. Pada awalnya kami berencana nekat pergi ke Banyuwangi hanya bermodalkan ransel dan sedikit uang saku.

Namun tiba-tiba saya teringat tentang couchsurfing.

Tiga hari sebelum berangkat, saya iseng memposting tentang rencana kunjungan kami ke Banyuwangi di couchsurfing.com .

Tak disangka, saat saya asyik menikmati pegalnya punggung karena kursi 90 derajat  KA Ekonomi Sri Tanjung Solo – Banyuwangi, muncul notifikasi seseorang meninggalkan komentar di postingan saya.

Supri Yadi. Itulah nama yang tertulis disana. Dia menawarkan untuk menginap di rumahnya.

Awalnya kami ragu, namun kami tak memiliki pilihan lain. Tawarannya lebih menarik daripada tidur di stasiun saat musim hujan -hawa dinginnya luar biasa.

Malam itu, saya mengirim pesan ke nomor ponselnya bahwa saya dan seorang teman telah sampai di Stasiun Karangasem Banyuwangi.

Dia membalas dengan sangat cepat, ‘Kke, tunggu, akan saya jemput.’

Saya tak menyangka dia bersedia menjemput tamunya yang baru pertama kali dikenalnya.

Supri Yadi datang menjemput bersama seorang bocah kecil, kira-kira berumur 7 tahun menggunakan sepeda motor matic. Kesan pertama saya melihatnya, saya teringat Gugun, vokalis band Gugun Blues Shelter. Rambutnya gondrong sangat  khas dilihat dari kejauhan.

Saya berpikir, penampilannya angker, mungkin dia pendiam dan susah untuk diajak mengobrol. Namun diluar dugaan dia sangat ramah.

Bahkan bersedia mengajak kami berkeliling mencari motor sewaan untuk akomodasi naik ke kawasan pendakian Gunung Ijen.

Dia bahkan memberi beberapa tips cara memilih motor sewaan di Banyuwangi – kami akhirnya mendapat motor sewaan Rp 75.000,-/malam dengan kondisi motor yang cukup bagus, memberi rekomendasi tempat makan terbaik di Banyuwangi, menyarankan bus yang harus dipilih untuk menuju Surabaya, dan yang terbaik memberi semangat saat kami kelelahan mendaki Gunung Ijen.

Di puncak Ijen, dengan rambut panjangnya yang berkibar tertiup angin gunung, dia bercerita, tamunya memang kebanyakan turis asing, namun dia tak segan menerima tamu lokal. Selama masih ada kamar kosong, rumahnya terbuka untuk siapapun. Dirinya suka bertemu dengan orang baru dan bertukar cerita menarik.

Ini pertama kalinya kami bertemu, namun sifatnya menyambut kami bagai seorang teman yang lama tak bertemu.

***

Sebuah hal baru bagi saya, menginap di rumah seorang yang benar-benar asing, dan cukup berkesan.

Saya tak menyesal membuat postingan di Couchsurfing kala itu. Jika menurut Dea, saya sah menyebut diri saya sebagai ‘Couchsurfer’.

Tak selalu tentang destinasi, traveling adalah tentang bertemu dengan orang-orang dan suasana baru.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU