Masyarakat Minangkabau terkenal dengan kebiasaan merantau — melanglang buana hampir di segala penjuru tanah air tak terkecuali di ibukota, Jakarta. Salah satu bukti kehadiran masyarakat Suku Minangkabau adalah kehadiran rumah makan Padang — yang sebenarnya kalau kamu berkunjung ke Padang sendiri tak menemukan tulisan RUMAH MAKAN PADANG.
Rindu adalah musuh setia perantau. Sebagai salah satu pelaku budaya merantau, saya kerap dilanda kerinduan terhadap Kota Padang, tempat saya berasal.
Dan, siapapun tahu mengalami rasa rindu bukanlah sesuatu yang menyenangkan.
Nah, bagi kamu perantau minang yang ada di Jakarta jangan bersedih jika dilanda perasaan merindu.
Berikut tempat-tempat yang setidaknya bisa meredakan rasa rindumu pada tanah Minang sampai waktu mudik lebaran tiba.
Salah satu kerinduan yang kerap melanda perantau adalah soal makanannya. Meskipun bertebaran rumah makan masakan Padang di ibukota, tapi selalu ada yang dirindukan soal makanan kampung halaman nan jauh dimato itu.
Datanglah di Minggu pagi ke pelataran Masjid Sunda Kelapa. Kamu perantau asal Minang pasti tak sabar untuk segera mencicipi makanan yang dijual, dari mulai Sate, Soto, Lontong sayur, dan Lontong pical khas Padang.
Tidak itu saja, dari segi cemilan atau penganan khas Sumatra Barat dari mulai lapek — jenis makanan manis yang terbuat dari tepung dibungkus dengan daun, lamang — makanan yang terbuat dari ketan dan di isi dengan kelapa dicampur gula merah kemudian di bungkus dengan daun pisang, dan sala bulek — dari tepung dikasih rempah-rempah penganan khas pariaman.
Saya sempat kaget menemukan kue Bika yang kerap saya temukan dalam perjalanan Padang-Bukittinggi. Berbeda dengan Bika Ambon, Bika khas Sumatra Barat terbuat dengan tepung dan campuran tape singkong yang proses masaknya dengan dibakar dan dialasi daun.
Oh, kamu juga bisa menemukan lamang tapai di sini.
Selain makanan, banyaknya orang Minangkabau yang jualan atau sekedar berkunjung menghadiri pengajian di mesjid Sunda Kelapa bisa membuat kamu melepaskan bahasa ibu dan logat Minang. Telingamu akan akrab dengan suara-suara yang biasa kamu temukan di kampung halaman.
Tanah abang salah satu daerah terkenal dimana banyak pedagangnya berasal dari perantau Minangkabau. Tak perlu berbelanja, sekedar melepaskan kelelahan mengunakan logat Jakarta, kamu bisa melepaskan berbicara dengan mengunakan bahasa ibumu. Atau syukur-syukur bisa bertemu dengan orang kampungmu.
Setidaknya itu yang saya temukan ketika suatu hari berkunjung ke Tanah Abang tak sengaja bertemu tetangga saya di kampung yang sedang berbelanja untuk dijual lagi di kampung saya. Jika pun tak bertemu, kamu bisa sekedar bercengkrama dengan beberapa orang disana yang kamu prediksikan bahwa mereka adalah orang Minangkabau.
Selain Tanah Abang, kamu bisa juga mengunjungi Pasar Jatinegara atau kawasan Blok M.
Jika dibulan puasa, kawasan ini adalah surga pelampiasan rasa rindu pada masakan mama di kampung halaman. Sebab ragam makanan khas Minangkabau betebaran dari satu lapak ke lapak lainnya. Dan, penjualnya pun berdarah Minangkabau. Jadi kamu dapat membeli dengan menggunakan logat Minangkabau layaknya berbelanja di pasar seperti di kampungmu.
Dan, ada satu rumah makan Padang legenda di sana kalau bukan Rumah Makan Sederhana yang harganya sebenarnya tidak sesederhana menuntaskan rasa rindu ini. Selain itu, saya suka sate Padang di Benhil yang kuahnya terasa sama seperti sate di daerah rumah saya, di Padang.
Di Pasar Benhil pun terdapat tempat makan yang bernama Bofet Mini, selain menyediakan masakan khas MinangKabau juga ada aneka ragam jajanan seperti kue talam, surabi kuah, bubur kampiun dan lain sebagainya. Bofet mini menduduki bintang 4 lho di tripadvisor!
Ketika merindukan lamang tapai, penganan khas masyarakat Minangkabau yang terbuat dari ketan kemudian di kemas dalam bambu, dan disuguhi dengan tapai bewarna hitam agak keungu-unguan tersebut, kaki saya melangkah menuju ke pasar Senen.
Di Senen ini, seperti berada di pasar kampung sendiri. Terdapat penjual ikan bilih—ikan yang kecil-kecil yang berasal dari danau singkarak, sumatera Barat. Lagi, telinga saya pun akrab dengan bahasa yang digunakan dan logat Minangkabau yang kental.
Taman mini Indonesia Indah memang tidak menawarkan kelezatan masakan Minangkabau seperti yang ditemukan di Sunda Kelapa maupun Benhil, tapi mengelilingi kawasan ini setidaknya mengingatkanmu pada pelajaran Budaya Alam Minangkabau (BAM) semasa sekolah di Padang dulu.
Meskipun keberadaan rumah gadang di kawasan rumahmu yang jauh di kampung halaman itu sudah sangat jarang, setidaknya mengademkan diri di rumah gadang di taman mini Indonesia membuat rasa buncah tersendiri di sudut hatimu. Rasa rindu terhadap kampung halaman pun sedikitnya terobati.