Naik Kereta Kuno Disuguhi Pemandangan Jawa Tengah, Yuk Mampir di Museum Kereta Api Ambarawa

Masih banyak pengetahuan yang bisa kita kupas tentang kereta api Indonesia.

SHARE :

Ditulis Oleh: Echi

Bagi yang mencari objek wisata yang bisa dikunjungi di Kabupaten Semarang, Museum Kereta Api Ambarawa masuk dalam referensi.

Museum yang kembali dibuka pada Oktober 2014 setelah mengalami restorasi ini berhasil menyedot minat pengunjung untuk datang menyaksikan kisah yang tersimpan dalam sejarah perkeretaapian Indonesia.

Berbekal uang sepuluh ribu rupiah, kita sudah bisa puas menjelajahi museum yang dulunya memang difungsikan sebagai stasiun.

Berlokasi di Kota Ambarawa, museum ini bisa dicapai dari Kota Semarang lalu melintas ke Ungaran.
Setibanya di Pertigaan Bawen, ambil jalan ke kanan menuju ke arah Yogyakarta sampai bertemu Tugu Palagan Ambarawa. Dari tugu tersebut belok kiri, sekitar 100 meter kita akan menjumpai museum ini.
Sebaliknya bila dari Yogyakarta, pilih jalur Semarang. Kemudian jangan sampai kelewatan Tugu Palagan Ambarawa, belok kanan. Kira-kira 100 meter maka akan segera tiba di museum.

Tak usah khawatir tersesat karena sudah tersedia cukup lengkap papan petunjuk yang terpampang. Selain itu, kita juga bisa memanfaatkan fasilitas peta yang terdapat di gawai.

Memasuki museum kita langsung disajikan tulisan I AMBARAWA yang tegak berdiri dengan warna kuning mencolok. Sepertinya inspirasi penempatan tulisan itu berasal dari I AMSTERDAM.

Banyak cerita yang beredar seputar sejarah pendirian stasiun kereta api ini. Salah satunya adalah tentang kisah penamaan stasiun ini sebagai wujud penghargaan dan dedikasi terhadap jasa Raja WillemI.

Stasiun Willem I ini dibangun atas prakarsa Raja Willem III. Perintah sang raja kepada para pekerja adalah untuk mendirikan stasiun kereta api yang dapat mengangkut para tentara ke kota Semarang.
Dibangun pada 21 Mei 1873, keberadaan stasiun ini kian mengokohkan status Ambara sebagai kota militer pada zaman kolonial Belanda. Berlokasi dekat dengan Benteng Willem I juga menjadi alasan mengapa stasiun ini disebut Stasiun Willem I.

“Dulu, museum ini mulanya adalah stasiun yang digunakan sebagai sarana transportasi militer. Untuk mengangkut hasil perkebunan juga. Dari Ambarawa ke Jogja, Solo, atau Semarang,” tutur Supervisor Indonesian Railway Museum, Reynold P Napitupulu.

Adapula cerita yang mengatakan jika pembangunan jalur kereta api ke Ambarawa merupakan dampak dari hak konsesi yang diperuntukkan bagi Nederlandsch Indisch Spoorweg Maatschappij (NIS).
Saat itu, NIS merupakan pelaksana kereta api pertama di Hindia Belanda yang memiliki kewenangan untuk membangun jalur kereta api Ambarawa.

Jalur ini digunakan kaum militer menjalankan kepentingan mereka. Kesuksesan pembangunan jalur kereta api ini mengikuti keberhasilan pembangunan jalur kereta api Semarang-Surakarta pada 1868-1869.

Sayangnya, pada 1970 stasiun ini tidak beroperasi. Imbasnya, jalur Magelang-Semarang-Yogyakarta ditutup. Atas permintaan Gubernur Jawa Tengah, Soepardjo Roestam pada 1976 stasiun ini beralih fungsi menjadi museum.

Kebanggan bagi para pengunjung yang mampir di museum ini adalah saat mengagumi kereta berlokomotif uap di museum.

Timbulnya kebanggan tersebut karena Museum Kereta Api Ambarawa menjadi salah satu museum kereta di dunia yang masih memiliki lokomotif uap yang aktif. Di dunia, hanya tiga negara yang mempunyai lokomotif uap yang masih bisa dikemudikan yakni Austria, India, Indonesia.

Bagi pengunjung yang datang di hari Minggu jika beruntung, maka berkesempatan menjajal nikmatnya perjalanan dari Stasiun Ambarawa menuju Stasiun Tuntang dengan menumpang kereta api wisata dengan lokomotif tua berbahan bakar kayu jati.

Harga tiket yang dibayarkan untuk dapat memanjakan mata lewat kereta api ini adalah Rp 50 ribu.
Sepanjangan perjalanan kita dapat memandangi hamparan sawah yang menghijau, rawa-rawa yang dipenuhi perahu nelayan, dan barisan gunung yang menghiasi bumi Jawa Tengah. Sungguh potret keindahan yang membuat hati terpesona.

Rawa Pening, Bukit Telomoyo, dan Gunung Merbabu menjadi paduan yang apik yang tak pantas kita tinggalkan begitu saja. Segera abadikan melalui gawai berkamera. Tak hanya itu, kursi tua semakin melengkapi romantisme kereta wisata.

“It takes only one hour but the memory your railways mountain tour will last forever”. Itulah sepenggal kalimat bijak yang terpampang di gerbong kereta wisata yang cukup menggambarkan betapa berharganya pengalaman yang kita terima saat mencoba naik kereta api wisata.

Peralatan penunjang perkeretaapian juga tersuguh di museum ini. Misalnya, turntable. Lingkaran dengan rel di pinggirnya ini ada di tengah luasnya hamparan halaman museum. Alat ini digunakan untuk proses pencucian loko dan memutar lokomotif.

Adapula genta sebagai alat yang menghubungkan pesan antara petugas stasiun dengan penjaga pintu perlintasan bahwa akan ada kereta yang melalui perlintasan yang dijaga.

Setiap bunyi yang dikeluarkan mempunyai tanda dan makna sendiri. Seperti, Sepur hulu 2x rangkaian bunyi. Sepur hilir 1x rangkaian bunyi. Pembatalan informasi sebelumnya 4x rangkaian bunyi. Bahaya 5x rangkaian bunyi. Percobaan 5x rangkaian bunyi.

Genta yang tersimpan di museum ini merupakan koleksi pusat pelestaran dari benda bersejarah kereta api Indonesia (Persero). Masih banyak pengetahuan yang bisa kita kupas tentang kereta api Indonesia. Jangan sampai menyesal. Anda bisa mengulik sisi lain kereta di sini.

***

Artikel yang kamu baca adalah kerja sama antara Phinemo dan Tribun Jateng.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU