Batuan Candi Borobudur menipis hingga mencapai 1,8 sentimeter setiap dikunjungi 50 juta pengunjung.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Balai Konservasi Borobudur (BKB) sedang mengkaji sandal khusus yang akan dipergunakan pengunjung. Sandal ini dirancang agar batu-batu candi tidak cepat aus.
Sebagai langkah awal, BKB menggelar sayembara desain sandal untuk masyarakat dan telah ditetapkan pemenangnya, pada Sabtu (10/10) lalu. Desain sandal yang memenangkan sayembara adalah desain dengan alas dari karet yang tidak keras dan goni.
Kepala BKB, Marsis Sutopo menjelaskan struktur utama Candi Borobudur yang terdiri dari batu-batu andesit memang cukup kuat. Namun, seiring waktu, batu andesit akan mengalami keausan. Faktor penyebabnya beragam, salah satunya karena pijakan kaki jutaan pengunjung candi.
Marsis berharap, penggunaan sandal khusus tersebut bisa mengurangi tingkat keausan batu candi. Sayangnya, pihakya belum dapat memastikan kapan penggunaan sandal itu akan diberlakukan karena masih perlu dilakukan kajian lebih lanjut.
Salah seorang anggota tim Kajian Keausan Candi Borobudur, Bramantara menjelaskan setiap tahun keausan batu Candi Borobudur terus meningkat. Tercatat sejak tahun 1984 – 2007 batu di sisi timur dan utara Candi telah mengalami keausan bidang mencapai 2,2 sentimeter. Sisi timur dan utara merupakan akses naik wisatawan menuju puncak stupa candi.
Alas kaki yang dipakai wisawatan kerap membawa pasir, kerikil dan kotoran. Gesekan antara material tersebut dengan permukaan batu secara langsung dapat menambah laju kausan batu candi.
Selain aus, tingkat kekesatan permukaan batu juga sudah mendekati kritis di sisi Timur. Untuk nilainya sudah mencapai 34 British Pendulum Resistance (BPR). Sementara, kelicinan batu akan terjadi jika angkanya mencapai 33 BPR. Bramantara memaparkan, untuk batu lantai candi sekarang sudah mencapai 48-50 BPR. Sementara batu baru tingkat kekesatannya 67-70 BPR. Jika di bawah 33 BPR akan lincin sehingga mudah menyebabkan wisatawan tergelincir.