Awal 2015, di dunia maya heboh beredar liputan tentang Lamreh dan Ujung Kelindu, wilayah yang berada di Aceh Besar, disebut-sebut memiliki keindahan yang tak kalah dengan Bali.
Saat berkembang isu perdebatan panjang akan dibangun golf tahun 2012 di situs sejarah Lamreh, tempat ini menjadi terkenal. Kini, setelah isu tersebut perlahan menghilang, Lamreh kembali dilupakan. Padahal seharusnya ini menjadi potensi wisata yang patut dikembangkan.
Ada apa saja di Lamreh? Ini dia;
Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, terletak di koordinat N5.61234 E95.53163 yang berada di wilayah Krueng Raya dengan luas 300 hektar. Lamreh merupakan daerah perbukitan yang tersusun dari batuan karst. Di sini terdapat Benteng Malahayati dan Benteng Kuta Lubhok.
Benteng Malahayati mempunyai spot bagus untuk menyelam atau sekedar menikmati pemandangan. Benteng ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Alaiddin Riayat Syah Almukammil (1589-1604 M). Bangunan ini merupakan benteng pertahanan sekaligus asrama penampungan janda-janda yang suaminya gugur dalam pertempuran. Selain itu juga digunakan sebagai sarana pemenuhan konsumsi laskar angkatan perang pimpinan Laksamana Malahayati, pahlawan asal Aceh. Selain benteng banyak nisan tua yang terdapat di sini, bagi pecinta arkeologi, tempat ini adalah tempat yang wajib untuk dikunjungi.
Batee kapai (karang kapal) ialah sebuah bukit karang menyerupai badan kapal yang berada tepat di depan tanjung. Menurut masyarakat setempat, ini adalah Kapal Amat Ramanyang yang dikutuk karena durhaka kepada ibunya-semacam dongeng Malin Kundang di Sumatera Barat. Bukit karang tersebut dikenal juga dengan sebutan Pulau Amat Ramanyang.
Melihat peninggalan nisan-nisan di Lamreh dan juga benteng serta lingkungan alam yang sangat mendukung maka patut kiranya kawasan ini ditinjau untuk menjadi salah satu wisata sejarah. Jika ada usaha merekontruksi kembali sejarah melalui peninggalannya tentu hal ini akan terwujud.
Lamreh bisa menjadi salah satu tujuan rekreasi sejarah. Jika dikelola dengan baik, situs tersebut dapat menjadi tempat edukasi sejarah sekaligus tempat yang menjadi tujuan wisata karena pemandangan alam yang bagus dan tempat snokling yang hampir mirip dengan sabang, hal ini terlihat dari airnya yang jernih di dekat Benteng Inong Balee.
Menurut hasil penelitian terbaru beberapa ahli dari beberapa universitas yang mengatakan bahwa kemungkinan yang sangat besar bahwa Lamreh adalah Lamuri, Bandar dan kota metropolitan yang hilang. Jika benar demikian dan dilihat dari penelitian arkeologi ini menjadi salah satu dari potensi yang dikembangkan. Pembangunan galeri arkeologi di Lamreh akan menjadi sebuah daya tarik wisata.
Akses ke Bukit Lamreh cukup berat, kita harus menaiki jalan terjal yang tidak beraspal dan hanya pohon-pohon yang membatasi Bukit Lamreh ini dengan laut.
Untuk melihat pemandangan yang paling eksotik di bukit ini dibutuhkan tenaga ekstra dan kehati-hatian, pasalnya untuk mencapai tempat yang dimaksud kita harus menelusuri sebuah bukit yang terjal dari sebelah kiri bukit dengan latar laut di sisinya. Jalur yang tersedia hanya jalan setapak tanpa aspal.
Bukit dengan laut lepas tempat ini sempat menjadi tren topik di media sosial tahun 2015. Anak muda, orang tua dan keluarga datang ke sana meski hanya untuk berfoto dan mengabadikan kecantikan alamnya.
Jarak Bukit Kelindu Lamreh dengan jalan raya sekitar 30 menit perjalanan menggunakan motor dan 1 jam berjalan kaki. Tiap orang harus membayar Rp 15.000 untuk masuk.
Kamu tahu, hampir tiap pantai di Aceh berpasir putih bersih. Tapi Lamreh menyediakan pemandangan lain, di antara pasir putih itu terdapat pohon di tengah lautnya. Untuk mencapainya kita harus cukup berjuang dengan berenang menuju spot itu. Melelahkan memang, tapi saya pikir untuk mendapat sesuatu yang indah memang dibutuhkan perjuangan, yang penting harus tetap hati-hati.
Setelah penelitian tentang arkeologi oleh Disbudpar Aceh, Lamreh kini tidak hanya dikunjungi wisatawan Aceh tapi juga mancanegara. Sayangnya, banyak sampah beterbaran dimana-mana. Pengunjung sepertinya hanya datang untuk menikmati alam dan menikmati angin yang membelai wajah mereka, tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Biasanya orang-orang datang hanya sekali ke Lamreh, dan Lamreh pun kembali menjadi tanah yang dilupakan.