Bersyukurlah budaya minum kopi sudah tertanam sejak lama, begitu kental, dan bahkan membudaya di negeri ini. Sebut saja Aceh, kota yang terkenal dengan Serambi Mekkah – nya ternyata menyimpan kebudayaan minum kopi warganya yang sudah berakar turun temurun . Tidak salah memang jika berkunjung ke Banda Aceh, kita akan menemukan banyak sekali warung kopi berdiri disana.
Tapi jangan lupakan Belitung. Pulau yang terkenal melalui film layar lebar Laskar Pelangi dan memiliki keindahan dari tumpukan bebatuan yang unik juga memiliki tradisi minum kopi yang sangat kental.
Adalah kopi Manggar, yang menjadi kebanggaan Masyarakat Belitung sekaligus menjadi ciri khas dari kota ini. Suasana begitu hidup ketika kita menginjakkan kaki di tempat ini. Hampir semua warung kopi sudah memiliki pelanggan setia layaknya warung kopi konvensional di kota-kota besar.
Salah satu warung kopi kondang di tempat ini adalah warung kopi Atet. Warung kopi yang berdiri sejak tahun 1949 merupakan warung kopi pertama yang didirikan oleh Tjie A Fuh di Kota Manggar dan terletak di Jalan Sudirman nomor 187 yang selalu menjadi incaran para turis yang berkunjung ke Belitung.
“Kurang afdol rasanya jika berkunjung ke Belitung, tidak mampir dan mencicipi kopi Manggar ini.” Celetuk salah seorang tamu yang sedang menyeruput secangkir kopi Manggar tanpa susu.
Terdapat beberapa menu yang disediakan di warung Atet ini. Tapi salah satu menu yang sangat digemari oleh pelancong yaitu kopi O (kopi hitam tanpa susu) dan jeruk kunci yang rasanya asam tapi sangat menyegarkan dan baik bagi kesehatan. Tentunya menu yang ditawarkan disini sangat ramah bagi kantong berkisar Rp. 4.000,- sampai Rp 6.000,- per gelasnya.
“Kopi yang disajikan memang bukan kopi asli Belitung, melainkan kopi yang didatangkan langsung dari Lampung. Tetapi cara pengolahan dan penyajian inilah, yang membuat cita rasa dari kopi ini begitu berbeda”. Jelas Pak Atet dengan perawakannya tinggi dan besar.
Menurut beliau, penggilingan kopi di Belitung memiliki caranya tersendiri. Tidak ada campuran jagung sedikitpun, dan teknik pengolahan biji kopi juga berbeda. Dan yang menarik dari penyajian kopi ini adalah bubuk kopi dimasukkan ke dalam saringan yang terbuat dari bahan katun lalu diseduh dengan air mendidih ke dalam saringan. Lalu ditumpahkan ke panci yang sudah dengan air mendidih yang lainnya, dituangkan ke dalam gelas lalu ditambahkan susu kental manis di dalamnya untuk menambah rasa kenikmatan.
Bangunan yang sudah berdiri sejak lama tampak begitu terawat, seakan kesan kuno tidak begitu dihiraukan oleh para pelanggan karena begitu asyiknya menyeruput secangkir kopi yang begitu nikmat ditemani roti goreng atau lemper yang dibungkus daun Simpor khas Belitung.
“Rata-rata warung kopi disini memiliki jam buka yang berbeda-beda. Tapi kalau saya pribadi biasanya buka menjelang pagi dan tutup toko sekitar pukul 15.00 atau menjelang maghrib. Jadi, kami sebagai pemilik toko tidak takut berebut pelanggan, karena tiap-tiap toko sudah punya tamunya masing-masing.” Ujarnya sambil tertawa lebar.
Ya inilah Belitung, sebuah kota kecil yang jauh dari hingar-bingar keramaian kota, pulau yang memiliki pemandangan laut yang masih terjaga dengan pasir halusnya, jalan beraspal nan halus melewati rimbun nya perkebunan kelapa sawit. Memberikan kesan tersendiri bagi yang berkunjung ke tempat ini.
“Mun lum ngupi, lu sampai Manggar” begitulah pepatah yang disampaikan.