Misteri Bambu Gila Maluku

Indonesia timur memang sangat kaya akan ragam budaya, salah satunya permainan tradisional bambu gila Maluku. Permainan ini ternyata menyimpan banyak misteri.

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

Skeptis. Aku bukan tipe orang yang dengan mudahnya membagikan suatu link di sosial media, apalagi link-link tek jelas asal-usulnya.

Pada masa pilpres 2014, link-link dari berbagai situs berita abal-abal begitu marak di sosial media. Pendukung fanatik dari masing-masing calon seperti berlomba membagikan berita buruk tentang rival calon andalan mereka dan berita baik calon pilihan mereka.

Masing-masing kubu merasa paling benar. Calon pilihan mereka bak nabi yang harus dibela mati-matian.
Aku merasa beruntung menjadi seorang skeptis saat masa-masa pilpres lalu karena aku dapat menjaga kewarasanku dengan tidak mendukung membabibuta salah satu calon. Toh negara ini autopilot.

Skeptis ini merasuk hingga ke kehidupan sehari-hari. Aku tak pernah percaya begitu saja pada berbagai acara reality show di televisi. Aku yakin semuanya telah diatur sedemikian rupa. Begitupun saat menonton sebuah program berita yang menayangkan sebuah permainan tradisional bambu gila. Aku yakin pasti bambu itu digerakan oleh para pemainnya.

Kali ini pandangan skeptikku diruntuhkan. Setelah melihatnya sendiri, aku baru tahu, jika ternyata bambu tersebut benar-benar bergerak tanpa bantuan seorang pun.

Bambu gila, atau nama tradisionalnya “bara suwen” dipentaskan di sebuah desa kecil tepi pantai Ternate, Maluku. Desa dengan aroma khas pantai dan pasir putihnya yang indah luar biasa. Panggung sempurna menyaksikan keunikan adat sebuah daerah.

Kau pasti berpikir bambu tersebut hanya bambu biasa. Akupun. Dan ternyata dugaan kita salah besar. Bagi kamu yang sempat terpikir mencoba permainan ini bersama teman-teman permainanmu sebaiknya segera urungkan.

Bambu yang digunakan sepenglihatanku beruas ganjil. Cukup panjang, mungkin sekitar 2 meter karena ketika bambu diberdirikan tinggi bambu 1/4 kali lebih tinggi dari para pemain. Ada kain berwarna cerah diujungnya. Kain yang digunakan cukup lusuh.

Ada 7 orang pemain yang bertugas memegang bambu. Tubuh mereka kekar berotot. Kakinya menjejak mantap ke pasir pantai putih ini. Kulit lengan yang digunakan untuk mengapit bambu nampak mengeras, tanda mereka sudah berpengalaman memainkan permainan ini.

Aroma khas menyeruak hidung, aroma kemenyan. Si pawang ternyata sudah memulai ritualnya. Dia membacakan mantra sambil menghembuskan asap kemenyan ke bambu. Kemenyan dibakar di dalam sebuah wadah tempurung kelapa yang dipegang oleh sang pawang.

Bambu itu sebenarnya memiliki berat yang normal seperti halnya bambu-bambu lain. Sebelum acara dimulai aku melihat 2 orang anak kecil yang membawanya ke arena.

Setelah dihembuskan asap kemenyan yang telah dibacakan mantra tradisional Maluku, bambu seperti bertambah berat, terlihat dari gelagat pemain yang nampak kewalahan.

Tiba-tiba angin pantai berhembus kencang. Aku tak tahu apakah karena pengaruh roh atau bukan, yang jelas sekarang bambu mulai bergerak seakan ingin lepas dari pelukan para pemain.

‘Bara masuen jadi gou-gou! Teriakan- teriakan bahasa daerah terdengar.

Aura mistis dalam permainan bambu gila terasa sangat kental. Orang-orang yang boleh memainkan bambu gila bukan orang sembarangan. Mereka adalah “Sang Terpilih”.

Pemain-pemain itu bertelanjang dada mengenakan atribut serba merah, termasuk pada celana dan ikat kepala. Iringan musik makin cepat, mengikuti keliaran bambu.

Bambu hidup bergerak mengikuti asap kemenyan dari tempurung yang dipegang pawang. Ke mana asap bergerak, bambu  mengikuti asap tersebut. Para pemain harus berjuang untuk menahan bambu agar tidak lepas dari dekapan. Ditambah alunan irama musik yang mengiringi seolah menambah gila bambu yang dipegang para pemain.

Beberapa turis wanita berteriak. Ternyata ada seorang pemain tergelatak. Pemain yang lain tetap terlihat tenang. Tentu, mereka pasti sudah terbiasa melihat pemandangan ini.

Pingsannya  pemain sering digunakan sebagai tanda bahwa bambu gila sudah harus diakhiri.  Sang pawang membalik tempurung yang dipegangnya.

Di akhir pertunjukan bambu yang tadinya cukup ringan, saat dilepaskan bagai besi yang berton-ton beratnya.

Permainan berakhir ternyata tak menghilangkan kekuatan mistis bambu gila. Gerakan mistis bambu itu benar-benar hilang setelah pawang memberi makan berupa api dari kertas yang dibakar sambil membacakan mantra.

Konon dulunya, para penguasa Kesultanan Ternate memanfaatkan pawang Bambu Gila untuk membawa perahu yang sudah dibuat di gunung, ke pinggir pantai.

Zaman sekarang, selain untuk pertunjukan, ilmu Bambu Gila digunakan untuk membantu memindahkan kapal yang kandas.

Gerak dalam tarian bambu gila menandakan kesatuan dan persatuan dalam masyarakat. Gerakan yang kompak dan seirama merupakan lambang dari semangat gotong royong.

“Membangkitkan jiwa persatuan dan kesatuan dalam melaksanakan berbagai segi hidup, yang merupakan perwujudan jiwa gotong-royong” 

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU