photo from http://tulsaparenting.org
Oke, sekarang aku tiba di rumah. Beberapa teman sibuk menghubungi menagih oleh-oleh. Setelah mendapat perlakuan istimewa dari keluargaku bak seorang pahlawan pulang perang, aku merebahkan badan di atas tempat tidurku. Aku merindukan kasur ini, yang telah menemani sejak aku sekolah dasar, wangi khas kamarku, serta derik jangkrik disamping kamar. Kutatap jendela kamar, gesekan daun pohon mangga disamping kamar terdengar begitu merdu. Aku teringat ketika kecil aku sering memanjatnya, bekas jahitan di dahiku buktinya. Ya, terjatuh dari atas pohon menurutku menjadi tanda bahwa aku melewatkan masa kecilku dengan benar. Mataku terasa begitu berat. Kantuk mulai menyergap.
Setelah berjuang keras menabung dan mengumpulkan uang aku berhasil mewujudkan impianku untuk traveling keliling Asia Tenggara. Mimpi yang kubangun sejak SMA. Berenang bersama hiu di Donsol Filipina, menyaksikan matahari terbit di Angkor Wat Kamboja, panorama Ha Long Bay Vietnam yang begitu menakjubkan, semua telah kualami. Berbagai pikiran berkecamuk. Setelah semua perjalanan itu, apakah kini aku bisa disebut sebagai seorang traveler? Lalu apa yang harus kulakukan sekarang?
Kulawan rasa kantuk. Kuraih pulpen dan buku kecilku. Ada banyak hal yang memenuhi kepalaku. Aku merasa banyak hal yang bisa kulakukan sekarang, dengan menjadi seorang “traveler”.
Tak ada yang lebih membuat kesepian selain kita berada dikumpulan orang-orang yang tak mengerti dan tak sepaham mengenai apa kesenangan kita. Berkumpul dengan orang-orang yang memiliki satu kesukaan akan sangat menyenangkan. Aku jelajahi internet untuk bergabung dengan berbagai forum para traveler yang ada. Kubuka pula couch surfing happy hours yang meghubungkan pelancong dari berbagai penjuru dunia. Ketika kita menceritakan perjalanan kita didepan orang-orang yang tidak pernah melakukan perjalanan, kita seperti sedang memberi mereka kuliah umum, pembicaraan hanya satu arah. Dengan berkomunikasi bersama orang-orang yang memiliki satu kesukaan kita akan salaing berbagi cerita dan berdiskusi bersama. Kita dapat pula berbagi tips perjalanan. Tak ada yang tahu juga jika nantinya kita akan bertemu secara nyata diperjalanan saat sedang traveling.
Aku memang telah mencapai mimpiku unutk berkeliling Asia Tenggara, namun bukan berarti aku tak bisa membuat mimpi baru. Ini saatnya untuk membuat tujuan baru lagi. Berbagai hal baik saat traveling tentu harus kumanfaatkan dengan baik dan bijaksana. Aku ingin lahir sebagai seorang pribadi baru yang lebih baik dari sebelumnya. Banyak hal yang bisa kita lakukan. Tentu kamu tak ingin bukan saat kita berkomunikasi dengan teman traveler yang kita temui dijalan, kita mendengar kabar bahwa dia dipecat dari pekerjaannya karena dianggap tidak produktif lagi. Mungkin dia masih terjebak dalam utopia indah seorang traveler.
Traveling melihat berbagai tempat baru, kita menyaksikan kenyataan yang ada. Ternyata di belahan dunia sana masih ada orangorang yang tak bisa menikmati lezatnya daging atau manisnya susu, tak tahu nikmatnya nasi, bahkan adapula yang tak mengenal internet. Adapula kasus perdagangan manusia dan kesenjangan kaya miskin yang begitu tajam. Aku melihatnya secara langsung ketika traveling. Ini momen yang tepat bagiku untuk melakukan aksi nyata membantu orang-orang yang membutuhkan, semampuku. Aku terpikir untuk membuat sebuah petisi online menentang keras perdagangan manusia dan berharap pihak berwajib mengetahui dan mengusutnya. Nampaknya aku pun dapat mengumpulkan donasi demi membantu saudara-saudara yang kurang mampu dipelosok-pelosok sana. Aku mantap, karena aku adalah salah seorang saksi nyata.
Saat traveling,aku tak pernah berkata “tidak” saat warga lokal baik hati menawariku makanan khas daerah mereka, seburuk apapun rasanya. Akupun heran, ternyata aku dapat tidur diatas tanah dan rumput, aku dapat menyeberang sungai setinggi 50cm, aku dapat memanjat tebing batu. Ternyata aku mampu. Jika diluar sana aku mampu melakukannya, kenapa disini tidak kulakukan? Saat dirumah aku terlalu takut mencoba hal baru.Mencoba rute baru saat joging pun aku terlalu malas. Bahkan ada tetangga rumah yang tak kukenal sama sekali karena jarangnya aku keluar rumah. Bagaimana mungkin aku berkenalan dengan banyak orang diluar sana sementara aku tak mengenal tetanggaku sendiri? Saatnya aku keluar dari zona nyaman.
Ini hal yang paling menyenangkan. Aku tak sabar untuk menyusun rencana menuju surga-surga tersembunyi lain diluar sana. Seorang traveler disebut sebagai traveler karena terus melangkahkan kakinya bukan?
Kututup buku kecilku. Semua terasa lebih ringan. Sekarang, kurasa aku bisa bermimpi dengan tenang. Mimpi dalam arti sebenanrnya tentunya, dan aku pun terlelap.