Saya berboncengan dengan seorang kawan menggunakan motor matic.
Jarak dari pos masuk menuju Padang Bengkol, sekitar 12 km. Jalur berupa jalan berbatu dan tanah lembek dimana saat
musim hujan banyak terdapat kubangan lumpur.
Saat melewati jalur ini kecepatan maksimal motor matic mungil kami hanya sekitar 30 km/jam karena terjalnya medan.
Bahkan kami sempat terpeselet di kubangan lumpur karena permukaan tanah yang tidak rata dan licinnya jalan.
Sangat disarankan menggunakan motor yang memiliki spesifikasi menerjang jalur offroad ataupun menggunakan mobil.
Menggunakan motor matic untuk menjelajah Taman Nasional Baluran adalah ide buruk.
Kami berkunjung saat musim penghujan. Pada musim ini, hewan-hewan liar agak susah ditemui karena cadangan air dan makanan
di dalam hutan melimpah sehingga mereka cenderung berdiam dalam hutan.
Menurut penjaga pos Taman Nasional Baluran, bulan terbaik untuk berkunjung adalah bulan Juni – Agustus saat musim kemarau.
Suasananya benar-benar mirip sabana Afrika.
Kering, rumput kecoklatan, dan hewan liar keluar dari dalam hutan bergerombol di kawasan dimana banyak air dan makanan yang telah disediakan petugas.
Saat berkunjung, saya hanya bermodalkan ransel berisi sedikit bekal roti dan botol minuman, juga 1 potong kaos cadangan.
Kamera DSLR lensa standar tergantung di leher.Lensa kit standar DLSR tak memungkinkan untuk melakukan zoom dari jarak sangat jauh.
Hewan-hewan liar yang muncul kebanyakan takut pada manusia sehingga susah untuk mendekati mereka.
Salah satu alternatif cara mengamati mereka adalah menggunakan teropong binocular. Bagi fotografer, lensa tele menjadi
pilihan terbaik.
Tanpa benda-benda tersebut saya hanya dapat mengamati kawanan kerbau yang berkumpul di bawah pohon dari kejauhan. Juga
merak yang sedang terbang -ini pertama kalinya saya melihat merak terbang dari balik pohon, karena saat saya mendekatinya
dia menjauh.
Hanya sekumpulan monyet yang dapat saya amati dari dekat karena mereka tak canggung dengan manusia.
Baluran, meski suasana saat itu agak mendung, tetap saja matahari bersinar dengan teriknya.
Saya hanya bergantung pada tudung jaket REI pinjaman saya, cukup efektif, namun agak menganggu pandangan.
Saya sering mengejek beberapa kawan wanita yang mengenakan topi lebar dan kacamata hitam sebagai kawanan sosialita, namun kali ini aksesoris ‘sosialita’ mereka membuat saya iri.
Topi dan kacamata hitam menjadi paduan sempurna di tempat ini.
Berada di tempat ini dan hanya sibuk berfoto narsis seperti rombongan abg ‘trendy‘ yang datang menggunakan mobil beberapa saat setelah kami, tak akan mendapat banyak hal.
Mereka melewatkan 2 monyet yang saling berkejaran dan bermain bergulingan di dekat deretan tengkorak kerbau yang dipajang depan penginapan wisma rusa, juga seekor merak yang tiba-tiba terbang rendah dengan ekor panjang indahnya menjuntai.
Saya dan kawan saya menyesal tak menginap di penginapan yang tersedia di kawasan Taman Nasional Baluran ini. Harganya cukup murah dan terjangkau, hanya Rp 150.000,- per malam.
Bayangkan pagi hari kita dibangunkan cuitan burung, saat membuka jendela pemandangan yang terlihat adalah padang rumput yang sangat luas dengan berbagai macam hewan liarnya.
Menginap di penginapan Taman Nasional Baluran ini menjadi target saya saat berkunjung ke tempat ini di lain waktu.
Pantia Bama masih berada dalam kawasan Taman Nasional Baluran, sekitar 4 kilometer dari Padang Bengkol. Pantai Bama dengan pasir putihnya tak terlalu luas, namun suasananya cukup tenang saat saya datang berkunjung.
Banyak monyet di tempat ini, mengingatkan pada Sangeh, Bali.
Saya duduk di sebuah potongan batang pohon mati di pinggir pantai, mengamati sekitar. Ada rombongan keluarga menggelar tikar, mengeluarkan makanan dan buah-buahan.
Seekor monyet berjalan pelan dari arah belakang rombongan itu. Saya diam mengamati apa yang akan dilakukannya.
Tiba-tiba saja dia menyambar tas makanan rombongan tersebut dan langsung berlari menjauh memanjat pohon.
Seorang ibu berkerudung merah -yang sepertinya bertugas sebagai penanggung jawab makanan itu, hanya bisa berteriak-teriak marah sambil menunjuk-nunjuk monyet itu.