Es Cong Lik, Jajanan yang Wajib Dicoba Saat Berada di Semarang

Kawasan Pecinan Semawis memang surganya kuliner, ada satu kuliner legendaris yang sudah berdiri begitu lama dengan sejarahnya yang melegenda

SHARE :

Ditulis Oleh: Prameswari Mahendrati

photo from laurentiadewi.com

Akhir minggu selalu dinanti sebagian besar orang. Saya berani memastikan hampir sebagian besar orang menanti-nanti satu hari ini dalam seminggu. Mungkin kalian juga termasuk, begitu pun dengan saya.

Bagi saya, malam minggu adalah waktu yang tepat untuk bermain dan belajar sembari melepas penat. Traveling dan wisata kuliner tentu menjadi tujuan pasti.

Menelusuri panjangnya jalan di area Pecinan, Semarang sudah menjadi andalan saya ketika tidak memiliki tujuan pasti untuk memanjakan lidah.

Berbagai jenis kuliner dari kudapan hingga makanan berat seperti aneka sate, bakmie, tahu gimbal, siomay, dan aneka masakan khas Cina dan Jawa.

Kawasan ini memang menjadi pusat dari segala kuliner yang ada di Semarang, tak segan-segan saya mengajak beberapa rekan dari luar kota untuk mengadu rasa di sini.

Pandangan pun mengarah ke satu sudut kedai bertuliskan “Es Cong Lik”. Bukan lagi rasa penasaran yang ada, tapi lebih pada rasa ketagihan untuk menyantap kudapan pencuci mulut ini. Selain rasa dan cara pengolahan, sejarah keberadaan Es Cong Lik ini pun begitu fenomenal di telinga masyarakat Semarang. Sebagian besar orang asli Semarang tahu keberadaan kedai ini.

Berbagai portal berita kuliner yang saya lihat di Google pun berbondong-bondong membahas kenikmatan kuliner khas Pecinan serta tiga cabang lain yang terletak di Jalan Ahmad Dahlan, Seroja dan MT Haryono.

Mendengar pembicaraan pelanggan lain di kedai ini, rata-rata membicarakan hal yang sama, rasa yang begitu lezat dengan berbagai varian rasa; duren, coklat, vanilla, Alpukat, leci, sirsak, kelapa muda lengkap diiringi toping. Proses pembuatannya pun masih tradisional tanpa campuran bahan pengawet, pantas saja Es Cong Lik tidak bertahan lebih dari dua jam.

Menikmati satu mangkuk Es Cong Lik dengan rasa duren di campur coklat menambah kenikmatan ketika mendengar alkisah sejarah Es Cong Lik yang dituturkan oleh Bapak Sukimin. Seorang legenda yang dijuluki sebagai ‘Kacung Cilik’ oleh beberapa pelanggannya saat ‘tempoe doeloe’.

Pak Sukimin bercerita bahwa telah berjualan es putar  sejak masih belia. Sembari melayani pelanggan, anaknya menambahkan bahwa julukan Cong Lik diadaptasi dari kata ‘Kacung Cilik’ yang berarti pembantu kecil.

“Saya ke luar masuk kampung menjajakan es putar punya orang. Saya mulai menabung. Setelah uang terkumpul, saya membeli gelas dan sendok. Saya ingin berjualan sendiri”.

Benar-benar usaha yang berbuah manis, semanis jajanan yang dijajakannya.

Pemandangan yang saya lihat di kedai ini sangat heterogen, berbagai kalangan berdatangan ke kedai ini. Dari anak muda hingga orang tua, dari motor hingga bermobil, dari orang Jawa hingga Tionghoa. Semua menyatu dalam kenikmatan tekstur lembut es putar ini.

Satu mangkuk dengan dua varian rasa cukup untuk menemani, terlebih saya diberi bonus cerita singkat perjalanan seorang ‘kacung cilik’, benar-benar menginspirasi. Lengkap sudah malam minggu ini, lidah dimanjakan, pikiran pun terbuka.

“Tak ada perjuangan yang mudah, jatuh bangun adalah salah satu proses penuju parameter kesuksesan”

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU