Rasa penasaran saya terhadap Korea Utara akhirnya terpuaskan pada tahun 2014. Banyak kabar beredar terutama hal negatif tentang negeri ini. Ternyata apa yang saya lihat dan rasakan selama di sana sama sekali berbeda dengan apa yang saya pikirkan sebelum berangkat.
Mudah sekali. Dikarenakan untuk masuk ke negara yang bernama resmi Democratic People’s Republic of Korea (DPRK) ini semua orang harus melalui agen travel yang telah disetujui oleh pemerintah setempat, maka segala keperluan diurus oleh perusahaan travel yang kita pilih. Calon pengunjung hanya membayar biaya paket yang diambil, isi form, lalu kirim scan-an paspor dan foto lewat email. Itu saja. Ada banyak paket yang ditawarkan dengan harga yang berbeda-beda. Saya sendiri memilih paket grup yang bergabung dengan orang asing lainnya selama enam hari lima malam. Tapi, karena perusahaan travel yang mengelola trip ini hanya ada di Beijing, Tiongkok, maka berangkatnya harus dari kota ini, begitu pun pulangnya, harus ke Beijing lagi. Oleh karena itu, jika ingin ke Korea Utara, mesti mempersiapkan perjalanan ke Beijing juga.
Selain foto-foto dan boarding pass, tidak ada bukti apapun bahwa kita pernah ke Korea Utara. Paspor kita tidak di-cap, dan visa yang diterima hanyalah lembaran kertas yang terpisah dari paspor. Sayang sih sebenarnya, tapi mau gimana lagi. Stempel tanggal masuk dan keluarnya pengunjung dari negara ini hanya tertera di visa yang akan diambil kembali oleh petugas sebelum kita meninggalkan Korea Utara.
Tidak juga, lumayan santai. Ketika mendarat dan tiba giliran saya untuk di-cek paspornya, saya langsung semangat sekaligus deg-degan karena takut salah isi kartu kedatangan yang sudah dibagikan saat di pesawat. Tidak lama setelah menyerahkan paspor, petugas mengangkat kepala, menatap saya.
“Now, you are living in Japan?”
“Yes.” Saya berusaha tampak tenang.
Dia hanya memastikan alamat saya yang saat itu menetap di Jepang, sementara paspor saya Indonesia. Itu saja, ternyata. Dan ketika dia mengembalikan paspor diiringi ucapan “Welcome!” saya langsung sumringah dan berseru pelan “Yeaah!” Petugas yang terlihat masih muda itu pun tersenyum geli. “Thank you!” Tambah saya sebelum meninggalkannya.
Silahkan membawa barang apapun selama tidak ada hubungannya dengan jurnalistik dan keagamaan. Ketika tiba di bandara, petugas hanya meminta paspor dan semua gadget yang dibawa untuk dicatat merknya. Setelah keluar melewati detector, semua itu akan dikembalikan. Saya waktu itu sengaja meninggalkan salah satu smartphone yang dalam keadaan off di ransel. Ternyata, saat sedang mengambil tas yang keluar dari mesin scanning, dengan nada sedikit keras petugasnya menyuruh saya mengeluarkan alat komunikasi yang ada di sana. Saya yang sudah merasa lega berubah cemas karena merasa bersalah dan khawatir mereka akan menyitanya. Sial, pikir saya, kenapa nggak dikeluarin aja tadi. Untunglah, petugas tersebut hanya mencatat, lalu mengembalikannya lagi.
Artikel terkait: 9 Alasan Mengapa Anda Harus Coba Traveling ke Luar Negeri
Petugas berpakaian militer hanya ada di pos-pos penjagaan dan di tempat-tempat tertentu. Pengamanan yang sangat ketat hanyalah di Istana Kumsusan, tempat mayat Kim Il-sung dan Kim Jong-il diawetkan. Bahkan di daerah militer seperti Demilitarized Zone (DMZ), pengawalannya cenderung santai. Tampak jelas para tentara di sana sudah terbiasa dengan kedatangan turis, sehingga mereka lumayan murah senyum. Di jalanan pun saya hampir tidak pernah bertemu petugas berpakaian militer lengkap.
Selama berada di lokasi wisata, pengunjung boleh mengambil foto dan bergaya sebanyak-banyaknya, selama itu mengikuti aturan. Warga Korea Utara sangat menghormati pemimpin dan mendiang pemimpinnya, sehingga ada gambar-gambar tertentu yang tidak boleh difoto dan beberapa tindakan yang tidak boleh dilakukan. Misalnya, di depan patung raksasa Kim Il-sung dan Kim Jong-il pengunjung tidak boleh berfoto dengan gaya berlebih seperti melompat, meniru pose mereka, dan meludah. Begitu juga dengan petugas berseragam, mereka tidak boleh difoto tanpa izin. Memang, pada malam hari, turis tidak boleh keluyuran kecuali ada izin khusus. Jadi, semua wisatawan hanya tinggal di hotel yang telah menyediakan beberapa fasilitas olahraga, karaoke, bar, dan restoran. Di sini kita juga bebas berinteraksi dengan pengunjung lain.
Salah! Mereka sangat ramah jika kita punya kesempatan untuk berinteraksi. Sering saya melihat warga, khususnya anak-anak yang tersenyum sambil melambaikan tangannya kepada kami, turis di dalam bus. Senang rasanya melihat keceriaan dan membalas lambaian mereka.
Setiap hari libur nasional tanggal 9 September, yang merupakan Hari Kemerdekaan Korea Utara, masyarakat merayakannya dengan berkumpul di taman sambil menari. Ketika ke sana, saya dan teman-teman satu grup sempat berhenti untuk melihat sekelompok orang yang sedang asyik menari. Melihat kedatangan kami, beberapa di antaranya langsung mendekat menarik kami satu per satu untuk diajak bergabung. Tawa di wajah mereka tidak sedikit pun menyiratkan kesusahan.
Hanya diperiksa sekilas. Sekali lagi, harus mematuhi aturan dan jujur tentang barang yang dibawa ketika ditanya saat pemeriksaan paspor. Saat itu saya dan beberapa teman satu grup kembali ke Beijing menggunakan sleeper train. Setiap kabin diisi empat orang beserta barang masing-masing. Kami yang tadinya sudah berpikir petugas akan mengecek setiap tas yang ada ternyata hanya melakukan random check. Padahal di kabin sebelah petugas meminta pemiliknya membuka semua tas yang ada, termasuk kamera, tapi kabin kami hanya diintip sekilas. Petugasnya hanya mencatat jenis kamera dan alat komunikasi yang ada tanpa membuka galeri fotonya.
**
Untunglah tidak ada insiden apa-apa selama saya ke sana. So, tidak ada alasan lagi kan, untuk tidak ke Korea Utara?