Berpakaianlah yang Sopan Ketika Jalan-jalan

Hargailah budaya orang lain dengan berpakaian yang sopan

SHARE :

Ditulis Oleh: Halida Aisyah

Bepergian ke tempat baru sesungguhnya bukan cuma soal mencoret bucket list kita yang penuh dengan tempat-tempat yang ingin dikunjungi dan hal-hal yang ingin dilakukan.

Pagi itu, saya dan teman-teman sedang berdiri di tengah antrian masuk ke Wat Phra Kaew (Temple of Emerald Buddha) di Bangkok, Thailand. Sebagai salah satu lokasi yang sayang dilewatkan saat traveling ke Bangkok, terlihat kompleks Temple of Emerald Buddha yang menyatu dengan The Grand Palace sudah dipadati turis meski waktu belum juga menunjukkan pukul 10. Namun selangkah lagi dari pintu masuk, seorang penjaga berseragam hijau tentara menghampiri saya.

“You, go back to the front gate. Rent a sarong there,” kata penjaga itu tiba-tiba, memisahkan saya dari antrean.

Saya tidak mengerti alasan dia menyuruh saya menyewa sarung, padahal saya sudah memilih bawahan yang tertutup untuk kunjungan ke tempat suci agama Buddha tersebut. Kebingungan saya pasti terlihat jelas karena tak lama kemudian penjaga itu menerangkan kenapa saya harus mengganti bawahan saya.

“These… too tight,” tambahnya sambil menunjuk legging hitam yang saya pakai.

Saya pun menelusuri jalan yang sudah saya lewati untuk kembali ke pintu masuk komplek The Grand Palace dan Temple of Emerald Buddha dengan perasaan sedikit kesal. Bagaimana tidak, sudah jalan jauh-jauh, saya harus kembali ke pintu masuk hanya untuk menyewa sarung. Padahal ketika masuk saya tidak dicegat untuk mengganti pakaian seperti turis-turis lain yang memakai celana atau rok pendek. Saya pun menumpahkan kekesalan saya pada mbak-mbak yang menyewakan sarung di pintu masuk tersebut.

“Why didn’t you tell me earlier?” tanya saya dengan kesal, sambil mengeluarkan 30 Baht (setara Rp11,500) dari dompet untuk ongkos sewa kain berwarna oranye yang kini melilit pinggang saya.

Aturan berpakaian di kuil dan istana kerajaan

Turis asing yang mengenakan dress selutut. Foto dokumentasi pribadi penulis

Pagi itu saya mengunjungi The Grand Palace dan Temple of Emerald Buddha memakai dress selutut dan legging. Tanpa saya sadari, pakaian tersebut ternyata melanggar dress code yang mengharuskan pengunjung perempuan memakai celana panjang atau rok di bawah lutut. Selain itu, pengunjung juga tidak diperkenankan memakai pakaian yang pas di badan seperti legging atau tights.

Saya sendiri tidak masalah kalau harus menutup lagi kaki saya dengan sarung untuk menghormati sebuah tempat ibadah, tapi kenyataan bahwa saya baru diberi tahu begitu saya tinggal beberapa langkah lagi dari kuil tersebut memang agak menjengkelkan. Jalan ke pintu masuk di depan cukup jauh, ditambah matahari sangat terik dan jalanan sudah dipadati oleh ratusan turis.

Bagaimanapun, saya tidak mau membiarkan pengalaman itu mengurangi kesenangan saya. Kejadian itu terlalu sepele untuk memengaruhi mood saya lama-lama. Saya sudah siap memasang senyum lebar di depan Temple of Emerald Buddha ketika saya melihat seorang perempuan bule masuk ke sana memakai rok pendek di atas lutut. Loh, kenapa penjaga yang sama tidak melarang perempuan itu masuk ke dalam?

Saya pun memperhatikan sekeliling saya. Lama kelamaan, saya melihat makin banyak perempuan yang melangkah bebas di area kuil dengan rok pendek atau legging ketat. Awalnya saya merasa ada standar ganda di sini, di mana turis lain mendapatkan keistimewaan karena ras mereka.

Tapi setelah dipikir-pikir, sepertinya tidak ada standar ganda. Pelanggaran dress code yang saya lihat dilakukan oleh orang-orang yang berbeda ras dan usia, jadi tidak mungkin penjaga itu pilih-pilih. Saya pun berprasangka baik dengan menyimpulkan contoh yang saya lihat hanyalah orang-orang yang luput dari mata para penjaga.

Menghargai budaya setempat saat bepergian

Ada yang pakai mini skirt juga. Foto merupakan dokumentasi pribadi penulis

Yang saya sayangkan, sebagian dari mereka pasti sudah tahu peraturan berpakaian di area kuil yang notabene tempat ibadah. Kalaupun mereka belum tahu sebelumnya, mereka pasti sadar setelah melihat turis-turis lain yang jumlahnya tidak sedikit ‘digelandang’ ke tempat penyewaan sarung.

Tapi sepertinya tidak ada kesadaran dari mereka untuk secara sukarela memperbaiki cara berpakaian mereka. Padahal, tujuan wisata ini adalah tempat suci bagi umat Buddha. Malah bukan hanya pakaian saja yang perlu dijaga, tapi tiap pengunjung juga harus menjaga sikap agar tidak mengganggu mereka yang sedang khusyuk berdoa.

Sebelum berangkat traveling, jangan lupa untuk mengepak pakaian yang sopan sesuai standar tempat yang menjadi destinasi kita

Bepergian ke tempat baru sesungguhnya bukan cuma soal mencoret bucket list kita yang penuh dengan tempat-tempat yang ingin dikunjungi dan hal-hal yang ingin dilakukan. Saat bepergian, kita terpapar juga dengan budaya yang mungkin sedikit berbeda dengan budaya kita.

Ini bisa menjadi kesempatan untuk memahami dan membuka wawasan kita bahwa ada miliaran orang di dunia ini, dan tidak semuanya menjalankan kesehariannya dengan cara yang sama dengan kita.

Sebelum berangkat traveling, jangan lupa untuk mengepak pakaian yang sopan sesuai standar tempat yang menjadi destinasi kita, terutama kalau berencana mengunjungi tempat ibadah atau tempat resmi seperti istana kerajaan.

Tentu Kamu tidak mau kan kalau turis-turis datang ke rumah ibadah kalian berpakaian seperti sedang berlibur di pantai? Memakai rok atau celana panjang saja, tidak ada ruginya, kok. Malah dengan begitu Kamu bisa lebih menikmati liburan karena tidak perlu repot-repot mengganti pakaian saat berkunjung ke tempat-tempat tertentu.

***

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU