Berminggu-minggu hanya mengurung diri di rumah adalah hal yang membuat saya kehilangan semangat untuk berjuang dan menjelajah. Rumah saya terlalu nyaman untuk ditinggalkan. Inilah alasan mengapa saya tidak begitu suka berlama-lama diam di rumah dengan tidak melakukan banyak hal. Hanya pekerjaan layaknya ibu rumah tangga yang saya hadapi setiap hari. Jeda libur kuliah terlalu lama, masih ada 1,5 bulan lagi.
Saya perlu pergi keluar untuk menghirup udara segara sebelum saya benar-benar membusuk. Setengah waktu dari liburan yang tersisa, saya akan menghabiskannya di Ibu Kota. Saya bilang, perjalanan adalah sebuah media pembelajaran. Dan inilah pelajaran yang mengetuk pintu hati saya:
Rencana untuk berangkat dengan bus, harus saya gagalkan. Hari itu kebetulan ada truk merah berisi angkutan sembako yang bisa ditumpangi untuk sampai ke Jakarta. Setidaknya dengan menaiki truk, saya tidak sendirian. Ada ayah saya yang menemani dan itu membuat saya jauh lebih aman.
Pengalaman menempuh perjalanan jarak jauh menggunakan truk benar-benar hal baru untuk saya. Pak sopir yang nampak jauh lebih tua dari ayah saya, ia sangat ramah walaupun dandannya lebih seram dari sikapnya.
Apakah liburan harus dilewatkan dengan hal-hal mewah? Tentu tidak. Justru dengan hal-hal yang tidak biasa, akan membuat liburan saya jauh dari sebatas kata menyenangkan. Menggunakan akomodasi mobil mercy ataupun menggunakan truk dengan cara menumpang sama menyenangkannya. Tergantung dari bagaimana kamu memaknainya.
Seorang sopir truk yang masih cukup muda, berbadan kurus, tinggi, dan berkulit cokelat sempat memutuskan untuk mogok jalan. Ketika perjalanan dari Banjarnegara sampai ke Purwokerto dan truk harus berhenti di pangkalan. Sesampainya di sana, muatan yang sudah penuh harus kembali ditambah muatan hingga menggunung melebihi dari batas bak truk.
Namun apalah dayanya, ia hanya seorang sopir yang disuruh mengantarkan barang sampai ditujuan oleh juragannya. Dengan mogok jalan, justru itu akan merugikannya. Itu berarti ia kehilangan pemasukan hari itu untuk anak istrinya.
Bercampur kambing dan ayam. Mereka menjadi pelengkap yang membuat perjalanan saya semakin berbeda. Ditambah dengan sopir dan kondektur truk bermuka sangar. Bahasanya tidak lembut seperti percakapan antara guru yang sedang mendidik muridnya. Pekerjaan ini lebih dikategorikan pekerjaan kasar yang mengharuskan mereka juga harus bersikap seperti itu kecuali jika mereka ingin dicap kerupuk.
Sampai di jalan Pantura Jawa Barat, jalanan semakin ramai pada malam hari oleh truk-truk pengangkut barang, sedikit mobil pribadi, dan beberapa kendaraan bermotor. Jalan besar ini memiliki 4 lajur yang bisa dilewati 2 arah. Tak perlu ada pembatas jalan untuk memisahkan antar kendaraan dua arus tersebut.
Semakin malam jalanan semakin ganas. Pengendara yang disominasi oleh truk-truk besar saling berebut jalan sambil berkali-kali membunyikan klakson untuk membuat kendaraan lain mengalah. Saya menahan napas khawatir.
Nyatanya, hanya sedikit yang mau mengalah. Saat jalan dari arah barat sedikit lengang, kendaraan dari timur justru tidak sabaran dan mengambil lajur ketiga yang seharusnya digunakan kendaraan yang berlawanan arah. Satu truk membuat ulah dan truk lain mengikutinya dari belakang.
Seorang polisi dengan mengendarai motor cc besar menantang maut menghadang salah satu truk besar yang melanggar aturan lalu lintas tersebut. Truk besar dan motor berhenti saling berhadapan namun tak sampai terjadi tabrakan. Polisi menurunkan pengemudi secara paksa.
Sesampainya di Jakarta, saya segera menurunkan ransel dan barang-barang lain yang diletakkan di bak belakang bersama kambing dan ayam. Sial. Saya mendapati tas saya penuh kotoran ayam yang sudah mulai mengering. Sepanjang jalan, ayam-ayam tersebut terus mengeluarkan kotorannya. Semua pakaian di dalam ransel ikut beraroma tidak sedap. Bukan untuk istirahat setelah sampai, tapi menuju kamar mandi dan menucuci semua pakaian saya.
Tidak ada yang lebih indah dari kegiatan saling berbagi. Ketika saya harus berbagi tempat bersama hewan-hewan dan beberapa orang
yang memiliki watak dan kepribadian berbeda. Dari sini saya bisa belajar banyak hal. Mereka juga orang-orang yang berhak berjuang untuk melanjutkan hidupnya. Tak ada yang salah dengan latar belakang. Saya tak akan membuat kotak di dalam kotak. Karena itu hanya akan membatasi diri saya.
Apa kamu hanya akan terlihat keren saat bekerja dengan mengenakan kemeja, jas, dan sepatu mengkilat kemudian duduk santai di depan leptop? Semua pekerjaan itu keren kalau kita mampu menjadi juara dibidangnya. Pekerjaan keren itu kalau pekerjaan itu bisa berguna dan membantu orang lain. Inilah ladang rezeki bagi sebagian orang.
Apalah arti gengsi demi menjaga gambaran baik di mata orang-orang. Kamu belum tahu di belakang orang-orang lain apakah selalu berusaha tampil baik? Kalau itu hanya sebuah foto atau status di sosial media pastilah mereka hanya menampilkan sisi baiknya saja.
Kehidupan ini seperti bercocok tanam. Siapa menaman maka dia akan menuai. Di balik sikap kasar yang mereka tunjukkan, tidak berarti mereka adalah orang yang tidak punya hati. Saya menyodorkan sebotol minum air mineral dan sebungkus rokok kepada sopir truk. Ia tersenyum dan mulai berbincang dengan saya. Wajahnya yang seram ternyata tidak membuat hatinya juga keras. Ia baik dengan caranya.
***
Setiap perjalanan itu akan memiliki cerita. Kamu tidak perlu menjadi angkuh karena kamu tidak akan mendapat apa-apa kecuali sebuah penyesalan.