Beberapa dekade lalu, traveling ke luar negeri adalah sesuatu yang “wah”, hanya bisa dinikmati oleh kalangan berada. Kini zaman telah berubah. Setiap orang bisa traveling kemanapun.
Meski ternyata masih ada saja orang yang berpikiran sempit tentang paradigma “jalan-jalan”. Tidak nasionalis, butuh biaya besar, sampai ketakutan tidak bisa berkomunikasi dengan baik selama di luar negeri karena kemampuan bahasa asingnya pas-pasan menjadi alasan.
Tentu masing-masing orang punya alasan tersendiri, tapi, tidakkah mereka ingin mencoba hal baru?
Kali ini saya mencoba mengajak untuk melihat persoalan “traveling ke luar negeri” dari sudut pandang yang berbeda. Jadi, Inilah 9 alasan kamu harus traveling ke luar negeri minimal sekali dalam seumur hidup versi saya.
Sebagian besar dari kita menjalani kehidupannya dengan rutinitas. Entah itu sebagai pelajar, mahasiswa, pegawai kantoran, ataupun ibu rumah tangga. Begitupun saya, demi mencari sesuap nasi, saat ini saya harus bekerja sebagai pegawai kantoran biasa. Otomatis dunia saya hanya kamar kos, jalanan dan kubikel kantor. Itulah. Betapa membosankannya hidup ini dan saya yakin, saya tidak sendirian. Ada jutaan orang yang bernasib sama.
Namun saya menyadari, di luar sana, ada sebuah dunia yang luas. Dunia yang bisa dijelajahi oleh siapapun. Dunia yang penuh dengan petualangan.
Itulah mengapa saya menyempatkan diri traveling ke luar negeri untuk mencari jati diri. Setiap destinasi memiliki ciri khas tersendiri. Ada banyak kearifan lokal yang bisa didapatkan sehingga ketika pulang traveling, wawasan saya menjadi luas dan lebih terbuka.
Seorang teman pernah berkata, “saya nggak mau traveling ke luar negeri sebelum khatam keliling negeri ini.” Wah! Idealis sekali pikir saya. Indonesia itu luas!
Memang sih, tidak ada yang salah dengan kemauan teman saya itu, sah-sah saja. Tapi apakah tidak sebaiknya juga berusaha membuka diri melihat segala sesuatu dari banyak sisi?
Disadari atau tidak, kita semua adalah duta wisata negara. Betapa bangganya ketika saya bisa bercerita tentang keindahan Indonesia kepada serombongan turis dari Belanda & India kita sedang sama-sama menikmati desert safari di Sharjah, Uni Emirat Arab beberapa waktu lalu.
Mereka sampai terbengong-bengong melihat foto-foto alam Indonesia yang diperlihatkan melalui tablet yang saya bawa. Mereka menjadi sangat tertarik untuk berkunjung ke Indonesia.
Apakah dengan cara seperti itu, traveling ke luar negeri masih dibilang tidak nasionalis?
“Takut ah ke luar negeri, bahasa Inggris saya jelek.”
“Ntar kalau bule-bule itu nggak tahu apa yang kita maksud gimana?”
Jadi kapan beraninya? Mau les Inggris dulu demi jalan-jalan ke luar negeri? Percayalah, setiap manusia ditakdirkan memiliki naluri/insting untuk bisa berkomunikasi dengan siapapun, meskipun berbeda bahasa.
Jika tidak bisa bahasa asing apapun, masih ada bahasa universal. Yaitu perpaduan antara ucapan dan bahasa tubuh. Istilah kerennya bahasa tarzan.
Saya beberapa kali mengalami kejadian seperti ini. Salah satunya ketika traveling ke negara tetangga, Singapura. Di Bandara Changi, saya terlanjur keluar dari area imigrasi, padahal belum sholat. Sementara, prayer room hanya ada di dalam area imigrasi saja.
Sholat memang bisa dimana saja, karena saya membawa sajadah kecil, tinggal cari tempat yang sepi. Masalah timbul ketika akan mengambil air wudhu karena toilet di Changi model kering semua & dijaga oleh uncle & auntie senior citizen yang bertugas menjaga kebersihan toilet. Agak menyusahkan jika ingin mengambil wudhu.
Saya mencoba berbicara baik-baik dengan uncle penjaga toilet dengan bahasa Inggris. Eh ternyata beliau tidak bisa & tidak mengerti bahasa Inggris, hanya mengerti bahasa mandarin.
Tak kurang akal, saya mencoba pakai bahasa tarzan sampai akhirnya beliau tersenyum & mengerti. Saya begitu terharu ketika diperbolehkan wudhu di wastafel & membasuh kaki di toilet meskipun jadi becek semua.
Kami berbeda keyakinan, tapi saling toleransi & menghormati. Semoga uncle baik hati itu diberikan kesehatan.
Traveling ke luar negeri membutuhkan biaya banyak/sedikit itu relatif. Tergantung mau jalan tipe koper atau ransel. Ada banyak trik agar bisa traveling ke luar negeri dengan budget terbatas namun tetap menyenangkan. Disitulah tantangan kita untuk berlatih mengelola keuangan.
Saya pribadi punya mimpi besar untuk memiliki teman di setiap negara di dunia ini. Jadi setiap traveling ke sebuah negara, pasti saya memiliki relasi teman baru. Entah itu dengan sesama pejalan, pemilik hotel & restoran, supir taksi, hingga pejabat konsuler.
Saat di Brunei Darussalam, secara tidak sengaja saya bertemu dengan mas Juki, seorang WNI yang sudah lama tinggal di Bandar Seri Begawan. Kami tidak saling mengenal sebelumnya.
Setelah ngobrol panjang lebar, beliau malah kemudian menawarkan diri untuk menemani keliling Brunei dengan mobilnya. Takut merepotkan, saya sempat menolak tawaran itu, hingga akhirnya kami kemudian berpisah.
Selang beberapa lama, kami dipertemukan kembali di tempat lain, dan dengan ramahnya akhirnya saya diajak jalan-jalan keliling Brunei dari pagi sampai larut malam. Sebuah kesempatan emas, karena angkutan umum di Brunei agak susah.
Perbedaan alam, iklim, makanan, budaya di negara lain akan memberikan kesan tersendiri bagi setiap pejalan.
Tak jarang hal itu menjadi sumber inspirasi setelah pulang traveling. Seperti misalnya setelah pulang dari Italia, lalu terpikir untuk membuka restoran dengan sajian khas Italia di kampung halaman, atau malah sengaja traveling ke luar negeri dalam rangka untuk membuka peluang pemasaran produk hasil karyamu.
Tuhan menciptakan makhluknya berbangsa-bangsa dengan beragam budaya, bahasa dan agama.
Ketika traveling ke luar negeri otomatis kita akan bertemu dengan perbedaan-perbedaan itu. Kewajiban kita untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan tersebut. Selain menambah wawasan kehidupan, kita juga menjadi bisa lebih belajar untuk bertoleransi dan pikiran menjadi terbuka.
Pengalaman pribadi saya ketika tinggal di Uni Emirat Arab selama sebulan. Muslim di Indonesia sebagian besar menggunakan madzhab Syafi’i. Nah ketika disana, saya bertemu dengan saudara muslim dari berbagai penjuru dunia dengan madzhab yang berbeda-beda. Ada Hanafi, Maliki, Hambali, bahkan Syi’ah.
Perbedaan pilihan madzhab tersebut terkadang menimbulkan perbedaan tata cara beribadah. Namun yang saya alami disini, ketika adzan berkumandang, semua membaur jadi satu untuk sholat berjamaah.
Semua berjalan baik-baik saja. Orang-orang tetap saling menghormati. Indahnya kebersamaan.
Sementara di negeri sendiri, saya sering menemukan saudara sesama muslim yang bukannya bersatu & saling menghormati tapi malah sibuk mempermasalahkan perbedaan.
Saat melakukan perjalanan jauh dan dalam waktu lama, biasanya baru akan muncul rasa kehilangan dan rindu akan keluarga tercinta. Betapa berartinya sosok seorang ayah, ibu, kakak, adik, anak & pasangan kita selama ini.
Traveling membuat saya menemukan kembali makna ‘keluarga’
Harta yang paling berharga dalam hidup ini adalah waktu, karena ketika waktu itu telah dipergunakan, dia tidak akan kembali lagi
Setiap apa yang kita jalani sekarang akan menjadi bagian dari cerita hidup kita. Bayangkan betapa bahagianya kelak kita bisa bercerita kepada anak-cucu tentang pengalaman seru ketika terjebak badai pasir di Dubai dan saat tersesat lupa jalan pulang diantara ratusan candi kuno di kompleks Ta Phrom, Kamboja.
Jadi, jangan takut untuk menjelajah dunia ini. Warnai hidupmu dengan menikmati & mensyukuri keindahan dunia ciptaan-Nya. Yakinlah, Tuhan selalu bersama para pejalan!
activate javascript activate javascript