8 Hal Yang Membuat Takengon Selalu Dirindukan

Takengon, di sebut sebagai "kota di atas awan" karena saking dekatnya posisi awan dengan kota. Banyak hal yang saya rindukan setelah berkunjung ke sana.

SHARE :

Ditulis Oleh: Nisriani

Foto oleh Nisriani

Takengon atau sering juga di sebut Dataran Tinggi Gayo, ibukota Aceh Tengah ini dijuluki kota di atas awan karena sepanjang jalan menuju kota ini kita dibawa mendaki tinggi sehingga bisa menyaksikan dengan jelas awan – awan yang berjalan mengelilingi pepohonan dan menerpa wajah. Begitu pun di tengah kotanya, awan – awan terasa sangat dekat mengelilingi kota walaupun di tengah  terik matahari.

Akhir pekan menjadi pilihan kami untuk berkunjung kesana, karena menurut beberapa sumber di beberapa blog, Takengon ramai pengunjung pada akhir pekan. Ramai justru saya ingin berkunjung? Yup, saya memang suka dengan keramaian!

Setelah berkunjung, ada beberapa hal yang membuat Takengon selalu saya rindukan dan ingin kembali ke sana di lain waktu;

1. Danau Lut Tawar, sumber penghidupan masyarakat lokal

Danau Lut Tawar adalah satu kebanggaan masyarakat Gayo di Takengon. Danau yang membentang luas di tengah Kota Takengon dan dikelilingi pegunungan megah, sangat mempesona. Airnya tenang berwarna kehijauan.

Danau ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai sumber penghidupan. Banyak tambak ikan yang dibangun diatas danau, dan dikelola langsung oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Namun hal tersebut sama sekali tidak mengurangi keindahan dari danau lut tawar ini.

Danau Lut Tawar cukup luas. Dibutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk berkeliling menikmati semua keindahannya dari berbagai sudut. Karena sudah jauh-jauh datang, saya dan teman saya pun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk berkeliling danau lut tawar ini. Dengan menggunakan motor kami pun berhasil menikmati setiap sudut danau lut tawar yang dikelilingi dengan pegunungan dan juga deretan rapi pohon pinus.

2. Menjelajah goa peninggalan zaman penjajahan, Goa Loyang koro

Goa ini terletak tepat di tepi Danau Lut Tawar. Mulut Goanya persis berhadapan dengan Danau Lut Tawar. Untuk masuk ke goa ini kita harus berjalan turun sekitar 300 meter ke bawah melewati jalan setapak.

Di jalan menuju mulut goa, saya disuguhi pemandangan tepi danau yang sangat indah. Air danaunya keperakan diterpa cahaya matahari.

Goa Loyang koro merupakan peninggalan zaman penjajahan dulu. Dalam goa suasana cukup gelap, kami ditemani pemandu saat menjelajah goa ini.  Favorit saya saat menjelajah goa ini, kita harus membawa obor –serasa menjadi seorang Indiana Jones! karena di sini belum tersedia penerangan elekrik.

3. Perkebunan Kopi yang terbentang luas

Siapa yang tidak kenal dengan kopi Gayo khas Aceh. Disebut kopi Gayo karena memang asli dari tanah Gayo Takengon dan bisa kita temukan dengan mudah terbentang luas di sepanjang perkebunan kopi yang ada di Kota Takengon.

Pada saat berkunjung kesana, saya berkesempatan menyaksikan langsung bagaimana para petani memetik kopi – kopi yang sudah merah/masak dan memasukkannya dalam karung yang telah disediakan. Menyenangkan melihat hal tersebut, mereka bahu membahu memetik kopi yang sudah merah diselingi dengan sesekali saling melempar canda.

Tidak hanya di Takengon, di kabupaten Bener Meriah pun yang merupakan kabupaten yang bersebelahan langsung dengan kabupaten Aceh Tengah, juga terdapat begitu banyak perkebunan kopi. Menariknya, hampir di sepanjang jalan yang kami lalui, berjejer rapi kopi – kopi yang dijemur oleh masyarakat setempat. Meskipun sebenarnya agak mengganggu karena mengambil sebagian badan jalan, tapi seperti itulah kebiasaan di Tanah Gayo.

4. Sambal Cecah yang menggugah selera

Perjalanan mengelilingi danau lut tawar selama kurang lebih 2 jam waktu itu, membuat perut kami keroncongan. Pilihan pun jatuh ke menu ikan bakar. Kami memilih ikan bakar, karena lokasi rumah makannya yang persis berada di tepi Danau Lut Tawar, dan dibelakangnya berjejer rapi pohon pinus yang mengipaskan udara sejuk. Agak berbeda dengan menu ikan bakar biasanya, kali ini ada menu yang belum pernah kami temui, yaitu sambal cecah. Sambal cecah merupakan salah satu sambal khas Takengon dan memang paling enak disantap dengan ikan bakar. Sambal cecah ini terbuat dari campuran cabe, tomat, sedikit terasi dan terong belanda. Soal rasanya? Jangan ditanya, kami bahkan sampai tambah dua kali!

5. Api Unggun di tengah kota

Jika biasanya api unggun bisa kita temui di atas gunung, atau perkemahan khusus, tidak dengan di Takengon. Mungkin karena terkenal dengan udaranya yang dingin karena kotanya dikelilingi dengan pegunungan, membuat masyarakatnya harus kreatif agar tak menggigil kedinginan di malam hari.

Malam itu selepas mengisi lambung, kami memutuskan untuk bekeliling kota sejenak. Pemandangan keramaian mungkin sudah biasa, yang tidak biasa adalah pemandangan orang-orang yang membuat api unggun di depan rumah bahkan di depan tokonya masing-masing. Tujuannya tentu tidak lain untuk menciptakan rasa hangat, karena udara di takengon mencapai 18 derajat celcius. Unik memang, api unggun di depan rumah ini menjadi ciri khas masyarakat di Takengon.

6. Kebaikan warga lokal

Perjalanan dari Danau Lut Tawar tidak berjalan mulus. Beberapa kali kami  kebingungan saat harus  memilih melewati jalan mana saat tiba di persimpangan hingga di salah satu persimpangan kami tersesat. Sempat takut juga karena saat itu tidak ada pengendara lain yang lewat, dan tidak ada rumah warga di sekitar situ. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya ada warga sekitar yang lewat, seorang pria. Setelah bertanya akhirnya kami tahu harus melewati jalan mana. Yang membuat kami terkejut, si abang tersebut malah menawari menunjukkan jalan sampai ke kota padahal jarak tempuhnya cukup jauh. Setelah berulang kali mengucap terima kasih, kami mengikuti abang tersebut dan tiba kembali di kota dengan selamat.

7. Saya bisa tidur nyenyak!

Dua hari berada di Takengon saya benar – benar mendapatkan kualitas tidur yang memuaskan. Tidak peduli cuaca dingin, air di kamar mandi yang seperi es, saya tetap bisa menikmati waktu istirahat saya di sana. Kata orang – orang yang pernah ke Takengon, kalau kamu bisa tidur nyenyak di sana, berarti kamu betah dan cocok tinggal disana. Hahaha...Iyakah? entahlah.

8. Penginapan yang murah meriah

Penginapan menjadi hal yang krusial ketika bepergian. Saat awal tiba kami langsung mencari penginapan murah namun tetap nyaman. Kami bersyukur karena ternyata di Takengon tidak sulit untuk mencari hotel ataupun wisma. Cukup banyak bertebaran di tengah kota maupun di pinggiran. Akhirnya pilihan kami jatuh pada salah satu wisma di tengah kota yang hanya dengan membayar 100 ribu/malam kami mendapat sebuah kamar dengan fasilitas memadai dan lebih dari cukup.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU