Mendengar Kota Malang apa yang ada di benak kalian? Yap, kalian akan berpikir bahwa Kota Malang terkenal dengan banyak sekali tempat wisata. Pegunungan dan perbukitan mendominasi kota Malang, tak heran jika udaranya sejuk dan dingin.
Salah satu bukit yang menarik bagi saya adalah Gunung Mujur dengan tinggi kurang lebih 655 Mdpl. Bagi kalian yang gemar adventure, maka tak asing lagi dengan Gunung Mujur.
Sejatinya, Gunung Mujur adalah sebuah perbukitan di lereng gunung Arjuna. Secara geografis gunung ini terletak di Desa Donowarih dan Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Sekitar 10 km dari Kota Batu.
Ada beberapa cara untuk sampai di area wisata Gunung Mujur, pertama kita bisa trekking jalan kaki melewati jalan setapak, kedua kita bisa menggunakan motor trail atau sepeda gunung bahkan menggunakan jeep.
Di alam sekitar kita, tak lepas dari sebuah kata “mitos”, yang katanya ini dan itu. Termasuk beberapa mitos yang saya dengar dari Gunung Mujur ini.
Ketika kita sampai di area gunung Mujur, sejauh mata memandang adalah hutan pinus yang tumbuh lebat dan terlihat jelas gundukan-gundukan bukit yang hijau. Area ini, sudah menjadi sebuah wisata religi, karena terdapat sebuah makam yang disakralkan. Untuk mencapai makam tersebut kita harus rela menaiki anak tangga sejauh 100 meter, seperti menaiki sebuah candi.
Menurut cerita warga, mereka meyakini bahwa makam tersebut adalah makam Setakumintir, seorang patih pada kerajaan Blambangana (Banyuwangi). Entah bagaimana ceritanya bahwa, seorang patih kerajaan Banyuwangi bisa dimakamkan di Malang. Sebagian warga yang lain meyakini bahwa, makam tersebut adalah makam Ki Ageng Kertojoyo. Entah mana yang benar atas pernyataan keduanya.
Namanya saja Gunung Mujur. Jadi barang siapa yang datang kesana, mereka akan mendapatkan berkah kemujuran. Katanya penduduk sekitar sih, begitu. Nasibnya akan berubah baik. Termasuk mendapatkan jodoh, rejeki, penglarisan dan masih banyak lainnya.
Entah, ada apa dengan malam Jumat legi? Bukankah semua hari itu baik? Atau mungkin malam Jum’at Legi memang hari yang disakralkan? Entahlah. Namun, penduduk sekitar berkata demikian. Orang-orang yang ingin mengalap berkah “kemujuran” akan datang pada malam Jum’at Legi. Mungkin benar adanya, pasalnya, ketika saya dan teman-teman saya datang berkunjung di hari minggu, tempat ini terlihat sepi. Hanya ada rombongan kami, yang datang menggunakan jeep. Tak ada penduduk sekitar pun yang lalu lalang di tempat ini. Tapi bagi kami tak masalah, karena niat kami hanyalah ingin berwisata menikmati keindahan alam di sekitar Gunung Mujur.
Jika kalian datang bertujuan untuk mengalap berkah, maka datanglah 7 kali berturut-turut setiap malam Jum’at Legi. “Niat banget yaa..?” datang ketempat ini berkali-kali sampai tujuh kali setiap “malam Jum’at legi”. Padahal, tempat ini susah sekali di jangkau. Meskipun kita bisa jalan kaki menempuhnya, namun bisa dibayangkan berapa jam kita sampai ketempat tersebut? Struktur tanahnya yang gembur dan becek terkadang menyulitkan. Belum lagi jika hujan turun.
Mitosnya, jika kita berkata kotor nanti akan mendapatkan celaka. Entah benar atau tidak, namun ada baiknya di patuhi saja daripada benar terjadi apa-apa. Karena tempat ini adalah salah satu tempat yang dianggap suci, atau sakral, maka ada baiknya memang jangan berkata kotor atau bersikap buruk. Jaga perkataan dan sikap merupakan suatu sikap saling menghormati.
Hayoo, siapa diantara kalian yang suka mengeluh ketika traveling? Mitosnya, sepanjang perjalanan ke Gunung Mujur, kita dilarang mengeluh! Nanti apa yang kita keluhkan akan benar-benar terjadi. Misal, kita mengeluh karena banyak nyamuk, yang terjadi adalah kawanan nyamuk akan datang menghampiri kalian. Silakan kalau mau dicoba.
Yah, sebaiknya apa yang kita pikirkan janganlah sesuatu yang buruk. Cobalah untuk positif thinking. Toh, hasilnya pula akan baik sesuai pikiran kita. Namun sebaliknya, jika kita berfikir negative maka hasilnya akan negatif pula.
Selain makam yang dianggap kramat dan disakralkan, di sebelah utara Gunung Mujur terdapat sebuah candi yang jarang masyarakat tahu keberadaanya. Candi tersebut berada di sebuah ladang milik warga. Candi yang bernama candi Telih itu, adalah candi peninggalan Kerajaan Singosari. Konon, di area tersebut merupakan sebuah tempat bertemunya Ken Arok dan Ken Umang yang merupakan istri pertama Ken Arok yang ia jadikan sebagai selir setelah Ken Arok dan Ken Dedes menikah.
***
Percaya atau tidak percaya dengan mitos tersebut, kembali pada diri masing-masing. Namun perlu diketahui bahwa tak semua orang berkunjung ke Gunung Mujur dengan niat dan tujuan yang sama. Datang hanya sekadar berwisata pun tidak menjadi masalah, justru tempat ini digandrungi oleh para pencinta olahraga ekstrem seperti downhill atau offroad race. Karena memang jalurnya yang sedikit menantang adrenalin dan menyuguhkan pemandangan yang cantik luarbiasa.