6 Tipe Pengunjung Museum

Selama bekerja di museum, saya mendapati bahwa pengunjung museum memiliki karakter khas masing-masing.

SHARE :

Ditulis Oleh: Retno Dina Setyarini

Foto oleh John Ragai

Saya bagian dari sebuah museum swasta di Surabaya.

Museum yang berukuran tidak terlalu besar, beraroma khas kretek dengan lokasi yang agak terselip di sisi utara Surabaya, namun jumlah pengunjung yang datang cukup membuat para kru sibuk tiap harinya.

Dengan kunjungan yang padat, praktis saya banyak berinteraksi dengan orang yang berbeda setiap saat. Menarik sekali memperhatikan tingkah laku mereka yang beragam.

Karenanya, iseng saya membuat riset kecil-kecilan tentang mereka yang datang berkunjung.

Berdasarkan pengamatan yang hampir tiap hari, kurang lebih beginilah kebanyakan dari kita, orang Indonesia, saat berwisata ke museum.

1. Tipe ‘Apa Kata Travel’

Rombongan dengan jumlah besar umumnya akan dikoordinasikan oleh sebuah agen travel. Seringnya mereka bertandang ke museum karena masuk di itinerary city tour yang disiapkan oleh travel sebagai rangkaian dari satu agenda setelah selesai dari, entah seminar, studi banding, diklat atau company visit.

Lucunya adalah, banyak sekali peserta rombongan seperti ini yang justru tidak tahu dibawa kemana mereka. Kadang iseng saya bertanya, darimana kiranya mereka tahu perihal museum ini, dan jawaban yang sering saya peroleh, ‘saya cuma nurut sama travelnya saja, pokoknya diajak jalan-jalan.’

Saya sama sekali tidak menyalahkan jawaban seperti itu, karena mungkin mereka memiliki agenda yang padat sehingga tidak punya banyak waktu untuk riset kecil melalui google sebelum tidur.

Tapi saya pribadi, jika ada di posisi mereka, akan mencari informasi kemana dan tempat macam apa yang menjadi destinasi saya, meskipun mungkin selama perjalanan saya hanya akan duduk manis memandang keluar jendela sambil mendengarkan tour leader bercerita.

2. Tipe ‘Narsis Nomor Satu’

Umumnya pengunjung seperti ini adalah para anak muda belia dengan dandanan kekinian.

Smartphone dengan kamera ber-pixel tinggi di genggaman, bahkan beberapa kamera DSLR sekaligus menggantung di leher.

Apa yang dikerjakan? Berfoto di semua sudut dan koleksi museum namun tanpa dokumentasi objek apapun selain wajah mereka masing-masing.

Saking sibuknya mengabadikan diri, seringnya justru menjadi abai akan informasi yang telah dikemas dan disajikan di dalam museum.

Cukup disayangkan.

3. Tipe ‘Tahu Banyak’

Orang-orang yang sudah berumur, atau senior, umumnya memang telah melihat dan mengalami banyak hal jika dibandingkan dengan kru museum yang bertugas.

Generation gap does matter katanya.

Sehingga sering sekali justru merekalah yang membagikan cerita dan pengalaman di masa mudanya kepada para kru.

Tak jarang banyak juga pengunjung lain yang ikut penasaran dan bertanya banyak hal macam sesi interview.

Sering kali ada kakek atau nenek yang menceritakan pengalamannya menonton bioskop di museum ini dulu -museum tempat saya bekerja pernah difungsikan sebagai bioskop sejak tahun 1933 sampai awal 1960an, atau bercerita tentang bagaimana saat mereka masih menjadi karyawan di sana.

Bagi mereka, berkunjung ke museum bukanlah untuk apa-apa melainkan lebih ke sisi sentimentil karena banyak mengingatkan mereka pada kenangan manis ataupun pahit di masa lampau.

4. Tipe ‘Pendengar yang Terbuka’

Rombongan keluarga kebanyakan adalah wisatawan yang senang mendengarkan dan menerima informasi.

Dengan rasa ingin tahu yang cukup besar, banyak dari mereka yang berkunjung ke museum memang untuk tujuan edukasi bagi seluruh anggota keluarga.

Seringnya sang Ayah, atau ibu, atau yang lebih tua di rombongan akan melontarkan celetukan yang kurang lebih berbunyi, “Tuh, perhatikan, Dek. Makanya nggak boleh malas. Harus seperti itu kalau mau sukses”, setelah guide menuntaskan penjelasannya.

Pengunjung yang bertipe seperti ini antusiasmenya sangat besar dan senang sekali mendengarkan cerita.

Saya pribadi pun senang rasanya, melihat ayah atau ibu yang memilih untuk mengajak putra-putrinya belajar sambil jalan-jalan di akhir pekan ketimbang berbelanja di mall.

5. Tipe ‘Observator’

Hampir seluruh wisatawan asing umumnya berkarakter seperti ini, mandiri dan rasa penasarannya besar.

Tapi rupanya tidak jarang pula wisatawan lokal yang datang ke museum untuk benar-benar memperhatikan alur cerita museum, dan membaca semua signage keterangan yang melengkapi koleksi.

Mereka yang bertipe ini bisanya menolak untuk dipandu, berkeliling dalam diam, dan betah berlama-lama di satu sudut atau objek koleksi.

Namun sekalinya menjumpai hal yang menarik perhatian, ia bisa bolak-balik mendatangi kru yang bertugas demi detil infromasi yang lebih lanjut. Tak jarang mereka pun akan membuat catatan.

Kebanyakan mereka adalah para solo traveler yang datang dari luar kota dengan niatan utama memang berkunjung ke museum dan belajar sesuatu darinya.

6. Tipe ‘Sembarang Memegang’

Saya berprasangka baik dengan menganggap pengunjung yang seperti ini dikaruniai rasa penasaran yang tinggi. Jadi, demi hasrat pengetahuan yang luas, memegang dan menyentuh benda koleksi jadi semacam keharusan.

Namun perlu ditekankan diawal bahwa: benda-benda yang dipamerkan adalah benda koleksi dengan nilai historis tinggi.

Menyentuh, memegang, mengangkat, apalagi menunggangi dan menjadikannya sebagai properti foto, sangatlah tidak diperkenankan meskipun label signage ‘Dilarang Menyentuh’ tidak dipasang.

Dengan tidak melakukan hal-hal yang disebut barusan, secara tidak langsung telah ikut berkontribusi untuk menjaga koleksi agar bisa dinikmati oleh lebih banyak orang dan untuk jangka waktu yang lebih lama.

Seandainya memang sangat penasaran, kru yang bertugas akan dengan senang hati akan berbagi informasi.

***

Saya bukan menggeneralisir semua pengunjung, tapi kurang lebih merekalah yang jamak saya temui tiap hari. Dan berdasarkan pengalaman pribadi keluar masuk museum-museum lain, saya selalu bisa menemukan tipe-tipe diatas.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU