Mencoba tinggal agak lama di suku pedalaman, Baduy dalam ternyata di luar ekspektasi. Apabila sebelumnya perjalanan selama tiga hari berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan. Memang benar adanya, jangan pernah menyamakan wisata singkat dengan perjalanan yang menetap agak lama, alias long trip. Perbedaan mencolok akan semakin terasa.
Barang tiga, empat hari semua berjalan lancar tanpa adanya hambata, lima sampai tujuh hari,gigitan nyamuk liar, dinginnya angin malam, dan gangguan sistem imun mulai terasa menjengkelkan.
Daya tahan tubuh bagi orang yang terbiasa hidup di kota besar seperti saya rupanya tak mudah untuk bersahabat di alam bebas. Meninggalkan obat-obatan di rumah menjadi penyesalan tersendiri.
Tanpa koneksi internet dan smartphone, akhirnya ilmu kesehatan warga lokal lah yang menjadi andalan. Ekspektasi lebih tentang long trip di suku pedalaman membuat saya pasrah dan tak ingin berharap lebih dengan obat herbal.
Tapi, kali ini berbeda, tak seperti apa yang saya simpulkan sebelumnya. Pilihan obat herbal bukanlah ide buruk. Tanpa efek samping, gangguan kesehatan dapat terlewati.
Berikut beberapa obat herbal dengan bahan mudah dijangkau yang bisa Anda temukan saat long trip ke suatu tempat yang jauh dari apotek;
Teriknya suhu matahari yang memancar langsung ke tubuh membuat tubuh saya mengalami panas dalam. Dimulai dari rasa gatal dan sakit di tenggorokan, membuat saya kesulitan dalam menelan makanan.
Mencampur satu sendok makan madu bersama perasan jeruk nipis cukup membantu untuk melegakan tenggorokan. Seorang ibu di suku Baduy dalam rutin mengingatkan saya untuk meminumnya dua kali dalam sehari.
Benar saja, tanpa efek samping, gangguan tenggorokan dapat terlewati.
Perut sepertinya tak bisa menerima sambal rawit secara berlebih. Nikmatnya nasi panas, sambal, dan ikan asin membuat saya kalap dan tak memperhitungkan banyaknya sambal yang sudah disantap.
Tak menunggu waktu lama, keringat dingin bercucuran dan perut terasa panas dan melilit. Berbaring sambil meringkuk dan bolak-balik ke kamar mandi menjadi kegiatan utama sore itu.
Hingga pada akhirnya segelas ramuan penolong pun menyembuhkan saya. Campuran 1 sendok teh garam, 4 sendok teh gula yang dicampur dengan air putih menyelamatkan saya dari siksaan sakit perut yang melilit.
terlambat makan adalah pantangan terbesar bagi penderita maag seperti saya. Apa boleh buat, berkeliling di hutan dan menelusuri sungai membuat saya lupa memakan bekal makan siang.
Nasi telah menjadi bubur, penyakit yang seharusnya dapat dicegah kini harus diobati. Kali ini, beruntung saya membawa daun mint kering yang dibeli di pasar swalayan sebelum perjalanan.
Niat mencampurnya nuntuk menikmati teh tawar hangat, kini beralih fungsi menjadi sebuah obat.
Hidup di tengah alam bebas seperti hutan tak membuat saya heran jika menjelang petang komplotan nyamuk akan menyerang. Beruntung saya pernah melihat iklan lotion anti nyamuk dengan bahan daun sereh.
Daun sereh di Baduy dalm tak sulit untuk ditemukan. Berawal dari sekedar mencoba menumbuk dan melumurkan ke tangan dan kaki, teranyata cara tersebut cukup ampuh. Selama 4-5 jam tak ada nyamuk yang menghampiri saya.
tergores dan terluka saat berada di hutan menjadi hal wajar bagi saya. Seminggu bertualang di alam bebas membuat saya menerima beberapa luka goresan yang tak disengaja.
Seorang pemuda mengoleskan getah daun jarak pada bagian luka saya. Sedikit perih yang terasa, namun luka terlihat lekas kering.
Bahan-bahan di atas memang terdengar sepele, tak hanya mudah ditemui di swalayan atau alam bebas tapi harga yang juga terjangkau. Bepergian di suatu tempat yang hauh dari kata apotek, maka apotek alam pun menjadi solusi terbaik.
Dari alam kembali ke alam
tentu akan lebih baik menggunakan obat yang dibuat secara herbal ketimbang obat tablet yang mengandung efek samping.