11 Hal yang [Hanya] Bisa Ditemukan di Jogja

Jogja selalu menarik hati para pelancong.

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

1. Menikmati Sunrise di Gunung Api Purba Nglanggeran

Bangun pukul 03.30 WIB menjadi salah satu hal yang mungkin tak akan saya lakukan lagi di lain kesempatan. Hanya demi berburu keindahan cahaya matahari saat muncul di ufuk timur dari puncak Gunung Api Purba Nglanggeran. Bersiap dan menembus jalanan pagi dari penginapan menuju Nglanggeran menghabiskan waktu 1 jam.

Udara dingin yang menusuk tulang, langkah yang beberapa kali terpeleset karena licinnya bebatuan yang saya pijak, jalan-jalan sempit yang diapit batu-batu luar biasa besar menjadi sekelumit perjuangan yang harus saya lalui. Tempat ini mengingatkan pada setting tempat film 127 hours.

Matahari bulat sempurna dengan semburat cahayanya yang menyilaukan dan menghangatkan muka yang mulai membeku di puncak menjadi hadiah spesial dari Sang Pencipta untuk perjuangan saya.

 

2. Merasakan Kehangatan Rumah Eyang Guest House

 

photo by Shabara Wicaksono

Penginapan yang membuat saya tak sadar bahwa saya sedang berada di penginapan. Suasana dan desain rumah yang sangat homie membuat betah.

Kopi hangat dan roti yang dipotong segitiga dengan selai kacang di dalamnya memang dapat Anda temukan di penginapan manapun. Namun kopi hangat dan roti selai kacang Rumah Eyang terasa spesial karena saya menyantapnya ditemani alunan lagu tradisional Jawa dari gallery art samping penginapan, kecipak air dari kolam mungil yang terletak didalam penginapan dengan ikan-ikan menari riang didalamnya.  Karya-karya seni dari seniman-seniman Jogja yang dipajang disekeliling rumah menambah ke-khasan penginapan ini. Gayung tradisional yang terbuat dari batok kelapa menjadi salah satu favorit saya.

Suasana seperti ini yang saya cari.

Berada di Jogja dan menginap di penginapan yang hanya sekedar menyediakan tempat tidur dan makan? Saya pikir akan membuat saya sangat rugi.

 

3. Minum susu dari tempat minum yang sangat nyleneh di House of Raminten

Susu memang bukan menu andalan tempat ini. Saya tertarik karena seorang kawan berkata saya akan mendapat pengalaman berbeda jika memesan susu disini.

Saat susu tersaji, saya paham kenapa kawan tersebut berkata demikian. Saya hanya tertawa mendapati menu yang tersaji di depan saya. Silakan tebak sendiri dari sebelah mana saya harus meminum susu ini.

photo by Shabara Wicaksono

 

4. Wisata Ekstrim, menjajal Gondola Maut Pantai Timang

photo by panduanwisatajogja.com

Ombak laut dibawah sana begitu dahsyat. Siap melumat apapun yang jatuh kedalamnya. Pulau dengan bukit batu karang menanti di depan sana. Hidup saya tergantung pada sebuah gondola tua dan beberapa utas tali. Saat awal datang dan melihat orang-orang berteriak histeris saat menyeberang menggunakan gondola ini saya pikir cukup berlebihan. Sekarang saya tahu alasan mereka. Jauh lebih menegangkan dari yang terlihat. Ketegangan yang bisa Anda rasakan jika mencobanya sendiri.

 

5. Menonton Film Erupsi Merapi di Museum Gunung Merapi

Saya memasuki sebuah ruangan yang didesain seperti bioskop. Saya letakan pantat di sofa berwarna merah marun. Lampu-lampu dimatikan. Saya rapatkan jaket, bapak petugas yang berjaga menyetelnya terlalu dingin.

Film mulai diputar. Alur ceritanya cukup rapi, dengan visual kumpulan timelapse merapi sebagai bumbu penyedap. Namun Info-info yang disampaikan tergolong berat, film ini tak cocok ditonton untuk 15 tahun kebawah. Terlepas dari semua itu, film ini sukses membuat saya merasakan kengerian suasana saat menjelang meletusnya gunung merapi.

 

6. Menyaksikan Epicnya Pentas Sendratari Ramayana di Candi Prambanan

photo by jiza

Salah satu alasan yang membuat saya berjanji akan kembali ke Jogja, menonton ulang pentas sendratari Ramayana di Candi Prambanan.

Cantik dan megah. Dua kata itu nampaknya paling pas menggambarkan pentas ini. Kelembutan gerak para penari, iringan musik gamelan yang menggugah suasana, kelincahan olah tubuh para penari akrobat, tata lampu dan suara yang menggelegar , berlatar keindahan candi prambanan, semuanya menjadi perpaduan sempurna.

 

7.  Menjadi perajin batik dadakan di Desa Batik Giriloyo

photo by Danny Nahason

Menjejakan kaki di Giriloyo memberi pengalaman tak terlupa.

Kampung ini  tak berbeda dengan kampung lainnya. Suasana cukup sepi dan tenang. Sebagian besar rumah disini berupa gedeg (anyaman bambu). Suasana tradisional kental terasa. Pepohonan rindang dikanan dan kiri jalan membuat desa ini begitu sejuk. Yang unik, tiap rumah disini memeiliki peralatan batik yang lengkap.

Setelah mencoba sendiri, membatik ternyata benar-benar menguji kesabaran. Jika lilin yang diambil dari canting terlalu banyak, lilin akan meluber kemana-mana. Saat itu Anda harus meniup lubang kecil tempat keluar lilin. Saat meniupnya pun ternyata memiliki cara tersendiri. Jika tiupan tak berimbang, lilin akan  mengering didalam dan justru menjadi macet-macet. Tak heran mengapa harga batik tulis asli begitu mahal, ternyata sebanding dengan tingkat kesulitan pembuatannya.

 

8. Berburu kerajinan perak di Kota Gede

photo from indonetwork.com

Kota perak, itulah julukan Kota Gede. Banyak toko perak legendaris disini seperti Tom silver ataupun HS silver. Sebagian besar kerajinan perak disini adalah hand made, tanpa mesin. Detail ukiran dan desainnya membuktikan kualitas para perajin perak Kota Gede bukan ecek-ecek. Karya seni berkualitas tinggi wajar mematok harga tinggi. Menariknya, mereka melayani desain berdasar permintaan pembeli.

 

9. Menikmati pertunjukan  seniman jalanan Malioboro

photo from youtube.com

Suaranya sangat merdu. Saya tak berlebihan. Awalnya saya mengira dia hanya lipsync dari tape recorder yang dibawanya. Setelah saya dengar dengan seksama ternyata itu suara asli. Penglihatannya memang tak sesempurna orang lain. Disampingnya, suaminya setia menuntun. Penyanyi tunanetra ini memang salah satu primadona di Malioboro.

Tangan kanannya menggengam  tongkat fiber berwarna metalik  sebagai alat bantu dia melangkah. Sementara tangan kirinya memegang kain hitam yang digunakannya untuk menyimpan uang pemberian orang-orang. Saya cabut selembar uang berwarna hijau, dan saya letakan di kain hitamnya. Bukan karena kasihan, suara merdunya layak dihargai tinggi, bahkan mungkin jauh lebih tinggi dari yang dia dapatkan tiap harinya.

 

10. Mencicip Kopi Joss legendaris Lik Man

photo by Shabara Wicaksono

“Plung!” arang membara dimasukan kedalam air kopi. Asap panas membubung. Arang itu ternyata berfungsi menyerap racun – begitu kata Pak Kobar, generasi ketiga pengelola kopi jos Lik Man-.

Manis. Itulah yang kurasakan saat sesapan pertama kopi jos menyentuh indera perasa. Awalnya saya pikir kopi jos memiliki cita rasa pahit, ternyata rasa manis begitu dominan. Terlepas dari cita rasa yang diluar ekspektasi awal saya, angkringan Lik Man sangat nyaman untuk bersantai menikmati malam di Jogja

 

11. Keindahan sunset dari atas pohon pinus Kalibiru

 

photo by Ridwan Sidik

Waktu serasa merambat begitu lambat saat duduk di papan kayu ini. Pemandangan luar biasa membentang di depan sana. Matahari perlahan berpamitan, mengucap salam perpisahan di penghujung hari. Warna syahdu senja menjadi kado yang dipersembahkan sang surya sebelum pamit. Saya rebahkan punggung diatas papan kayu. Udara yang awalnya sejuk makin terasa dingin, pertanda hari menjelang malam. Suatu saat mungkin saya akan membangun tempat seperti ini di halaman rumah saya.

 

12. Berfoto bersama pocong dan zombi di Tugu Jogja

 

photo by Shabara Wicaksono

Pocong dan zombie itu nampak sibuk melayani permintaan orang untuk berfoto bersama. Ada sebuah kaleng didepan mereka. Ada uang receh dan beberapa lembar ribuan.

Ingin tampil beda aja, daripada nongkrong-nongkrong nggak jelas, mending gini, bisa menghasilkan uang juga

Begitu mereka mengaku. Jogja memang kota kreatif, pikir saya.

 

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU