Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat dan kehidupan seperti mesin yang hanya akan berakhir dengan pensiun yang tak seberapa – Seno Gumira Ajidarma
Seperti itu gambaran hidup di Jakarta secara umum.
Sebegitu ‘mengerikan’kah Jakarta ini? Tak adakah cara menikmatinya?
Sebenarnya ada kok, hal-hal istimewa, yang suatu saat akan jadi kenangan berharga tentang Jakarta. Bukan hanya sekadar kemacetan dan pengalaman desak-desakkan dengan pengguna komuter.
Hal-hal ini mungkin bisa membantumu, agar tak terlalu membenci Jakarta.
Cara menikmati Jakarta yang paling tokcer adalah berangkat lebih pagi. Suasana Jakarta di pagi hari, sekira pukul 05.00 WIB memang lebih adem, tenang, udara bersih, dan tak membuat hati dan pikiran mendidih, seperti saat Jakarta di siang hari.
Pernah merasakan kesenyapan Jakarta yang benar-benar tenang, seakan-akan bisa mengisapmu pelan-pelan? Jakarta yang nyaman dan damai ini bisa dirasakan mulai pukul 23.00 WIB dan setelahnya. Memandang ketenangan Jakarta dari jembatan halte busway Trans Jakarta atau di dalam bus Trans Jakarta adalah pengalaman spiritual yang istimewa. Soalnya suasana Jakarta saat itu benar-benar tenang dan bukan pemandangan padat yang biasa kita temui di jam sibuk. Jakarta seakan bernapas di jam-jam tengah malam hingga dini hari tersebut.
Di sini, semua tipe orang tersedia lengkap. Hal ini akan kembali pada kita sendiri, akan memperbanyak musuh, atau memperluas jaringanmu.
Sebagai sentral bisnis dan pusat industri Indonesia, Jakarta memberikan peluang karier yang dua kali lebih besar ketimbang kota-kota lain. Yah, walaupun harus dibayar dengan kemacetan dan hal-hal menyebalkan lain yang mengiringinya, setidaknya ini terbayar dengan pengalaman luar biasa berkarier di ibukota negara.
Jika kamu amati, sekarang ini sedang demam open trip ataupun weekend getaway, pergi Jumat malam balik lagi ke Jakarta Minggu malam dan Senin paginya langsung kerja dengan semangat membuncah. Hanya di Jakarta -dengan segala kepenatan di tengah minggu-, kita bisa merasakan sensasi demikian!
Buat kamu yang sering datang ke seputaran Jalan Cikini menuju Taman Ismail Marzuki (TIM) ataupun sering nongkrong di depan bioskop di TIM pasti tahu benar betapa kawasan ini sarat dengan kenangan. Asyiknya nongkrong di depan tugu TIM, menyantap tahu gejrot di warung sembari minum teh poci, nonton film bersama mantan, dan hal-hal manis-asam lainnya.
Baca juga: Alasan mengapa suatu saat kamu akan rindu Jakarta
Memang Yogyakarta jagoannya acara-acara seni, namun Jakarta nggak kalah canggihnya, kok! Selain TIM, ada beberapa spot di Jakarta yang kerap menyelenggarakan pentas-pentas seni seperti Bentara Budaya Jakarta di Jalan Palmerah, Salihara di Pasar Minggu, Galeri Indonesia Kaya di Grand Indonesia Mall, Gedung Kesenian Jakarta di Pasar Baru dan tempat-tempat nyeni lainnya.
Jika kamu anak nongkrong, pasti Jakarta menjadi “surga” buat kamu dan teman-teman. Hampir setiap bulan selalu ada tempat baru nan oke dan hits untuk dikunjungi. Nggak hanya menu-menunya saja yang enak tetapi juga eksterior dan interior tempatnya yang andalan membuat para penggemar selfie dan wefie betah berlama-lama di sini.
Pernah merasakan suasana Jakarta saat lebaran? Ademnya juara!
Saat kantor saya masih di Kuningan dan rumah di Daan Mogot, hanya butuh waktu tempuh 30 menit dengan Trans Jakarta! Dan berangkatnya pun nggak perlu pagi-pagi banget. Kursi-kursi Trans Jakarta yang kosong di H-5, jalanan lengang adalah sesuatu yang membuat kita bisa mencintai Jakarta lebih lagi.
Sensasi seperti ini hanya ada sekali setahun.
Jakarta, gudangnya tempat hiburan dan para entertainer pun sebagian besar berdomisili di Jakarta, pasti kesempatan untuk bertemu mereka lebih besar.
Saya berasal dari Medan dan baru tiga tahun tinggal di Jakarta. Sebagai orang pada umumnya yang memiliki idola, di tahun kedua di Jakarta saya sukses bertatap muka langsung dengan Iwan Fals, Eross “Sheila On 7” si penantian separuh hidup dan kesenangan baru, si Payung Teduh.
Saya jadi teringat dengan status teman di WhatsApp profil-nya, “Jangan lupa bahagia”.
Ya, bagaimanapun, kemanapun dan dimanapun kita berada tentunya tujuan kita adalah untuk bahagia dengan keluarga ataupun orang yang kita sayangi. Kerasnya kehidupan di Jakarta sekiranya menyadarkan saya kalau uang bukan segala-galanya, pekerjaan cemerlang bukan impian utama. Ada hal-hal sederhana yang mampu membuat kita bahagia dan itu lebih layak diperjuangkan ketimbang sekadar uang dan karir.